Kamis, 30 Mei 2019

Conversations of The Mystics: Book 6




Percakapan antara seorang guru dan muridnya, Si Om dan Si Dul, Jilid ke-6.

Percakapan-percakapan ini mengandung pesan-pesan tersembunyi. Hanya yang jeli yang mampu melihat dan memahaminya.




Diborong Semua

(Suatu hari si Om dan si Dul pergi ke pasar Dul menunjuk pada satu kios yang ramai karena ada promosi besar-besaran.)

"Lihat Om... Barang kalo murah, apalagi gratis,... langsung diborong orang....

Dan yang seharusnya cukup beli satu aja, tapi karena murah, dia beli banyak sekali... sampe tidak cukup tuh tas belanjaan..."

"Iya Dul..."

"Sama dengan Ilmu ya Om...
Ilmu kan nggak murah... makanya yang minat dikit."

"Bener Dul... kebodohan itu murah bahkan gratis... 
Tapi kebanyakan yang terjadi adalah... mentang2 bodoh itu gratis, langsung diborong semua...! Sampe bonus-bonus-nya pun diangkut...!
Boleh aja sih jadi bodoh.. tapi mbok ya jangan diborong semua sendiri..."





Caranya?

"Om, bagaimana caranya agar saya bisa meditasi secara rutin setiap hari seperti Om?” 

“Bagaimana caranya kamu bisa rutin makan setiap hari, Dul?”






Gila!

(Setelah Dul mencoba menyampaikan ilmunya kepada si Jono)

“Dul, Kamu tuh gila ya... bisa-bisanya yakin bahwa hubunganmu dengan Tuhan itu langsung?!”

“Lah situ lebih gila lagi, Jon!... bisa-bisanya yakin mengenai Tuhan yang kamu ketahui hanya dari yang disampaikan oleh orang lain...”

(Tampak di Om Ketawa terguling-guling di kejauhan)







Sukses

“Dul, sukses itu berawal dari mimpi, kita bisa mewujudkan mimpi menjadi kenyataan.”

“Oh begitu ya Om...”

“Eh mau kemana kamu, Dul?”

“Mau tidur, Om... biar sukses!”






Pengajian

(Suatu sore, si Dul baru pulang dari Pengajian di kampung bawah. Ia menceritakan pengalamannya kepada si Om)

"Begini Om, 
Ilmu Pengajian di Kampung:
Tuhan Maha Besar, Maha Agung, sungguh manusia adalah makhluk teramat kecil dibanding DIA. 
Dia yang hanya patut disembah dan ditakuti.

Yang taat kepada-Nya, akan mendapat keindahan akhirat.

Yang melanggar larangan-Nya, hukuman-Nya sangat pedih!
Kemudian hadirin merespon; 'Akuuuur. "Setujuuuuu...!'"


(Si Om diam menunggu kalimat si Dul selanjutnya)


"Nah, saya membayangkan jika saya diminta untuk memberikan pengajian di sana...
Saya  akan menyampaikan apa yang Om ajarkan kepad saya,
"Tuhan adalah kekasihku.

Aku merindukan-Nya di setiap nafasku."
Bagaimana respon mereka ya, Om?


"Tauk lah Dul... mungkin kamu akan diminta tobat dan diteriakin gila, Dul!"






Sok Tau

(Suatu hari si Om tampak sedang membuat segelas minuman.
Si Dul yang melihatnya menghampiri si Om sambil ngoceh...)

"Om, tambahin gula nih Om... biar tambah enak..."

"Hmmm... nggak usah Dul..."

"Om, biasanya tambahin selasih jadi tambah menarik..."

"Hmmm... nggak usah, Dul."
"Om, kalau dikasih es jadi seperti es yang dijual di warung sono... segar deh..!"

"hmmm... nggak usah Dul...!
Kamu tuh dari tadi menyarankan sesuatu yang hanya kamu ketahui dari sana-sini... Kamu tidak pernah bertanya kepada saya langsung sedang membuat minuman apa saya ini....
Nggak tau apa2 tapi banyak bacot ah... sotoy!"

"Lah.. Om emang lagi buat minum apa?"

"Saya lagi buat obat mules... mencret saya seharian!
Ngeliat muka elu jadi tambah mules!
udah pergi sono gih... gangguin orang aja!"






Jalan Keluar

“Om, mohon tunjukkanlah kepada saya jalan keluar untuk masalah saya ini.”

“Berjalanlah di jalan yang lurus.”

“Baik Om... saya harus setia di jalan kebenaran ya... terus Om? Saya harus apa lagi?”

