Kamis, 26 Juli 2018

Conversations of The Mystics: Book 4




Percakapan antara seorang guru dan muridnya, Si Om dan Si Dul, Jilid ke-4.




Si Dul sudah cukup lama berguru kepada si Om, yaitu sejak si Dul masih anak-anak dan polos sampai ia kini cukup dewasa. Kedekatan di antara mereka terjalin semakin kuat. Saya pun merasa kedua tokoh rekaan ini semakin hidup dan sering memanggil saya untuk terus menuliskan kisah mereka.

Di bawah ini adalah beberapa kisah percakapan mereka di masa-masa awal itu.
Kocak dan menggemaskan. Ada yang memuat pesan-pesan spiritua, ada yang hanya kelakar ringan, tergantung bagaimana anda memahaminya.

Selamat menikmati.



Semudah Menekan Tombol Lampu

(Si Dul gelisah, jalan mondar-mandir sambil ngomong sendiri.
Lama-lama si Om merasa risih dengan kelakuan si Dul)

“Dul, kamu kenapa sih...? Pusing saya melihat kamu mondar-mandir sambil menggerutu seperti itu...”

“Saya lagi kesal nih, Om... harus gimana coba..?”

“Ya jangan kesal lah, Dul..”

“Bagaimana caranya Om...? Orang lagi kesal gini kok disuruh jangan kesal..??”

“Dul, kamar sebelah masih gelap, bisa tolong nyalakan lampunya?”

(Su Dul pergi kamar sebelah dan menekan tombol lampu. Lampu menyala seketika.)

“Nah begitulah kira-kira caranya, Dul...”







Ceramah

(Suatu hari si Om melihat dari belakang mimbar, si Dul sedang memberikan ceramah spiritualnya kepada sekelompok orang.

Si Om berucap dalam hati.)

“Hmm... tugasku sudah selesai. Ilmuku sudah berhasil kuturunkan... sudah waktunya saya bisa undur diri.”

(Lalu tiba-tiba si Dul berseru.)

“Mari saya panggilkan guru saya, untuk melanjutkan cerita saya ini...!”

“Bah...! Sialan si Dul…!”







Lautan Luas Pengetahuan

(Suatu siang, Si Om mengajak si Dul ke dermaga.
Sambil memandang ke laut yang luas...)

“Kau lihat laut dalam yang luas tak bertepi ini, Dul?”

“Ya, saya lihat, Om.”

“Bagaikan luasnya pengetahuan Tuhan, dibandingkan kita yang kecil di tepian ini, Dul.”

“Bagaimana caranya mendapatkan pengetahuan yang sangat luas itu, Om?”

(Si Om mendorong si Dul sampai tercebur ke laut.)

“Begitu caranya…”







Es Batu

“Dul, lihat ini, di tangan saya ada sebongkah es batu.”

“Iya, Om.”

“Es ini adalah kamu.
Selama ini kamu belajar melatih peningkatan kesadaranmu.”

“Iya, terus kenapa, Om?”

“Ambilkan saya gelas berisi air itu, Dul.”

(Dul menyerahkan gelas berisi air ke si Om. Om memasukkan es batu itu ke dalam gelas.)

“Nah begitulah, sekarang kamu sudah menyatu dengan air di dalam gelas ini.”

(Dul bingung. Tidak paham maksud si Om.

Si Om mengambil selang air menyalakan air keran dan mengisi air ke dalam gelas sampai gelas hampir penuh.)

“Om! Airnya nanti tumpah!”

“Cepat! Ambilkan ember berisi air itu, Dul!”

(Dul berlari mengambil ember yang sudah berisi air separuh dan memberikannya kepada si Om.

Om menuangkan air dari gelas dalam ember.)

“Sekarang kamu sudah menjadi air di dalam ember, Dul.”

(Dul hanya melongo memandang si Om.

Om terus mengalirkan air ke dalam ember.)

“Eh... Om, ember ini akan penuh juga!”

“Cepat kamu ke sungai itu, dan tuangkan air di ember ini ke dalam sungai!”

(Dul pun melakukannya. Si Om menyusul Dul dari belakang. Mereka sekarang berdiri di tepi sungai.)

“Kamu sekarang sudah jadi sungai, Dul.”

“Air sungai ini menuju laut, Om.”

“Ya pada akhirnya kamu akan menjadi laut.”

“Kalau es batu kecil tadi itu saya, laut itu apa, Om?”

“Tuhan.”







Kesal

(Dul pulang sambil cemberut)

“Kenapa kamu, Dul?”

“Kesal saya, Om! Saya tidak lulus ujian SIM!”

“Terus, mau kemana lagi kamu?”

“Saya mau mancing aja, Om!”

“Bawa umpan?”

“Enggak!”

“Bagus.”








Kusut Kalau dari Jauh

(Lagi.... Si Dul pulang dengan muka kusut.)

“Lah... kenapa lagi kamu, Dul?”

“Aaah... stress saya, Om! Barusan rapat kampung kusut. Masalah tidak ada yang selesai! Bukannya nyari solusi malah pada berantem!”

“Oooh... dimana sih rapatmu tadi?”

(Si Dul menunjuk ke sebuah gedung kecil di kampung bawah.)

“Tuh, Om... di situ tuh... ada bangunan kecil di bawah sana... kelihatan ngga?

“Engga, Dul... Kecil banget...
kalau masalahnya besar pasti kelihatan dari atas sini...
Memang masalahmu tadi sangat kecil kalau dilihat dari atas sini ya Dul...”

(Si Dul dengan tampang lugunya hanya bisa melongo memandang si Om.)








Sepatu Roda

(Si Dul datang dengan merintih... memegangi pinggulnya yang sakit, sambil menjinjing sepasang sepatu roda.)

“Duileh.... Dul....kenapa lagi kamu...???”

“Tadi main sepatu roda, saya jatuh, Om..”

“Kaki dipakein roda, ya kalau jatuh mah wajar, Dul!”

“Iya, Om... tapi asyik...”

“Trus... mau coba lagi walaupun sudah tau bakal bisa jatuh lagi?”

“Iya lah Om! Ntar sore saya mau main lagi sampai mahir!”

“Bagus, Dul!”







Aturan Hidup

"Om, mengapa banyak aturan dalam hidup ini?"

"Aturan dibuat dan harus dipatuhi karena banyak manusia yang tidak paham. Mereka selalu perlu ada yang 'jagain' agar bisa hidup.

Nah, Dul... kalau kamu PAHAM, kamu tidak perlu ada yang JAGAIN!”








Turun/Naik Gunung

"Om, mengapa Om tidak seperti guru-guru lain di kampung lainnya?"

"Emangnya kenapa mereka, Dul?"

"Gini Om, mereka turun gunung, ke kampung-kampung di bawahnya untuk membagikan ilmu kepada penduduk. Nah kalau Om kan tidak pernah melakukan itu. Kenapa Om?"

"Dul, Kamu kan hobi mancing...

Sekarang saya tanya ke kamu, bagaimana memancing di kolam yang ikannya pada kenyang semua?

Sedangkan ikan yang lapar pasti akan naik ke mencari-cari, bahkan naik ke permukaan untuk mencari makan."

"Oooh.. gitu ya...
Tapi kok tidak ada orang kampung yang naik cari-cari Om?"

........

(Si Om memandang kasihan ke si Dul)








Kisah Sedih

(Suatu sore si Om melihat si Dul duduk di pojokan menangis sambil memegang sebuah buku.)

“Kok nangis, Dul?”

“Ini Om, saya barusan selesai membaca cerita di buku ini.”

“Cerita apaan, Dul?”

(Sambil masih terisak-isak)

“Kisah cinta, Om. Mengharukan sekali...”

“Oo... buku yang itu...
Kamu membaca kisah cinta, menangis haru... Hebat kamu Dul... 
Saya bingung,... kenapa orang-orang lain membaca buku yang sama malah pada marah-marah dan saling membenci ya…?”







Kopi

(Setahun yang lalu) 

“Om, kopi itu paling enak diminum pakai gula.” 

“Betul, Dul...” 

(Sekarang) 

“Om, ternyata kopi pahit tanpa gula sangat nikmat ya...” 

“Memang, Dul! Dari dulu juga begitu!”








Kunci Sukses

"Om, apakah kunci sukses itu?"

"Sukses tidak dikunci! Langsung buka aja, Dul!”








Berjalan Bersama...

"Om, bagaimana caranya berjalan bersama Tuhan?"

"Mulai dari kanan, Dul."

"Oh... harus dengan yang baik-baik dulu ya pastinya.... trus Om?"

"Lanjutkan dengan yang kiri..."

"Oh harus seimbang ya Om..?... trus Om..?"

"Ya ulangi begitu terus... kaki kiri, kaki kanan, kiri, kanan... gitu deh Dul..."

(Si Dul nepok jidat...)







Ke Depan

"Dul, berjalan di muka bumi ini, kita harus bisa memandang ke depan."

"Ooohh..... bener gitu ya Om... kerena kita memang harus punya pandangan masa depan ya Om..."

"Ho-oh.. iya... itu juga... Tapi juga kerena kalau tidak liat ke depan kita tidak bisa jalan, Dul..."








Jalan Keluar

“Orang kalau ada masalah pasti bingung kan... tapi setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Gitu kan, Om?”

“Makanya tidak usah masuk, jadi tidak perlu cari jalan keluar, Dul!
Enakan kita di luar aja gini... nontonin orang bingung.” 








Pertanyaan Tersulit

“Wah saya lihat Om selalu bahagia aja nih... Syarat bahagia itu apa sih, Om?”

“Nggak tau, Dul..”

“Nggak tau? Tapi kok bahagia, Om?”

“Saya nggak pernah ditanya begini, Dul...
Tumben pertanyaanmu susah banget... nanya yang lain aja deh Dul…!” 








Malam yang Terang

(Di suatu malam yang terang.)

“Sesuatu yang terlihat, mudah digapai. Gitu ya Om?”

“Noh bulan kelihatan. Lu gapai coba Dul.” 








Gaplek

“Sejak saya bejalar sama Om, saya jadi lebih tenang, sabar, dan bahagia.”

“Karena saya ngajarin kamu kepahaman dan meditasi. Kalau saya ngajarin kamu main gaplek, lain ceritanya, Dul.”

“Ah si Om bisa aja...”

“Yuk, Dul... sekarang kita main gaplek…” 








Hutan

(Suatu malam si Dul minta ditemani si Om nyebrang hutan.)

“Makasih ya Om udah nemenin saya melawati hutan gelap ini. Saya perlu ke kampung sebelah nyampein pesanan si Nunung.”

“Emang kenapa kamu kok sampe takut banget lewat hutan ini?”

“Dulu saya pernah ngeliat sosok putih berkelebatan dan bersuara ketawa menyeramkan gitu Om...

Saya jadi takut...”

“Oh... iya saya inget pernah ngerjain bocah di hutan ini... ternyata itu kamu...”

.....

(Misteri 10 tahun terpecahkan. Eh... tercerahkan.)







Daftar Murid

(Dul merasa gemas melihat kelakuan murid-murid Om yang susah paham kalau diajarin oleh si Om.)

(Setelah kelas bubar...)

“Om kok sabar buanget sih ngadepin murid-murid Om itu... nggak paham-paham berulang kali Om jelaskan ke mereka?!”

(Si Om memandang ke arah si Dul sambil menahan sesuatu di wajahnya.

Kemudian dikeluarkannya secarik kertas lusuh dari saku celana)

“Lihat nih Dul... ini adalah daftar murid paling nduablegh yang pernah belajar sama saya.

Namamu ada di paling atas.”

(Si Dul kaget malu sambil meringis.)

“Kok masih disimpen sih Om daftar itu?”

“Karena daftar ini masih berlaku.”







Belajar Manifestasi

(Sambungan dari cerita sebelumnya.)

“Om, tolong ajarin saya cara bermanifestasi, boleh?”

“Boleh...
Saya minta tolong buatkan secangkir kopi dulu deh..”

(Kopi dibuatkan oleh Dul dan disajikan ke Om.)

“Nah begitu caranya bermanifestasi, Dul.

Saya pingin kopi, lalu saya memanifestasikannya melalui kamu. Jadi deh kopinya.”

(Si Dul melongo... bingung...)

(Si Om pun merasa masih perlu tetap menyimpan carikan kertas daftar murid di saku celananya.) 







Nasi Bungkus

(Setiap kali di penghujung sesi kelas si Om yang panjang, murid-murid diminta untuk bermeditasi, sambil memejamkan mata, kedua telapak tangan di pangkuan menghadap ke atas.

Setelah meditasi selesai, si Dul membagikan nasi bungkus kepada murid-murid.)

(Si Om berkata,)

“Nah... seperti biasa saya berharap kalian semua mendapatkan manfaat setelah melakukan meditasi ya...
Manfaat apa yang kalian dapatkan?”

Murid-murid menjawab serentak,

“Nasi Bungkuuuuuussss...!”

(Si Om mengeluarkan secarik kertas lusuh dari sakunya. Daftar murid paling nduablegh...)

“Hmmm.... makin panjang daftar saya…”







Nasi Bungkus...

(Untuk menghindari insiden yang berlarut-larut dan menjaga kepahaman murid-murid, si Om meminta si Dul merubah pengaturan sesi kelas berikutnya.)

“Loh kok murid-murid yang datang hari ini sedikit banget, Dul?”

“Saya membagikan nasi bungkus di awal sebelum kelas mulai, Om.”

“Yaaaaaah, Dul... elu emang cocok banget jadi wali kelas mereka....

Besok daftar murid nduablegh ini saya laminating!”







Tinggi...

"Semakin tinggi belajar kita, semakin kita dekat dengan Sang Pencipta. Begitu, Dul."

(Esok harinya,)

"Eh Nung, kemana si Dul kok hari ini nggak kelihatan?"

"Tuh, Om si Dul di atas menara sono... tadi pagi-pagi buta saya lihat dia bawa buku trus manjat... mau belajar di tempat tinggi katanya."

(Si Om geleng-gelang...)

"Si Koplak…"







Pohon Kelapa

"Dul, sepertinya pohon kelapa di depan rumah udah bisa dipetikin tuh..."

"Siap om... saya manjat ya...!"

"Iya gih manjat, tapi nggak usah bawa buku!”








Ilmu Alam

"Gravitasi adalah gaya tarik-menarik.

Jadi kalau saya suka sama kamu, saya berkata; 'Gravitasimu kuat kepadaku'.

Kalau ternyata ditolak; 'Gravitasimu lemah.'"

----------

(Si Dul lagi ngajarin ilmu alam kepada si Nunung.)

(Si Om dari kejauhan nepok jidat.)







Bahasa Kucing

“Om, bagaimana sesama kucing berkomunikasi?”

“Pakai rasa, Dul.”

“Jadi mereka tidak bersuara ya Om.. kalau kucing meong-meong itu maksudnya apa?”

“Kalau kucing bersuara begitu biasanya kepada manusia, Dul.”

“Oooh gitu ya.... artinya apa?”

“Minta makan kali, Dul!

Yaaa.... mirip kamu juga lah... kalau ada maunya berisik ngeong- ngeong ke Tuhan kayak kucing mau kawin.”







Ilmu Manifestasi Energi yang Salah Kaprah.

“Dul, kalau sedang mengusahakan sesuatu, rasakan sudah terjadi.”

“Siap, Om!”

(Seminggu kemudian)

“Om, nggak ada orang yang mau beli barang dagangan online saya.”

“Loh kenapa, Dul?”

“Semua barang dagangan saya beri status, ‘SUDAH LAKU’.”

(Si Om jatuh pengsan... sambil komat-kamit..)

“Si koplak…”








Petuah Bijak

Kita sering mendengar kalimat kiasan ini;

“Bersedekahlah dengan tangan kananmu, tangan kirimu jangan sampai tahu.”

Kalimat itu artinya kalau bersedekah lakukanlah dengan yang ikhlas. Tidak perlu dihitung-hitung.

----------
Yah tapi dasar si Dul, dia pakai juga petuah itu untuk yang lain.

Kalau mengambil kue-kue di atas mejanya si Om, dia ambil dengan tangan kanan, tangan kirinya tidak perlu tau, tapi cukup megangin kantong plastik.








Ilmu Menghilang

“Manusia adalah utusan Tuhan di bumi, sebagai pembawa rahmat bagi alam ini.”

“Iya, Om.”

“Tuhan itu Maha Pemurah, maka jadilah manusia pemurah.”

“Iya, Om.”

“Tuhan itu Maha Pengasih dan Penyayang, jadilah manusia pengasih dan penyayang.”

“Iya Om, manusia adalah cerminan Tuhan di bumi. Kita menurunkan sifat-sifatnya yang Mulia.”

“Betul, Dul.”


(Sebulan lamanya Dul tidak pernah datang ke rumah si Om. Si Om bingung menunggu dan mencari-cari.

Setelah sebulan Dul muncul.)

“Nah itu dia si bocah....

Kamu kemana aja sih, Dul?.. Kok sampai sebulan tidak kelihatan??!!”

“Tuhan itu tak tampak, Om.”


(Si Om cuma bisa geleng kepala sambil menghela nafas panjaaaaaang dan menggumam,)

“Si Dul, mulia tapi juga koplak…”






Tidak ada komentar: