Kamis, 27 Desember 2018

Beyond


  


"Jika sudah tidak ada lagi alat yang dapat digunakan untuk melihat lebih jauh, apa lagi yang bisa dilihat?"



Dari artikel sebelumnya, "Harmony".

Untuk membaca artikel ini diharapkan sudah membaca semua artikel di blog ini, dan lebih baik lagi bila sudah mengikuti seminar saya.

Tulisan ini sarat akan persepsi. Pembaca diharap bijak.






Seorang pembaca yang juga sahabat bertanya kepada saya, "Setelah kau alami semua yang kau jalani selama perjalanan spiritualmu, lalu apa selanjutnya?"

Jika anda berdiri di tepi pantai sebuah pulau, memandang ke lautan lepas di hadapan, anda melihat cakrawala sejauh mata memandang. Setelah sekian lama mengagumi keindahannya, anda mengambil sebuah teropong (binocular) dan menggunakannya untuk melihat lebih jauh. Ada apa di kejauhan cakrawala itu?

"Jika sudah tidak ada lagi alat yang dapat anda gunakan untuk melihat lebih jauh, apa lagi yang bisa anda lihat?"

Kira-kira begitulah di dalam kepala saya bunyi lain dari pertanyaan sahabat saya itu.
Saya berpikir panjang mengenai hal ini selama betahun-tahun, yang ikut menghiasi tulisan-tulisan saya. Dan pada akhirnya Ingin rasanya saya tuliskan semua yang ada di dalam benak saya untuk menjawab pertanyaan teman saya itu. Namun mungkinkah menuliskan sesuatu yang tidak ada satu pun bahasa di bumi ini yang mampu membahasakannnya?







Di dalam keheningan meditasimu yang terdalam, kau kerap diperlihatkan yang belum pernah kau lihat sebelumnya. Yang melihat bukanlah matamu, melainkan mata yang lain. Bertahun-tahun lamanya mata itu semakin terbuka dan terjaga disetiap kali kau memejam. Bahkan sekarang ia selalu terbuka sepanjang waktu.

Mata itu adalah indera rasa. Dan bukan hanya rasa pengelihatan yang terbuka, tetapi juga rasa pendengaran, dan rasa batin. Rasa batin yang semakin peka merasakan semua pergerakan energi di alam sekitarmu.

Tidak ada kalimat yang baik untuk mengatakannya, tapi yang paling tepat adalah; Alam ini bagai lautan dan kita bagaikan ikan di dalamnya.
Lautan itu adalah lautan energi. Alam / ruang ini padat bergelombang. Kita seluruh makhluk sedang melayang-layang di dalamnya.

Tahun berganti tahun, semakin luas pula kepekaan rasa itu.
Di suatu ketika kau merasa ketakutan dan kewalahan menerimanya. Tidak sekali kau berniat membutakannya kembali. Namun niat itu selalu batal. Karena alam berbicara padamu.
Ia membawakan berita menyenangkan dan menyedihkan.
Ia juga membuatmu tersenyum dan tertawa. Di waktu lain ia membuatmu sedih dan menangis.

Sekian lama kau terombang-ambing. Kau mencoba bertahan. Di kala sudah hampir habis usahamu, kau ditunjukkan satu tempat di dalam batinmu yang selama ini terselubung tabir persepsi, tertutup kerangkeng egomu.
Ada ketenangan dan kedamaian berada di tempat itu, yaitu di keseimbangan antara senang dan sedih, tawa dan tangis, benar dan salah, baik dan buruk. 
Tempat yang lebih hening dari hening, lebih damai dari damai.
Tempat di mana hanya ada batin tanpa jasad.
Dirimu yang tidak lagi menilai segala sesuatu dari dualitasnya. Dirimu yang tidak lagi memihak.

Kau mati sebelum mati.
Karena di dalam kematianmu, kau tak lagi berpersepsi.
Kau telah berpulang.







Kau bertanya pada dirimu sendiri, "Ada apa setelah ini? Apakah ini adalah akhir dari perjalananku?"

Di suatu pagi yang tenang dan hening ditemani rintik hujan yang indah membasahi wajah alam, tiba-tiba kau terjerembab ke lantai, dibebani rasa kerinduan yang teramat berat, dahsyat, menyayat, mengiris setiap relung hatimu. Di hari itu kau ditunjukkan sesuatu yang baru, setitik rasa sepi... yang berlanjut ke kerinduan. 

Mengapa sepi? dan rindu terhadap apa? Kau tidak tahu.
Namun bagaikan seekor burung dari sekelompok burung Galuh (Simorgh), kau adalah cerminan Tuhan dan Tuhan adalah cerminan dirimu... Inilah rasa kerinduan Tuhan padamu. Kau tidak hanya peka terhadap energi alam ini, tetapi sekarang kau telah mencicipi rasa kerinduan Tuhan.

Tuhan adalah Yang Maha Esa. Yang Maha Satu, Maha Tunggal, Maha Sendiri.
Dia yang Kesepian dan Merindukan. Dialah sekuntum bunga teratari yang sendirian.

Oleh karena seluruh alam ini eksis di dalam Tuhan, maka kau mulai menyadari bahwa seluruh bentuk wujud di alam ini turut memancarkan cahaya kerinduan Tuhan padamu. Kau merasakan energi itu terpancar dari segala arah, meresap ke setiap sel tubuh. Kau merasakan itu di setiap tarikan dan hembusan nafasmu.

Tanaman yang tadinya diam, kini terlihat menari dengan eloknya.
Angin yang bertiup kini adalah sebentuk sekaan lembut di pipi.
Tetes air hujan adalah perayaan kerinduan illahi.
Kicau burung kini menjadi nyanyian merdu nan mesranya.

Setiap jagamu dan hadirmu disambut keindahan alam.
Pandanganmu berubah... kau telah menjadi makhluk yang dinantikan, selayak kau menantikan-Nya sebagai kekasihmu.

Kau telah bertemu kakasihmu. 
Kau telah bertemu Tuhan.







Tiada lagi kekhawatiran, tiada lagi gundah, tidak ada sedikit pun lagi ketakutan.
Bahkan kematian menjadi kejadian yang terasa menenangkan, sedemikian hidup adalah sebuah undangan pesta yang membahagiakan. Dan tujuan hidupmu adalah bertemu Sang Tuan Rumah yang mengundangmu.

Kemudian kau bertanya pada dirimu sendiri, "Ada apa setelah ini? Apakah ini adalah akhir dari perjalananku?"

Bagian dari melatih keawasan adalah melatih diri sendiri untuk melihat dirimu sebagai orang lain. Selama ini kau melatih tumbuhnya kesadaranmu mengawasi tindak-tanduk dan gerak-geraikmu sendiri. Seringkali kesadaranmu itu menegurmu sebelum kau melakukan sesuatu yang seharusnya tidak kau lakukan, atau yang seharusnya kau lakukan.

Begitulah kau dalam keseharianmu senantiasa bermeditasi dalam kondisi terjaga, selain dalam keheningan. Tak pernah terbersit sekalipun di dalam imajinasimu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Bertahun kemudian, di satu malam yang senyap, dirimu yang sedang masuk ke keheningan meditasi terdalammu menyaksikan kemunculan sosok yang selama ini diam tersembunyi. Sosok yang selama ini hanya menjadi pengawas mulai berganti peran. Kini dia adalah dirimu. Kemunculannya adalah kemunculan yang sangat agung. Dia yang selama in pasif menjadi aktif. Dan kau yang selama ini bergerak sendiri, sekarang berada di belakang untuk hanya mengikutinya.

Kemunculannya disambut hikmat seluruh alam. Malam selanjutnya kau menyaksikan langit terbelah di atasmu, cahaya putih terang menyilaukan tumpah dari belahan langit itu dan membanjir ke segala penjuru. Pohon kelapa di depan rumah tertunduk sujud pada kemunculan Sang Agung. Kemunculan dirimu yang sejati.

Kau yang sekarang hanyalah sosok fisik yang mengikuti gerak Sang Agung.
Kau yang sekarang hanyalah sebentuk wahana dimana Tuhan bersemayam dan bergerak melaluimu.

Kau telah menghadirkan Tuhan di bumi.
Kau adalah kehadiran-Nya.







Hari berganti... bulan.. tahun... Kau dan Dia bersama setiap waktu...
Rasa syukur yang tak pernah putus, kebahagiaan yang berkelimpahan di dalam keseimbangan pandanganmu akan kehidupan. 

Kau tersenyum mesra kepada sang kekasih... lalu kau ucapkan salam kepada-Nya, "Ya Tuhan Yang Maha Besar..."

Belum selesai kalimatmu, kau disentak keras oleh sebentuk kalimat, "Kaulah Yang Maha Besar!"

Terperanjat, kau berusaha menenangkan diri, dan mulai melanjutkan ucapanmu,
"Ya Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang..."

Lagi, sengatan rasa menyentak dirimu bagaikan sengatan listrik bertegangan tinggi,
"Kaulah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang!"

Kali ini kau terdiam lama. Tubuhmu merinding, bukan merinding ketakutan. Tubuhmu bergetar. Matamu memejam rapat. Kau peluk dirimu sendiri bagai seorang yang sedang menahan dingin.

Bibirmu terbuka sedikit, dengan lirih membisik "Ya Tuhan..."
Semerta-merta dari dalam dirimu terdengar bisikan balasan yang begitu mesranya, "Ya..?"

Air matamu menitik pelan. Tubuhmu semakin meringkuk, dingin menusuk menggetarkan badan. Sekarang kau tediam dan tak berani mengucapkan sepatah pun kata. Otakmu tak mampu bepikir... hanya mendengarkan... sambil bibirmu mengulang kalimat ucapan...


"Jika kau berdoa kepada-Ku, maka kau berdoa kepada dirimu." 
"Jika kau meminta kepada-Ku, maka kau meminta kepada dirimu." 
"Kau adalah dimana Aku, dan Aku adalah dimana dirimu." 
"Hadirnya dirimu adalah hadirnya Aku." 
"Bawalah Aku dalam wujudmu."






Bertahun setelah itu...

Perlukah kau tanyakan lagi, "Ada apa setelah ini? Apakah ini adalah akhir dari perjalananku?"

Kau kini adalah panutan bagi sebagian. Mereka bertanya padamu, mereka mencari jawaban kepadamu. Dan petuah-petuahmu selalu dinantikan.

Tetapi peristiwa lain masih menunggumu...


Sebilah pintu yang tak tampak sangat perlahan mulai membuka di hamparan alam batinmu.
Pintu itu tak pernah tampak sebelumnya karena ia selalu tertutup. Dan baru terasa keberadaannya setelah ia terbuka sedikit. 
Pintu itu membuka karena ia dibuka olehmu. Tetapi kau tidak merasa pernah membukanya.
Bagaimana bisa membuka pintu yang tak tampak?

Kunci untuk pintu itu adalah keselarasan... Harmoni.
Karena keselarasan rasa di hatimu dengan seluruh irama alam-lah, maka pintu itu terbuka dengan sendirinya.

Di sanalah terdapat kenyataan realita yang sesungguhnya. Realita tanpa persepsimu atau persepsi siapa pun. 

Kau ditampakkan kisi-kisi alam tanpa persepsi itu kerap di dalam meditasimu, namun otak manusiamu sangat terbatas untuk memahaminya. Realita itu berada di luar kemampuan imajinasi dan persepsimu.

Sampai akhirnya kau menyaksikan; bahwa tiada yang eksis selain dirimu. Dan kau adalah Cahaya. Seluruh alam ini adalah Cahaya Tuhan yang Satu.
Hanya ada Satu Cahaya.

Seluruh alam bergelimang pendaran Cahaya. Termasuk dirimu dan semua makhluk.
Kerlap-kerlip bagai bintang-bintang yang tak berhingga jumlahnya bertaburan di langit cerah. 
Semakin lama pendaran itu semakin terang dan menyilaukan. Satu dan lainnya saling berdekatan kemudian menyatu, melebur dalam kesatuan lautan Cahaya.







Selanjutnya bila diteruskan, apa yang saya tuliskan mungkin tak dapat diterima akal, maka saya hindari menuliskannya.
Saya hanya akan melanjutkan sedikit...


"Ada apa setelah ini? Apakah ini adalah akhir dari perjalananku?"


Setiap manusia adalah unik. Tidak ada yang sama satu sama lain. Masing-masing dianugerahi kemampuan mereka masing-masing. Tidak ada keharusan satu manusia dapat melakukan yang dilakukan oleh manusia lainnya.
Setiap manusia memiliki desain dan fitrah-nya masing-masing.
Adapun demikian, semua keberagaman itu sesungguhnya berasal dari yang Satu.

Alam ini mengayun, bergerak, berperilaku dengan iramanya yang khas. Mereka mengikuti irama harmonisasi Tuhan.
Keselarasan dirimu dengan irama itu adalah kunci keselarasanmu dengan Tuhan. Dan hanya dengan keselarasan dengan Tuhan-lah kau akan dapat merasakan-Nya dan bergerak bersama-Nya hingga menguak lebih banyak rahasia-rahasia-Nya yang hanya akan dibukakan untukmu seorang.

Karena kau adalah kekasih-Nya. Setiap manusia akan memperoleh yang layak dan sesuai untuk dirinya sendiri.

Bukalah pintu cahaya itu, masuklah ke dalam. Semerta-merta kau akan kembali berada di luar. Karena Dia-lah yang memancarkan cahaya-Nya melalui dirimu.
Kaulah Chakra-Nya. Kau-lah saluran dimana Cahaya Tuhan memancar ke atas dunia ini.
.
Dengan keunikanmu; gerakmu, ucapanmu adalah pancaran Cahaya Tuhan.
Keberadaanmu adalah pancaran Cahaya Tuhan.

Lalu dimanakah dualitas hidup? Dimana posisi baik-buruk itu? Dimana kedua kutub itu? 
Tidak ada yang terkecualikan, semuanya satu dalam lautan Cahaya Tuhan.
Dan kaulah wahana kehadirannya Cahaya itu.

Kau adalah sehelai bulu dalam tiupan nafas Tuhan 
Gerakmu adalah bergerak bersama tiupan-Nya.
Kemana pun kau melangkah adalah seiring irama-Nya.
Kehendak-Nya adalah kehendakmu. Kehendakmu adalah Kehendak-Nya

Kau dan Tuhan adalah sepasang kekasih yang tak terpisahkan.
Kau adalah pancaran Kearifan Agung, rahmat bagi semesta alam.



Beyond this point, you are on your own,
embracing your uniqueness and your Oneness.

Beyond this point, you are the light upon light,
shining to all directions, being the vessel of God.

Beyond this point, only mystery,
for only you to walk the path of your divinity.

-----

Melampaui titik ini, kau sendiri,
merengkuh keunikanmu dan keesaanmu.

Melampui titik ini, kau adalah cahaya di atas cahaya,
bersinar ke semua arah, sebagai wahana Tuhan.

Melampaui titik ini, hanyalah misteri,
hanya bagimu untuk mengarungi jalan keillahianmu.






~ Erianto Rachman ~


2 komentar:

Reza Septiandra mengatakan...

Lantas, ketika kita pada akhirnya telah bersatu dengan tuhan dan damai. Apakah itu kekekalan? Ataukah kita tetap mengikuti siklus nya yang kembali lagi menjadi materi awal?


Terimakasih

Erianto Rachman mengatakan...

@Reza Septiandra

Artikel "BEYOND" adalah untuk menghantarkan pesan saya kepada pembaca, bahwa pencapaian kepahaman / kesadaran kita membawa kita kepada untuk membiarkan TUHAN yang berpersepsi atas semua hidup kita.

Di dalam hidup, kita selalu berpersepsi akan hidup kita. kita berharap sesuai apa yang kita mau, dan kita menganalisa hidup sebatas kemampuan otak kita.
BEYOND adalah menembus semua paradigma itu. Kita hidup brdasarkan persepsi Tuhan. Harapan Tuhan adalah harapan kita.

Begitu.