“Setelah lurus, di sana ada pintu, keluar aja lewat situ.”






Yang Terindah

“Om, apa yang terindah di dalam hidup ini?”

“Jika kamu udah nggak banyak nanya lagi, Dul.” 






Salah Kostum

“Om, orang kalau saya kasih nasihat, tidak ada yang percaya sama saya. Saya malah diketawain... Padahal yang saya katakan ke mereka ilmunya semua dari Om.

Kenapa ya Om?”

(Setelah melihat Si Dul dari atas ke bawah...)

“Kamu salah kostum sih, Dul…!”





Hilang?

“Om,... mohon petuah Om untuk saya dalam mencari rizki.”

“Hilangkah rizkimu, Dul?”





Bahagia

“Om, saya ingin bahagia!

Bagaimana caranya?”

“Hapus kata ‘ingin’ dari kalimatmu tadi.

Coba ucapkan lagi, Dul!”

“Om, saya bahagia!”

“Alhamdulillaaaaaaahhh....!
Udah tau caranya kan Dul?”

“………….”






Masakan Istimewa

(Suatu hari si Dul melihat si Om sedang bersih-bersih rumah. Dul pun otomatis membantu.

Seluruh bagian rumah tak satu sudut pun terlewati. Setelah di dalam, halaman luar pun dibersihkan. 2 jam berlalu.

Setelahnya dilanjutkan 1 jam lagi dengan menyapu, dan mengepel lantai. Selesai semua, si Om meletakkan taplak meja baru yang bersih di atas meja makan. Kemudian ia ke dapur dan memasak selama 30 menit.)

“Hmmm.... masak sesuatu yang istimewa tampaknya ya hari ini, Om?”

“Oh... tentu saja, Dul...! Sangat istimewa!”

“Om... Masaknya hanya 30 menit, tapi bersih-bersih rumahnya 3 jam...”

“Oh.. tidak, Dul... masakan ini perlu 3 jam 30 menit untuk mempersiapkannya untuk bisa menjadi istimewa seperti ini!”

“Jadi... seluruh kegiatan kita tadi bersih-bersih dari ujung ke ujung hanya untuk semangkuk kecil masakan 30 menit ini, Om??!”

“Betul, Dul…”






Alam Semesta

(Sambungan dari percakapan sebelumnya mengenai masakan 3 jam 30 menit.

Si Om dan si Dul ngobrol sambil menikmati masakan istimewa buatan si Om.)

“Om... saya kemarin nonton TV acara pengetahuan, katanya alam semesta kita ini sangat luas ya... ada milyaran galaksi... dan ada milyaran planet dalam setiap galaksi.... luaaaassss banget, Om! 
Tidak ada ujungnya!”

“Ya memang begitu... terus kenapa, Dul?”

“Lah... tapi planet bumi tempatnya manusia ini cuman kecil banget dibanding alam semestanya.... kenapa begitu ya Om?”

“Hmm... ya kira-kira miriplah dengan masakan sederhana yang sedang kita makan ini, Dul.

Perlu 3 jam untuk yang hanya 30 menit.”

“................... oh ............ oooooohhhhh………”





Buah Kegemaran

“Dul, di dalam kepalan tangan saya ini ada buah kegemaranmu. Kamu tau?”

“Hah...?! Buah apaan ya?

Kegemaran saya kan durian... nggak mungkin di dalam genggaman tangan kecil gitu...”

(Si Om membuka kepalan tangannya.)

“Betul...! Nih, Dul...”

“Ah... si Om... ini sih biji durian...!”

“Iya betul... tinggal kamu tanam aja kan...
Antara kamu dan bahagiamu adalah kesabaran dan ketekunan.”






Ingin Seperti...

“Om, saya ingin seperti batu. Kuat!”

“Batu kalah dengan air, Dul... batu kena air bisa erosi dan pecah.“

“Oh kalau gitu saya mau jadi air, Om!”

“Air kalah dengan api. Dipanasi, air menguap.”

“Oh kalau gitu saya ingin jadi seperti api!”

“Api kalah dengan udara, Dul. Ditiup mati.

Udara juga mengalahkan air... angin meniup dan mengendalikan air sesukanya.

Angin juga mengalahkan batu dengan erosi.”

“Wah kalau gitu saya mau jadi udara aja Om! Paling kuat dari segalanya!”

“Kalu gitu kamu juga harus bisa ringan tanpa beban dan bebas seperti udara, Dul...”


--------------------

Mengapa udara yang ringan, lembut, halus, dan tampak remeh justru lebih kuat dari batu yang keras dan berat?

Begitulah bagaimana Tuhan menciptakan alam ini. Sekilas kok tidak logis?
Kekuatan besar justru ada di sesuatu yang bersifat holistik, bukan dari yang spesifik.

Di bumi ini, udara meliput semuanya. Tiada satupun yang eksis di luar cakupan udara. Tentunya sesuatu yang “meliputi” berenergi lebih besar dari sesuatu yang “diliputi”.

Maka, rubahlah cara pandangmu dan berpikirmu menjadi holistik, ketimbang spesifik. Karena dari yang holistik hadir energi yang sangat besar.

Pelajaran spiritual adalah melatih manusia untuk bersikap holistik, dan meliput yang spesifik.

Semakin tinggi ilmumu, semakin luas / menyeluruh cara pandangmu.
Tuhan bersifat holistik. 






Makhluk Halus

Dul, saya mau belajar meditasi. Ajarin dong.

“Untuk apa, Jon?"

"Saya mau mengaktifkan mata ketiga saya supaya saya bisa lihat makhluk halus, Dul.”

“Ah... nggak usah meditasi, Jon! Nih cermin... Lihat aja sendiri!”






Yakin

"Om, apakah Om meyakini adanya Tuhan?”

"Ya tentu, Dul."

"Lalu apa yang Om lakukan jika meyakini adanya Tuhan?”

"Saya berhenti berdoa, memohon, meratap dan meminta-minta. Saya hanya merasakanNya. Begitu, Dul.”






Tuhan Maha Usil

(Suatu pagi tampak si Dul sedang ngejar-ngejar ayam sampai ayam-ayam si Om lari tunggang-langgang.
Si Om senewen melihatnya...)

“Duuuul...! Kasihan dong ayam-ayam itu kamu uberin gitu...!!! Stress ntar mereka!”

(Si Dul pun berhenti dan cengengesan sambil berjalan menghampiri tempat si Om yang duduk di teras rumah.)

“Kamu tau Dul... Tuhan itu Maha....”

(Kalimat si Om dipotong oleh Dul...)

“Maha penyayang kan Om... Dia ciptakan ayam-ayam itu untuk kita... untuk menghibur kita sekaligus bisa buat kita nikmati telurnya.”

“Tuhan itu Maha Usil!
Karena Dia kamu ada, Dul!”






Analogi Ketuhanan si Dul

Si Dul menjelaskan kepada kawan-kawannya bahwa hidup kita di dunia ini adalah untuk menjalin hubungan baik dengan sesamamu, dengan berlandaskan kejujuran dan keterbukaan hati.

Suatu hari kita menemukan pasangan. Setelah lama menjalin tali kasih, memutuskan untuk menikah. Dualitas itu menyatu meleburkan sisi berbeda dalam keseimbangan kemanunggalan.

Dari situ lahirlah suatu yang baru dari kita. 

Begitu pula-lah hubungan kita dengan Tuhan.






Kulit Jeruk

(Tampak si Dul dan si Jono tengah berdebat dan rebutan buah jeruk)

“Saya ambil yang ini ya Jon, jeruk ini kulitnya kuning dan ranum. Kamu jangan ambil yang ini ya!”

“Eh bagusan yang ini, Dul, kulitnya lebih licin! Buat saya yang ini aja! Kamu juga jangan ambil ya!”

(Sudah lama mereka begitu bikin si Om gerah)

“Woi bocah! Kapan kalian selesai ngeributin kulitnya dan mulai menikmati isinya?!”






Rasanya atau Kulitnya?

(Suatu pagi di pasar)

“Om, buah jeruk itu rasanya gimana ya?”

“Manis.”

“Kalau mangga yang itu... yang warnanya hijau kekuningan itu, Om?”

“Manis.”

“Wah ada nanas juga, Om.... hmm... rasanya gimana ya?”

“Manis.”

“Si Om... semua dibilang manis.... padahal kan mereka buah yang berbeda...”

“Beli aja semuanya Dul... ntar saya kupasin. Kamu makan kulitnya. Saya isinya.”






Untuk Apa?

“Om, untuk apa sih manusia diciptakan?”

“Untuk mempertanyakan pertanyaan yang barusan kamu tanyakan itu, Dul!”

“Lah si Om.... kok malah diputer pertanyaannya....
Gini deh saya tanya lagi... Kenapa manusia harus bertanya pertanyaan itu, Om?”

“Kalo nggak nanya itu, untuk apa manusia diciptakan, Dul?!”






Rahasia

(Si Om hobi menulis dan tulisannya banyak disadur dan dipetik orang. Si Dul pun ingin tahu.)

“Om, apa sih rahasianya om bisa menulis begitu?”

“Ah Dul... kalau itu rahasia ya nggak akan saya tulis.”




Ciri-Ciri

“Om, apa ciri-cirinya mereka percaya pada Tuhan?”

“Mereka hidup penuh rasa syukur, Dul.”

“Lho... bukannya mereka yang selalu berdoa kepada Tuhan, Om?”

“Mereka masih ragu akan kebenaran Tuhan.”

“Jadi, kita tidak perlu berdoa, Om?”

“Oh... berdoa sih silakan aja... tidak salah, Dul... sampai mereka sadar bahwa tidak semua yang mereka harap itu terkabul.... lalu mereka memahami bahwa semuanya sudah sempurna.”






Surat Berantai

“Dul, saya barusan menulis 2 pucuk surat berantai. Yang satu berisi berita baik, yang satunya lagi berita buruk. Apa yang akan kamu lakukan; apakah kamu teruskan yang berita baik atau yang buruk ke orang lain?”

(Dul membaca kedua surat itu cukup lama sambil mempertimbangkan mana surat yang harus dia teruskan ke orang lain.)

“Hmm.... Hmmm...”

(Kemudian si Dul mengambil pena dan menambahkan ucapan terima kasih di atas surat yang berisi berita baik.)

“Saya akan meneruskan kedua surat ini kepada orang lain, Om.”

(Si Om tersenyum bangga.)

“Bagus, Dul.”

(Sebulan kemudian, di sebuah kampung yang jauh, seorang anak sedang membaca surat berisi berita baik yang sudah sangat penuh dengan tambahan tulisan ucapan terima kasih, syukur, bahkan gambar-gambar lucu warna-warnai. Surat itu menjadi sangat tebal karena penambahan lembar-lembar berisi ucapan terima kasih dari ribuan orang yang tidak cukup bila hanya di satu lembar saja.

Bahkan tersisip pula kisah-kisah inspiratif dan testimonial mengharukan serta foto-foto wajah pembaca yang tersenyum ceria.

Surat selembar itu sudah berubah menjadi sebuah buku diary kolektif yang tebal dan lusuh karena sudah dibaca berulang ribuan kali, membuat pembacanya menangis haru, rindu, bahagia, dan syukur.

Sedangkan di dalam amplop surat berita buruk, hanya tampak selembar surat aslinya, hampir tak tersentuh, tanpa ada tambahan coretan apa pun. Bahkan saya pun tidak perlu menambahkan apa-apa lagi karena hanya akan memperkuat atensi terhadap yang negatif.)





Hadiah

“Dul, jika kamu membeli hadiah dan kamu berikan untuk seseorang tetapi orang itu tidak mau menerimanya, jadi milik siapakah hadiah itu?”

“Tentu menjadi milik saya, Om... kan saya yang beli. Jadi hadiah itu ya kembali ke saya.”

“Betul, Dul...
Nah, jika kamu marah pada seseorang, tetapi orang yang kamu marahi itu tidak merasa tersakiti, malah membalasmu dengan kebaikan, maka jadi milik siapkah marahmu itu?”

“Hmmm.... jadi kembali ke saya, Om....”

“Ya, Dul...

Rasa marahmu itu hanya akan kembali padamu dan menyakiti dirimu sendiri.

Balaslah rasa marah orang lain dengan kasih sayang.”

--------------------
Terinspirasi dari kisah Buddha.





Hanya Bagi yang Berpikir

"Om, mengapa sih kalau saya bertanya, Om malah bertanya balik ke saya dan saya jadi harus mikir keras?"

"Dul... Jawaban atas persoalan hidupmu hanya datang padamu bila kamu mau berpikir.
Inilah sebabnya jika dirimu bertanya pada saya, saya akan selalu mengajakmu untuk berpikir.

Pertanyaanmu akan selalu saya jawab dengan pertanyaan lagi. Agar kamu dipaksa berpikir dan sungguh-sungguh menjawabnya. Bila tidak begitu, maka kamu tidak akan mendapatkan pelajaran apa-apa dan persoalanmu pun tidak akan dapat diselesaikan.

Kalau kamu hanya selalu membeli nasi goreng, kamu tidak akan pernah bisa memasak nasi goreng sendiri.
Tidak ada Healing. Yang ada hanyalah SELF-HEALING."







~ Erianto Rachman ~


Tidak ada komentar: