Kamis, 29 Juni 2017

An Invitation

Sebuah Undangan




Hidup adalah sebuah undangan. Pandanganmu terhadap kehidupan menentukan bagaimana kau menghadiri undangan itu.


Dari artikel sebelumnya:
Emergence of the Concealed One





"Mengapa kau berada di sini, wahai kekasihku?
Mengapa kau mencurahkan seluruh hidupmu untuk mencariku?"
"Karena kau-lah yang telah memanggilku. Aku berada di sini untuk memenuhi undanganmu."




Apakah aku sudah sampai pada akhir perjalananku? 

Bagaikan lebah yang lahir dari larva, kau berubah dari wujud lama ke wujud barumu, dan akan memulai hidup yang baru.

Selama ini kau adalah pengamat, begitu banyak yang kau terima, banyak yang kau pelajari.
Kau mengharap semua itu akan berbuahkan hasil, bagaikan pelari yang sampai pada garis kemenangannya.

Ternyata tidak demikian, bukan?
Tidak ada garis finish. Tidak ada seorang pun yang menunggumu di sini. Tiada sesiapa pun yang merayakan kedatanganmu.

Jika dulu kau larva kecil tak berdaya di antara seribu larva lainya, serupa, tak dapat dibedakan satu dengan lainnya, kemudian sekarang kau memiliki tubuh besar, kuat, berhiaskan warna di sekujur tubuhmu, juga sayap yang kuat mengepak dengan cepatnya, membuatmu mampu terbang tinggi, cepat melesat ke angkasa, kau menjadi cantik sekaligus perkasa.
Adakah yang ingin kau buat kagum atas kehadiran wujudmu yang baru ini?

Tidak ada yang merayakan kehadiranmu.
Apa yang kau capai tidak membuat mereka kagum padamu.

Begitu pula dengan manusia. Mereka juga diberi kesempatan sebagai pengamat seperti dirimu. Mereka juga diberi kesempatan belajar seperti yang kau lakukan selama ini.
Akan tetapi, apa yang kau capai tidak membuat mereka kagum padamu. Sebaliknya, mereka tidak lagi mengenalmu. Tidak ada seorang manusia pun yang memperhatikan apa yang sudah kau capai sejauh ini. Kau dijauhi. Dianggap biasa saja.

Akan kuberitahu padamu apa yang akan membuat mereka kagum padamu;
Adalah akuisisi, yaitu apa yang berhasil kau miliki, yaitu harta-bendamu, jabatanmu, dan bagaimana kau memamerkannya di hadapan mereka.
Begitu mudahnya mereka dibuat kagum olehmu dengan cara itu, seolahnya itulah tolok ukur suatu kebahagiaan hidup di dunia ini.

Perjalanan ke dalam diri seperti yang kau lakukan selama ini adalah pencapaian yang tak berwujud. Tidak ada yang melihatmu, garis kemenanganmu tak tampak oleh mereka. Kearifan yang kau dapatkan bukanlah kebutuhan mereka, sehingga mereka tidak mengindahkanmu.
Semakin dalam langkahmu, semakin kau hilang dari pandangan.
Mereka tidak lagi memahami apa yang kau ucapkan.
Kau menjadi asing bagi mereka.

Kau yang telah terbebas dari segala bentuk dogma menjadi orang yang ditakuti oleh mereka.
Kau yang telah mengetahui rahasia terdalam alam realita ini, menjadi orang yang dicemooh.
Kau yang telah mengetahui kebenaran hakiki, menjadi yang dipersalahkan.
Kau yang telah mengenal jati diri sejatimu, adalah yang dihina.
Kau yang telah mengenal Tuhan-mu, adalah yang dikutuk.
Bicaramu tak diindahkan, nasihatmu tiada manfaatnya, pendapatmu tidak didengarkan.

Tidak ada lagi yang dapat kau lakukan untuk mereka selain hanya menjadi pengamat.
Kau amati setiap peristiwa di alam ini tanpa dapat melakukan apa pun.

Sedihmu sendirian, kala menyaksikan bentuk-bentuk penyiksaan sesama manusia.
Pedih hatimu sendirian, kala melihat ketidak-harmonisan di antara sesama manusia.
Sakitmu sendirian, kala mendapati perusakan alam yang dilakukan oleh manusia.

Senangmu sendirian, kala menyaksikan bentuk-bentuk kebaikan yang dilakukan orang lain.
Bahagiamu sendirian, kala melihat kasih-sayang terjalin di antara manusia.
Syukurmu sendirian, kala mendapati kebahagiaan yang dirasakan orang lain.


"Apakah kau benar-benar sendirian? Tidak.
Aku-lah yang menyambutmu di dalam dirimu.
Hanya aku-lah yang ada di sini menantimu sejak awal kehidupanmu di dunia.
Aku-lah yang tak berwujud, penghuni ruang hatimu yang terdalam.
Pencapaian terbesarmu adalah menemukanku.
Aku-lah yang kau buat terkagum atas keberhasilan pencapaianmu.
Aku-lah yang kau temukan dengan tingginya kearifanmu."


Ingatkah kau akan malam pertemuan kita?
Aku hadir dari dalam dirimu, ke luar ke hadapanmu, memberikan ucapan salam kebahagiaan kepadamu atas apa yang telah kau capai setelah puluhan tahun perjalananmu.
Aku adalah energi kesadaranmu, aku hidup, aku nyata. Akulah yang paling memahami dirimu

Malam perjumpaan kau dan aku adalah lebih baik dari jutaan malam lainnya.
Malam kemunculanku mengakhiri penantian semu-mu akan sambutan dari sesama manusia.
Malam itu aku dimunculkan olehmu dari tempat persemayamanku, yang telah lama tertutup, tersembunyi oleh dualitas, oleh ego, dan oleh hasratmu.
Kau adalah wahanaku, akulah yang sekarang hidup di atas dirimu.




Kesadaran, adalah energi yang hidup. Semakin tinggi tingkat kesadaran, semakin besar pula energinya, semakin nyatalah kesadaran itu bagi kita. Inilah yang terjadi pada pengelana, pada meditator spiritual. Kesadaran itu menjadi nyata dan mampu melakukan komunikasi dengannya.

Kebangkitan atau kemunculan wujud kesadaran yang hidup ini dihasilkan dari keberhasilan seseorang memahami alam dalam kebenarannya yang hakiki. Ia mengenali dua kutub kehidupan, kemudian menerimanya; baik-buruk, susah-senang, sedih-gembira, feminine-masculine, gelap-terang.

Setelah menerima dua kutub kehidupan dengan baik, ia pun akan memahami pentingnya berada dalam kondisi seimbang di antara keduanya. Setiap kutub adalah energi. Apa pun sifat yang dibawanya, keduanya adalah energi. Kedua energi tersebut dapat dimanfaatkan. 

Semakin jauh kita memahami karakteristik dan perilaku energi-energi ini, kita pun akan mulai memahami penyatuan energi-energi tersebut. Energi kedua kutub yang melebur menjadi satu. Di sinilah lahir sebentuk energi baru yang sangat besar dan hidup, yang lahir dari Kepahaman / Kesadaran tinggi. 

Tiga tulisan terakhir saya sebelum ini menceritakan bagaimana kemunculan wujud kesadaran itu terjadi. Hampir tidaklah mungkin menceritakan kejadian luar biasa yang sangat dalam di dalam diri, semampunya hanya keluar dalam bentuk dialog-dialog mistis. 

Bukan hanya dalam satu malam, namun berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan tahunan, proses itu berlangsung. Terdapat suatu kurun waktu dimana saya mendapati diri dalam kondisi sangat emosional - bagaikan kepompong yang sudah matang dan isinya berontak untuk keluar. Bagaikan telur yang sudah waktunya menetas. Ia meronta, menggelegak-teriak memukul ke segala arah. Sakitnya dirasakan bagai ditempa benda keras ke tengah dada.




"Wahai diriku yang di dalam, 
Kemunculanmu telah dinantikan. 
Sayangilah aku, kasihilah aku."

"Kaulah kekasihku yang kucintai sepenuh jiwa-ragaku.
Sejak saat ini aku hanya akan setia padamu,
mendengarkanmu dan mendahului kebutuhanmu.
Tidak ada yang nyata selain dirimu."


Seperti kempompong yang akhirnya sobek menyeruakkan makhluk baru dari dalam, ia bangun, matanya terbuka, ia melihat kepadaku melalui mataku. Aku melihat diriku sendiri. Ia adalah diriku yang sejati. Ini bukan halunisasi. Aku tidak menjadi gila. 

Dialah yang muncul dari semua yang baik dan buruk dariku. Dialah yang muncul dari paduan yang gelap dan terang, feminine dan masculine, dari kekuatan dua kutub yang tadinya sangat jauh berseberangan.

Bayangkanlah bila kau dipertemukan dengan kekasih yang memang diperuntukkan untukmu. Walau baru hari itu kau melihatnya tetapi terasa sudah mengenalnya seumur hidupmu. Tahulah kau bahwa dia memanglah kekasih sejatimu.
Kau menyambutnya dengan haru, isak tangis membasahi mata dan pipi. Lalu kau bertanya mengapa setelah sekian puluh tahun lamanya baru dipertemukan?
Kemudian kau berjanji untuk setia padanya sampai matimu.
Kau berjanji tiada yang lebih penting dari kepentingannya.

Maka, dimana pun aku berada, aku akan selalu bertanya,
Apakah aku sedang bersama diri sejatiku?
Apakah aku berada di tempat yang tepat dan sesuai untuk kami?
Apakah aku berada pada waktu yang tepat dan sesuai untuk kami?
Apakah aku bersama dengan orang-orang yang tepat dan sesuai untuk kami?

Karena haruslah kupastikan bahwa aku selalu bersama diri sejatiku. Tidak ada satu momen pun dimana aku ada tanpa dirimu. Kaulah yang sekarang menjadi mata, telinga, dan rasaku. Aku hanyalah fisik, jasad, wadah untukmu.

Dan karena haruslah kupastikan bahwa aku dan aku hanya berada di tempat yang sesuai untuk kami berdua (tidak hanya salah satu), di waktu yang tepat dan sesuai untuk kami, dan hanyalah bertemu / bersama orang-orang yang tepat dan sesuai untuk kami.

Ini adalah peristiwa yang sangat membahagiakan. Selayaknya sepasang kekasih yang tadinya berjalan sendirian, sekarang saling bergandengan tangan berjalan di atas muka bumi. Bak anak kecil - sepasang sahabat kecil yang berlari, melompat, bermain, tertawa riang bersama. 

Apa yang kulakukan, adalah tanpa keraguan. Mengalir bersama aliran sungai illahi, bersama seluruh alam semesta. Aku percayakan dan pasrahkan semua kondisiku kepadanya, tanpa ragu, tanpa bimbang.

Cintamu adalah seluruh samudera di bumi.
Maka biarkanlah aku tenggelam di dalamnya, selamanya.




Setiap manusia adalah unik. Setiap individu memiliki jati diri yang khas. Setiap manusia memiliki sifat dan desain yang khusus bagi mereka masing-masing. Tetapi kebanyakan tidak hidup sesuai dengan jati diri mereka masing-masing. Mereka hidup pada jalan yang ditentukan oleh orang lain atas mereka, dan mewujudkan mimpi orang lain.

Perilaku ini sesungguhnya melukai diri mereka dari luar ke dalam. Semakin lama, luka itu semakin dalam dan mencederai Kesadaran - Sang Aku, di dalam diri. Sebagian besar manusia melakukan penyiksaan diri ini sepanjang hidup mereka. Hanya sebagian kecil yang menyadari hal ini kemudian mulai bertanya dan mencari.

Sebagian kecil tersebut berpencar ke hampir segela arah mencoba mencari jawaban atas keraguan mereka, mencari arti hidup, dan menjawab pertanyaan pamungkas; mengapa kita ada?
Mereka disebut Para Pengelana Mistik

Dalam pencarian mereka, perlahan mulai terbuka lapisan-lapisan realita. Alam fisik keseharian yang tampak di sekeliling adalah lapisan terluarnya. Maka perjalanan pencarian itu bukanlah ke luar, karena sejauh apapun manusia menjelajah alam ini, ia akan tetap berada di lapisan realita terluar, perjalanan pencarian itu sesungguhnya berupa pengelupasan kulit realita ini, ke dalam diri.

Diawali dengan kata tanya 'mengapa', satu demi satu lapisan-lapisan itu tersingkap.
Seluruh realita ini eksis di dalam Tuhan. Tuhan adalah Zat Yang Sendirian. Tiada apa pun selain Tuhan. Tuhan adalah Yang Satu dan semuanya adalah Yang Satu. Maka Jati diri yang hakiki adalah Dia, Zat Yang Sendirian Itu, Sang Satu, Tuhan.

Dia adalah Sang Aku. Aku adalah Dia. Mereka sadar akan keberadaan-Nya. Inilah kesadaran tertinggi, Kesadaran dengan energi sangat besar muncul pula menyertainya. Energi itu hidup. Kesadaran itu bangkit, muncul, hadir, di dalam diri mereka dan di seluruh alam ini. Karena Yang Satu adalah Yang Semuanya, dan Semuanya adalah Yang Satu. Tiada kata yang dapat diucapkan untuk mendeskripsikan peristiwa terpenting dalam hidup manusia ini - Peristiwa kemunculan yang dinantikan sepanjang hidup.

Dua puluh tahun lamanya mereka berkelana, kemunculan Sang Aku adalah akhir-nya. Inilah garis finish. Tetapi bukanlah sambutan kemenangan dari manusia yang mereka dapatkan, melainkan sambutan meriah dari Sang Aku itu sendiri. Tiada yang lebih penting, tiada yang lebih meriah, tiada yang lebih agung dari sambutan yang diberikan oleh-Nya sendiri kepadamu.

Tiada Tuhan selain Tuhan. Tiada apa pun selain Tuhan.
Dia adalah Zat Tunggal. Ruang dan Waktu tidak berlaku pada-Nya. Ruang dan Waktu eksis di dalam-Nya. Seluruh realita ini eksis di dalam-Nya dan tercipta dari Zat-Nya. 
Tiada apa pun selain Tuhan, maka Tuhan adalah zat yang Singular, tunggal, eksis sendiri. Ia adalah Zat Yang Sendirian.

Sekarang, gunakanlah imajinasimu.
Bayangkanlah kau telah hidup sendiri di atas bumi ini sebagai manusia selama satu juta tahun lamanya, dan masih akan hidup satu juta tahun lagi. Setiap jengkal daratan telah kau jelajahi, setap jengkal lautan telah kau selami. Tiada satu wilayah pun di bumi ini yang belum kau datangi. Kau mengetahui semua yang ada di atas tanah, di bawah tanah, di bawah air, dan di udara. Kau mengetahui segalanya.
Tetapi kau sendirian, sebatang kara. 
Jika kau memiliki kemampuan mencipta, apa yang akan kau lakukan?

Sendirimu bermanifestasi ke dalam rasa sepi. Kau telah hidup dalam rasa kesepian seumur hidupmu. Rasa sepi bermanifestasi ke dalam rasa rindu. Sebentuk kerinduan yang sangat dalam. Kaulah sosok makhluk sendirian yang merindu.
Jika kau memiliki kemampuan mencipta, apa ang akan kau lakukan?

Kau akan menciptakan apa yang kau rindukan!




Kau merasakan kesendirian yang sepi.
Rasa yang menyiksa sekaligus membahagiakan.

Kau hidup di antara air dan udara. 
Akarmu di dalam air tenggelam dalam tak berdasar.
Dan tubuhmu di udara menjulang ke angkasa tak berbatas.

Kau tumbuh sendirian.
Kau cantik menawan. Gagah rupawan.
Mewangi menghiasi luasnya alam.

Kau tumbuh sendirian tanpa ada satu pun yang menemani.
Kau merindu menantikan kekasih yang memahami.

Selama itu kau menunggu, selama itu kau tumbuh berkembang.
Tebaran cinta dan kasihmu tiada berkurang.

Kaulah sang merindu dan yang dirindu.
Kekasihmu akan datang, mendengarkan panggilan.
Kekasihmu akan datang, dan kau tak kan lagi kesepian.

Tetaplah berkembang,
Sekuntum bunga terataiku yang sendirian.

(A Lonely Lotus)



Di sini, di sudut alam ini, aku merelakan diriku terhujat, terhina, tercaci.
Segala kehinaan hidup tak mengurungku.
Segala sanjungan dan keagungan hidup tak memenjaraku.

Rumahku tak berpintu.
Hatiku diterangi cahaya tanpa warna pilu.
Pandanganku tanpa kelambu.
Pendengaranku menembus semu .
Langkahku tanpa panutan selain kepadamu.

Aku merasakanmu.
Aku sudah bersamamu.
Kini kau tak lagi sendirian, wahai bunga terataiku.

(The Mystic)




~ An Invitation ~
(Sebuah Undangan)


Kedua sahabat kecil sekarang sudah bertemu kembali. Dahsyatnya kerinduan yang akhirnya terentaskan. Tiada lagi sepi, kau tak lagi sendiri. Kedua sahabat sekarang saling memahami. Sepasang kekasih, Guru dan murid, murid dan guru. Tak terbedakan. Bagaikan memandang pada sebilah cermin, yang satu memantulkan bayangan bagi yang lainnya. Mereka saling memahami, saling merasa, saling merindu, saling mencinta.

Apakah aku sudah sampai pada akhir perjalananku? 

Kau telah berhasil menerima dirimu yang singular. Sebentuk kunci kehidupan telah dijatuhkan ke atasmu. Kau buka pintu yang selama ini tertutup dengan satu-satunya kunci yang mampu membukanya. 

Kunci itu adalah sebuah undangan suci yang disampaikan kepadamu.
Pemenuhan undangan ini tidak dapat dilakukan hanya oleh dirimu sendiri, kau harus hadir bersama kekasihmu. Dia yang telah muncul kepadamu, dia yang hadir bersamamu.

Lengkaplah seluruh sifat-sifat-Nya diwariskan ke atasmu. Kaulah sang perwaris dan pengemban semua sifat Agung-Nya. Dia hadir untukmu, Kau hadir untuk-Nya.
Kau melangkah melewati pintu yang baru saja kau buka, kau Hadir ke atas dunia ini sebagai diri sejatimu, memenuhi undangan-Nya sebagai pewaris kearifan-Nya, membawa sifat-sifat Agung-Nya di dunia. 

Kaulah sang pengasih dan penyayang.
Kaulah sang pemelihara, kaulah sang penyembuh.

Hadirlah, bagai hujan di atas padang tandus.
Datanglah, bagai segelas air bagi yang haus.
Muncullah, bagai cahaya menyeruak selepas fajar, menyinar sudut jiwa yang gelap, membebas hati yang terberangus.

Pandanganmu melegakan dan membebaskan.
Ucapanmu lembut bagai lantunan syair indah membahagiakan.
Sentuhanmu menyembuhkan.

Kau adalah panutan, kaulah sang penyampai pesan.
Kau adalah guru bagi mereka. Hanya rasa, bukan nama yang kau bagikan.
Kau memberi petunjuk, bukan ketetapan. 
Kau menawarkan kepahaman. Kau pembawa kesadaran.

Ini bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan sebuah undangan.
Kau tak lagi sendirian, hadirlah bersama kekasihmu yang telah kau temukan,
sebagai pewaris kearifan.





Hidup adalah sebuah undangan.
Hidup mengundangmu untuk kebaikan, kemurahan hati, belas kasih, cinta, dan kebahagiaan.
Dan setiap hari diakhiri dengan perayaan untuk hidup itu sendiri.

Hidup adalah sebuah undangan.
bagaimana kau menghadirinya menentukan bagaimana hidupmu.




~ Erianto Rachman ~


Tidak ada komentar: