Selasa, 24 Juli 2018

A Sufi's Diaries: Book 16




Kumpulan kisah-kisah dan kutipan spiritual dari seorang Sufi, jilid ke-16.




Diary 112
Pohon Mangga


Adalah sebatang pohon mangga yang tumbuh di sebuah padang. Pohon itu sangat besar dan banyak buahnya. Buahnya manis dan besar-besar.

Sangat banyak orang yang mendatanginya untuk menunggu dan memetik buah-buahnya.
Mereka tidak pernah tau bagaimana pohon itu dalam proses pertumbuhannya, sejak awal hingga sekarang.

Suatu hari datanglah seekor burung kutilang, hinggap di dahannya. Dia bertanya,
"Wahai pohon mangga, mengapa tidak kau ceritakan pengalamanmu kepada mereka yang setiap hari mengambil buahmu?
Dan mengapa tidak kau berikan syarat kepada mereka sebelum mengambil buahmu agar mereka menghargai perjuangan hidupmu?"

Pohon mangga menjawab,
"Apa yang mereka perbuat padaku tidak relevan bagiku.
Aku adalah pohon mangga, maka aku berbuah mangga. Mereka tidak perlu kubuat paham akan hal ini. Kepahaman ini hanyalah untukku semata.”






Diary 113
Abstraction
Pemisahan


Para pelaku spiritual yang dilandasi kepahaman akan kehakikian, akan masuk ke dalam proses yang disebut "Abstraction" atau dalam bahasa Indonesianya, "Pemisahan".

Bagaimanakah kejadiannya?
Kepahaman yang dicapai olehnya mengkukuhkan keyakinannya akan kebenaran yang hakiki. Kebenaran mutlak, dan tidak ada kebenaran lainnya.

Dia telah menemukan yang esensial, dan berpegang teguh hanya pada yang esensial itu. Sedangkan atribut, tanggal, lepas, tidak relevan lagi.

Tirai, kelambu, tersingkap. Pandangannya bersih jernih, luas tanpa batas. Batasan antara dunia dan spiritual menjadi sangat jelas terlihat.

Ia pun menjadi semakin ringan. Yang dulunya tampak nyata menjadi kabur berkabut, bagai mimpi. Sedangkan yang dulu tampak tidak nyata menjadi sangat jelas dan sangat nyata baginya. Lepas. Merdeka.

Inilah Abstraction / Pemisahan.

Ia telah lepas landas.
Ia telah berubah dari ulat menjadi kupu-kupu yang tidak perlu lagi berpijak ke tanah.
Kemudian ia ucapkan salam perpisahannya, untuk mengarungi petualangan baru; Revelation. 








Diary 114:
Manusia Besi 


Manusia seperti besi panas cair yang dituang ke dalam wadah-wadah beraneka bentuk. Ada yang dituang ke dalam wadah kubus, silinder, balok, bola, dll...

Kemudian besi cair itu mengering, beku mengikuti bentuk wadahnya masing-masing. Kaku, tidak mungkin berubah ke bentuk lainnya.

Besi beku dengan bentuk sama saling berkumpul. Yang kubus berkumpul dengan sesama kubus. Bola berkumpul sesama bola. Dan seterusnya. Mereka berkelompok-kelompok dan menciptakan aturan yang hanya cocok diterapkan untuk masing-masing kelompok.

Bila kubus dipertemukan dengan bola, mereka tidak cocok dan tidak bisa saling menerima. Yang kubus membenci bola yang kaku karena hanya punya satu sisi saja. Sedangan yang bola membenci kubus karena bersudut tajam yang menyakitkan.

Mereka semakin menjauhi satu sama lain. Mereka sangat berhati-hati dan saling curiga. Sampai kemudian saling menyalahkan dan kerap berselisih, bahkan perang.

Sesungguhnya mereka adalah besi yang sama. Secara esensial tidak ada yang berbeda. Sesungguhnya manusia adalah makhluk yang sama di mana pun mereka berada di muka bumi ini. Yang membuat mereka berbeda adalah wadah mereka; yaitu ras, warna kulit, tempat dimana mereka tinggal, kondisi alam, bahasa, adat istiadat, kultur, ideologi, agama serta dogma.

Bagaimana mereka bisa akur dan saling menerima satu sama lainnya? Besi harus dipanaskan hingga cair kembali. Sebuah peristiwa yang sangat menyakitkan tentunya.

Dengan mengenali yang esensial di dalam diri, manusia akan memahami bahwa mereka adalah manusia yang sama. Tidak ada perbedaan yang perlu dipandang tinggi atau rendah. Sehingga seharusnya mereka dapat saling menerima kondisi masing-masing, saling mencintai dan mengasihi.

Namun, seperti besi yang harus dipanaskan agar mencair, memahami yang esensial juga memerlukan proses yang menyakitkan. Banyak dari manusia yang tidak mau melakukannya karena banyak yang harus ditanggalkan dalam kondisi cair itu.

Dalam kondisi cair, mereka hanya melihat yang esensial. Yang tidak esensial tidak lagi relevan; seperti ras, warna kulit, tempat dimana mereka tinggal, kondisi alam, bahasa, adat istiadat, kultur, ideologi, agama dan dogma.

Dalam kondisi cair, mereka fleksibel dalam pandangan dan sikap mereka atas segala sesuatu. Dalam kondisi ini pula, mulai tampaklah sesuatu yang lebih besar dan agung dari mereka semua - sesuatu ini yang tadinya dianggap berbeda adalah Satu yang sama sejak awalnya. 


Wahai manusia, 
Walaupun sakit prosesnya, mencairlah. 
Temukan jati dirimu. 
Di tingkat esensial hanya ada cinta dan kasih. 
Dan di balik setiap hal di alam ini adalah Kerinduan-Nya. 
Tuhan hanya dapat dirasakan dalam kondisi cairmu.






Diary 115:
Selayak Hati dan Ucapan



Saya arahkan TV ke saluran salah satu TV swasta guna menanti dikumandangkannya adzan Maghrib. Tampak seorang tokoh bergelar Profesor Doktor dst... mengucapkan pesan singkat pengantar berbuka puasa.

Ia mengenakan kemeja berwarna hijau polos, dengan sikap yang kaku duduk di atas sofa. Tampak biasa saja. Selalunya TV saya set dalam kondisi mute. Tapi kali ini saya mengeraskan volume untuk mendengarkan apa yang diucapkannya.

Wajahnya yang tanpa ekspresi, mudah ditebak bahwa ia sedang membaca teks di hadapannya, yang tentunya menjadikan ucapaannya hambar pula terdengar. Tidak ada yang menggairahkan untuk dapat diambil petikan pesan ilmu atau manfaat.

Setiap kali ia mengucapkan suatu kalimat yang menceritakan kisah sejarah tokoh masa lalu, saya bergumam, "Apakah benar begitu? Dari mana kau tahu sedangkan kau hanya membaca teks yang belum tentu kau pahami sendiri?"

Tidak ada energi yang terpancarkan dari ucapannya. Tidak pun hati ini tergugah untuk lanjut mendengarkannya.

Anak saya memandang ke arah saya dengan heran. Saya menyadari pandangan itu, lalu saya katakan padanya, "Nak, kamu masih muda, tuntutlah ilmu yang banyak, jadikanlah hidupmu pengalaman yang berharga untukmu. Lalu bila kau sudah seusia dia, ceritakanlah pengalamanmu sendiri dengan sepenuh hatimu."

Tentu anak saya yang masih berusia remaja itu tidak memahami sepenuhnya apa yang saya ucapkan padanya. Namun suatu saat kelak dia akan paham bahwa 1 kisah pengalaman nyata yang dialami sendiri jauh lebih berharga dari 1000 kisah yang didengar dari orang lain.

Atau, betapa pun sederhananya suatu kisah, bila kisah itu dialami sendiri, ia 1000 kali lebih baik dan lebih bermafaat ketimbang kisah tangan kedua yang tidak dialami sendiri.

Lalu TV saya mute kembali, dan saya beranjak dari sofa tempat duduk saya, memakai headphones, mendengarkan musik merdu yang membelai hati, mengambil buku dan melanjutkan membacanya.








Diary 116:
Buah Manis dari Sahabat



Saya meditasi sejak tahun 1999. Banyak proses yang sudah saya alami yang mendewasakan saya. Elus batin, belaian hati, luka, pedih, bahagia dan taubah menyertai hari-hari.

Saya sangat bersyukur atas apa yang sudah saya lalui. Petikan buah pahit dan manis terasa sama dan saling mengimbangi. Tidak pernah satu kali pun saya bertanya, "lalu apa yang akan saya dapatkan?"

Kemarin, saya mengalami kerinduan yang luar biasa. Di dalam meditasi siang itu, beberapa wajah lewat di depan saya. Saya bergumam sendiri, "oh... kalian... kerinduan ini datang melalui kalian."

Saya sadarkan diri dari kondisi meditasi saya, mengambil handphone, dan mulai mengirimkan pesan-pesan singkat kepada mereka yang barusan wajah-wajahnya berkelebatan. Saya ucapkan salam dan menanyakan kabar mereka.

Satu per satu mereka membalas pesan-pesan saya. Kami pun chatting beberapa menit. Sungguh pengobat kerinduan. Bagai menerima belaian tangan halus di pipi yang basah ini.

Salah satu dari mereka adalah sahabat saya dari India yang pernah beberapa kali saya singgung di blog saya. Kami tidak hanya berbalas pesan, tapi juga mengobrol via voice call.

Dia mengatakan pada saya bahwa ia memang ingin sekali berbicara pada saya. Tidak kebetulan saya menyambut rasa rindu itu dengan mengirimkan pesan dan menelponnya hari itu.

Dia bercerita, ia sedang berguru dengan guru spiritual yang mempelajari mengenai aura - yaitu cahaya tak tampak yang memancar dari tubuh manusia. Dan entah mengapa sahabat saya menunjukkan foto saya kepada si guru. Lalu guru itu berkata, "Ajaklah dia ke sini, bertemu kita."

Ia mengatakan ada sesuatu pada saya yang membuatnya ingin bertemu. Saya tidak akan menceritakannya di sini secara detail apa yang diceritakan sahabat saya itu. Karena seperti yang saya nyatakan di atas, bahwa tidak pernah sekali pun saya mempertanyakan apa yang akan saya dapatkan di dalam perjalanan ini.

Tetapi harus saya akui, apa yang saya dengar darinya membuat saya mengelus dada kebahagiaan, rasa syukur tak terlukiskan. 19 tahun lamanya, tidak dinanti tetapi datang.

Seketika itu pula, saya didatangkan penglihatan diri saya yang sedang berdiri bersama sahabat saya, lengkap dengan pakaian khas, di sana, bertemu si guru, di sebuah tempat suci.

Sudah terjadi.

Saya pun mengucapkan terima kasih padanya. 

Sahabat tercinta, terima kasih untuk buah manis ini.


Namaste.
Shanti... shanti... shanti…








Diary 117:
Remah Untukku



Saya sangat suka pie. Terutama pie buah dan pie apple. Hmm... mulut jadi basah dengan membayangkannya saja. Apa pun makannya, penutup terbaik adalah pie!
Bahkan saya bisa melewati makan siang asal ada pie.

Apakah kau juga suka pie?
Ini ada pie untukmu. Habiskanlah.
Asalkan kau berbahagia di sini bersamaku.
Untukku cukup remahnya saja.

100 judul saya tulis.
100 catatan saya bagikan.
3 buku percakapan saya udarakan.
Apakah kau menikmatinya?
Terimalah, semua itu untukmu. Demi kebahagiaanmu bersamaku di sini.
Untukku cukup remahnya saja.

Saya kemas baju ke dalam tas. Saya berangkat menemuimu. Dimanapun kau berada. Asalkan kau berbahagia bersamaku.
Terimalah kebersamaan ini.
Untukku cukup remahnya saja.

Akan kubawa pulang remah sisa darimu.
Sebagai kenang-kenanganku yang menikmati kebahagiaan bersamamu.

Yang kusuka adalah untukmu.
Semua karyaku semata untukmu.
Musikku adalah untuk menemanimu.
Keberadaanku adalah untuk bersamamu.
Semua ini adalah untuk kebahagiaanmu.
Cintaku adalah untukmu.

Untukku, cukup remahnya saja.







Diary 118:
Pride


Pride adalah kebanggan, ego, sesuatu yang kau pegang kuat selama hidupmu, yang kau anggap sebagai identitas dirimu yang harus kau pertahankan dan tunjukkan kepada dunia.

Tahukah kau bahwa PRIDE adalah pintu gerbang yang membatasi antara dirimu dan kebenaran hakiki?

PRIDE bagaikan filter yang menyaring kebenaran hakiki darimu. Jika filter itu banyak lapisannya sehingga terlalu kuat, maka kebenaran hakiki tidak mungkin sampai kepadamu.

Kemudian kau belajar dalam agamamu dan menemukan pernyataan bahwa Tuhan akan memberikan ujian kepada manusia sesuai kadar kemampuan masing-masing. Sesungguhnya ujian apakah yang dimaksudkan?

Kau pun menekuni agamamu dengan lebih kuat. Di sana ada kata; ikhlas, tawakal, taubah, tetapi mungkin sebagian tidak kau pahami maknanya dalam kehidupanmu, apalagi kaitannya dengan ujian hidup.

Lalu suatu ketika, kau mengalami suatu peristiwa besar, masalah yang membuatmu jatuh, sakit, stress, depresi, hina, putus asa - yang satu-satunya mencegahmu untuk menemukan solusi untuk masalahmu adalah PRIDE-mu sendiri.

Itulah ujian yang dimaksud. Ujian itu adalah untuk PRIDE-mu.

dan satu-satunya jalan untuk menyelesaikan masalahmu adalah dengan membuang PRIDE-mu itu.

PRIDE yang sudah kau bangun bertahun-tahun selama masa karirmu, yang kau jadikan identitas dirimu, harus kau bakar habis. Kau menolaknya, karena apa kata orang nanti? Apa yang harus kau jelaskan kepada orang tuamu, saudara dan teman-temanmu? Apa yang harus kau katakan kepada istri, suami, dan anak-anak?

Pernah mendengar kisah mengenai titian rambut dibelah tujuh? Kapankah terjadinya? Setelah kau mati?

Tidak! Titian itu terjadi sekarang. Beban berat yang kau pikul - yaitu PRIDE-mu akan menjatuhkanmu dari titian sempit itu.

Satu-satunya cara adalah dengan membuang PRIDE itu. Inilah ujian terberatmu. Apa yang sudah kau bangun sepanjang usiamu ternyata hanya menjadi beban terbesarmu.

Sudah tidak ada jalan lain. Kau pun membuang PRIDE-mu.

Syarat untuk berjalan di atas titian rambut itu adalah Tanpa Syarat. Kau harus seringan bulu, Tanpa beban. Inilah makna Tawakal yang sering kau dengar. Baru inilah kau memahaminya dengan baik, setelah kau mengalaminya sendiri.

Kau mulai menyadari bahwa apa pun yang kau hasilkan di hidup ini, tidaklah boleh menjadi bebanmu. Kau tidak bisa lagi memikul PRIDE. Bahkan PRIDE tidak diperlukan lagi. Identitas tidak ada artinya lagi. Apa yang kau raih di dunia sesungguhnya bukan milikmu. Dan kini kau memahami apa yang kau dengar sebagai Ikhlas.

Jatuhnya PRIDE / EGO adalah peristiwa yang menyakitkan.

Kau mendapat kecaman, hinaan, amukan, teriakan, caci-makian dari semua orang di sekelilingmu, tak terkecuali keluargamu sendiri. Harta-bendamu semua habis, teman-temanmu pergi. Bahkan tidak jarang keluargamu pun meninggalkanmu. Namamu yang harum menjadi sangat kotor bagi mereka.

Semua itu adalah FILTER-mu.

Dengan terkikisnya semua filter-filter itu, dirimu menjadi sangat ringan. Logikamu sudah mengkhianatimu. Kau tidak lagi bisa mengandalkan logika itu. Kini kau harus menggunakan hatimu. Inilah yang dinamakan TAUBAH.

Sekarang kau memahaminya.

Kau tidak sedang dijatuhkan, tetapi kau sedang DIBERSIHKAN. Semua yang tidak relevan untuk berada di titian rambut belah-tujuh ini, dijauhkan darimu. Semua itu tidak ada lagi relevansinya terhadapmu.

Kau tidak butuh Filter itu lagi. Sekarang kau melihat dunia seadanya, selayaknya, tanpa batasan. tanpa saringan, tanpa filter. Pandanganmu Bebas.

Kau telah kembali ke asalmu, yaitu manusia Merdeka.
Kau telah terlahir kembali. Bersyukurlah.
Berjalan dengan ringannya di dunia ini.
Apa yang kau raih di dalam kehidupanmu, bukanlah milikmu.

Bantulah sesamamu. Kasihilah mereka yang memerlukan kasihmu.








Diary 119:
Feminine & Masculine



Di setiap manusia ada dualisme kualitas, yaitu Masculine dan Feminine.
Saya tidak sedang membicarakan gender laki-laki atau perempuan.

Masculine adalah kualitas yang berurusan dengan logika, sejarah, science, rasionalisme, realita dan aturan serta dogma

Feminine adalah kualitas yang berurusan dengan Kehidupan non-fisik yang kekal, waktu, ritual, magis, kesadaran-lain (altered-state), dan seni.

Di zaman sekarang ini kualitas masculine lebih dominan. Baik itu di laki-laki maupun di perempuan.

Pencarian / pembelajaran / peningkatan spiritual pada manusia adalah proses menuju keseimbangan dualitas kualitas feminine dan masculine itu.

Oleh karena kondisi manusia saat ini masculine sangat dominan, maka perjalanan spiritualias adalah membangkitkan yang feminine sehingga dapat sejajar dengan masculine.

Spiritualitas adalah Kepahaman. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat kepahaman seseorang, semakin besar pula kualitas Feminine yang akan tampil di orang tersebut. Cara berpikirnya akan berubah; yang dulunya sangat logis, rasional, dan dogmatis, berangsur-angsur mulai melibatkan alternatif, mistis, seni, keabadian. Dan sikapnya menjadi lebih sensitif, serta memberi kesempatan kepada rasa, selain logika dalam mengkaji kejadian di depannya.

Semakin tinggi kepahamannya, dualitas Feminine dan Masculine itu semakin melebur dan mendekati kesatuan / singularitas. Dan sebuah ranah tingkatan kesadaran baru terbuka baginya. Dimana ia akan memandang alam secara utuh, menerima dualitas baik-buruk, dan menerima segala sesuatu apa adanya.

Ia akan lebih menghargai diam dan kesunyian ketimbang hiruk pikuk.

Ia akan lebih menghargai kesederhanaan ketimbang kemegahan.

Ia akan lebih menerima ketimbang memilih atau menghakimi.

Ia akan lebih menghargai yang sejati ketimbang yang semu.

Ia akan lebih melihat ke dalam ketimbang ke luar.

Perubahan ini terjadi alamiah seiring waktu. Bukan sesuatu yang bsa berubah dalam satu malam. Bukan sesuatu yang diprogram atau dipaksakan dengan pelatihan khusus.

Kualitas feminine-mu akan bangkit dari dalam, bukan dibangkitkan.

Perubahan ini dilandasi Kepahaman.








Diary 120:
Tuhan Yang Terpenjara 



Wahai manusia yang tidur,
Mengapa kau membatasi sesuatu yang tidak akan mungkin bisa kau batasi?
Mengapa kau penjara Dia dengan nama yang kau sematkan?
Mengapa kau kurung Dia dengan keterbatasan daya pikirmu?
Mengapa kau belenggu Dia dengan permohonan dan harapanmu?
Mengapa kau cegah Dia berbicara denganmu?
Mengapa kau larang Dia dikenal oleh sesamamu di luar kelompokmu?
Mengapa kau benci dan hukum orang lain yang memberikan-Nya nama yang berbeda darimu?

Sepanjang hidupmu, kau telah membatasi Tuhan yang sesungguhnya tak berbatas. Kau katakan Dia hanya layak bagi kelompokmu. Kau berseru bahwa Dia hanya bisa didekati hanya dengan cara-caramu - aturan yang hanya berlaku di dalam kelompokmu.

Tahukah kamu bahwa Dia itu tak bernama, karena Dia terlalu besar untuk dinamai?

Tahukah kamu bahwa Cinta Kasih-Nya tak sebatas hanya untuk kelompokmu?

Tahukah kamu bahwa aturan-aturan yang kau anggap paling benar itu tidak relevan bagi-Nya?

Tuhan adalah Maha Keberlimpahan dalam segala hal. Tiada seorang manusia pun yang dapat menampung keberlimpahan Tuhan itu. Tiada seorang manusia pun mampu mencegahnya, atau membatasinya.

Sekuat apa pun kau berusaha menampungnya, daya tampungmu akan segera penuh, pecah, dan tumpah-ruah mengenai semua makhluk di dunia ini tanpa terkecuali.

Kau akan tenggelam dalam Cinta dan Kasih-Nya tanpa sempat mengatakan sepatah kata pun.

Dia adalah yang Tak Bernama, tetapi Kau batasi Dia dengan Penamaanmu dan kecilnya daya nalarmu.

Dia adalah yang Maha Bebas, tetapi Kau penjara Dia dengan segala aturanmu dan keinginanmu.

Dia adalah yang Maha Berkelimpahan, tetapi kau kurung Dia dengan harapan dan kemauan egomu yang sangat kecil.

Bebaskanlah Dia dari belenggu persepsimu terhadap-Nya.
Bebaskanlah Dia dari segala keingingan dan harapanmu.
Bebaskanlah Dia dari semua aturan-aturanmu.
Bebaskan Dia darimu.

Biarkan DIA menenggelamkanmu dalam Rahmat-Nya yang Tak berbatas. Biarlah DIA mematikanmu sebelum matimu, tak berkutik, tenggelam, mengalir, hanyut, bersama-Nya.

Wahai manusia, Bangunlah!
Bebaslah bersama-Nya.

Hanya dengan Kebebasan hakiki, kau akan dapat memahami-Nya.









Diary 121:
Tuhan Bisu, Manusia Tuli



Sebagian orang merasa doa mereka tidak pernah dijawab atau dikabulkan oleh Tuhan. Ada yang berprasangka baik terhadap Tuhan, mereka terus berdoa untuk apa yang diinginkan, tanpa henti setiap hari. Sebagian lain ada yang merasa jenuh dan menyudahi doanya.

Kondisi kelompok mana yang lebih baik menurut anda?

Sebagian orang pasti akan menjawab kondisi pertama, yaitu mereka yang terus melanjutkan doa mereka.

Tetapi saya lebih menaruh perhatian pada kelompok kedua; mereka yang berhenti berdoa.

Mengapa?

Mereka yang berhenti berdoa, awalnya merasa apa pun yang mereka kerjakan sia-sia, doa mereka sia-sia. Kemudian mereka menyalahkan Tuhan karena tidak mendengarkan mereka, atau Tuhan itu mendengarkan tetapi bisu untuk bisa menjawab rintihan dan keluhan mereka.

Sikap negatif mereka ini kemudian berkelanjutan, dan hidup mereka pun dipenuhi energi negatif. Energi negatif itu terpancar ke luar, ke kehidupan mereka. Banyak orang menjauh. Usaha perlahan mulai ditinggal pelanggan. Dan mereka pun melihat kekeringan kondisi hidup mereka. Mereka menghadap ke atas langit sambil mengangkat kepalan tinju dan berseru, "Tuhan Sialan! Tuhan Bisu!"

Sebagian kecil dari mereka yang terpuruk ini tidak ada lagi yang mereka miliki selain ego. Kondisi terpuruk berkepanjangan ini membuat ego pun harus ditinggalkan, dan kini tidak ada apa-apa lagi yang mereka dapat pertahankan. Pada akhirnya mereka melupakan harapan-harapan mereka. Tiada gunanya menaruh harapan.

Mereka merenung, kemudian memulai kembali usaha mereka tanpa harapan apa pun. Yang penting jalan saja. Nikmati saja apa yang ada.

Disadari maupun tidak, oleh karena mereka sudah menghancurkan harapan dan keinginan mereka, mereka mulai menghargai hal-hal kecil di dalam hidup ini. Ada rasa bahagia dengan hanya memakan sesuap nasi dan sepotong kecil ikan asin. Dulu mereka makan dua piring ayam bakar terasa biasa saja. Mengapa kini yang sangat sederhana ini menjadi terasa sangat nikmat? Begitu gumam mereka di dalam hati.

Mereka pun mulai merenung. Hidup mereka perlahan berubah perlahan. Kebersahajaan hidup yang apa-adanya menjadikan mereka lebih ringan dalam melangkah. Tidak ada beban yang harus dipikul. Tidak ada ego yang harus dijaga. Tidak ada penjelasan yang harus disampaikan kepada orang lain atas apa yang mereka jalani dalam hidup.

"Apa kata orang lain?" Begitulah dulu mereka selalu membentengi diri. Ego mereka menuntut untuk selalu tampil baik di depan orang lain dan berusaha keras menjaga pandangan baik orang lain terhadap mereka. Sekarang hal itu sudah tidak berlaku lagi.

Ketenangan membuat mereka mampu berpikir jernih, pandangan lebih terang, dan mulai berkreasi. Usaha pun mulai beranjak baik. Tidak bergelimangan, tetapi cukup. Yang terpenting bagi mereka adalah perasaan tenang, ringan dan bahagia dalam keseharian hidup.

Tidak ada masalah yang terlalu berat untuk dihadapi. Dan tidak ada kejadian yang terlalu kecil untuk luput dari penghargaan mereka.

Mereka yang dulunya sempat mengacungkan tinju kepada Tuhan dan menuduh Tuhan bisu karena tidak menjawab doa mereka, sekarang memahami bahwa mereka-lah sesungguhnya yang tuli. Mereka tuli karena tidak mendengar jawaban Tuhan yang hanya bisa didengar oleh HATI yang tidak lagi ditutup oleh ego.

Semenjak kejadian itu, mereka selalu dapat mendengarkan Tuhan. Tuhan selalu berbicara setiap saat ke dalam hati mereka, dari / melalui semua makhluk di alam ini.

Di suatu malam mereka menghadap langit sambil menangis haru bercampur senyum bahagia,

"Ya Tuhan... Ternyata Kau senantiasa bercakap-cakap padaku, tak henti-hentinya, hingga kadang aku berpikir Kau cerewet sekali... (ia tersenyum lebih lebar). Kau selalu bimbing aku tanpa henti, hingga tak sempat aku terpikir untuk menyanggah-Mu atau pun meragukan-Mu. Kau-lah sumber inspirasiku. Terima kasih ya Tuhan... Kau telah menyadarkanku dari tidur panjangku, dan dari Ketulianku."

Demikianlah peristiwa yang terjadi pada mereka.

Lalu bagaimana dengan kelompok pertama yang terus berdoa kepada Tuhan?

Mereka masih selalu berdoa, merintih, meminta dan memohon. Tidak ada yang berubah. Dan mereka masih tetap tuli.








Diary 122:
Manusia Minder



Manusia sudah terlalu lama diperbudak oleh persepsi.
Persepsi bahwa Tuhan itu Maha Besar -- terlalu besar untuk manusia, kita yang kecil ini. Tuhan itu sangat jauh di sana - tak terjangkau oleh manusia. Mana mungkin manusia bisa berbicara kepada Tuhan?
Mendekat saja tidak bisa, melihat apalagi... karena kita bisa terbakar habis bila dihadapannya. Lalu bagaimana bisa berbicara dengan-Nya? Tidak mungkin!

Manusia itu kecil. Kita tidak ada artinya. Kita hanya bisa berdoa, meminta, meratap dan menyembah Tuhan.

Hanya manusia yang terpilih, yatu Nabi dan Rosul saja yang diizinkan berbicara dengan Tuhan.

Di dalam kehidupan sehari-hari, juga begitu.

Manusia yang bekerja di dalam sebuah organisasi besar, terkondisikan untuk mematuhi jenjang hirarki. Orang bawah takut, sungkan, segan, minder untuk mendekat dan berbicara langsung dengan pucuk pimpinan, sang big boss.

Begitulah manusia. Manusia Minder. Ketakutan.

Padahal, setelah mereka bisa mendekati big boss dan berbicara langsung, ternyata bisa dan baik-baik saja. Setelah itu banyak pintu kemungkinan terbuka untuknya.

Begitu pula dengan kita dan Tuhan.

Berhentilah sejenak, renungkan kembali semua persepsi yang telah terlalu lama ditanamkan padamu.

Ketakutan pada Tuhan adalah yang mencegahmu untuk memahami-Nya.

Ironis bukan? Sudah berapa lama kau merasa takut pada Tuhan sehingga sebenarnya kau sedang menjauhkan diri dari-Nya? Semakin takut, semakin jauhlah kau dari-Nya.

Renungkan, mulailah belajar akan kebenaran hakiki dan jadilah manusia yang PAHAM. Dan bebicaralah langsung pada Tuhan.

Setelah kau mampu melakukannya, tidak akan ada lagi rasa takut, dan semua kemungkinan terbuka sepenuhnya untukmu.

Jangan heran bila para spiritualis, hidup mereka jauh dari rasa takut. Dan mereka bisa sukses dalam usahanya di dunia, karena mereka tidak takut pada siapa pun atau apa pun.








Diary 123:
The Captain

Sang Kapten


Kisah ini masih ada hubungannya dengan kisah di Diary sebelumnya (Diary 122: Manusia Minder).

Kira-kira di tahun 2006, sewaktu saya masih bekerja di perusahaan asing dengan menjabat sebagai Project Manager, saya selalu mendapatkan tugas yang menuntut saya untuk turun sendiri ke lapangan, berbicara dengan customer, melakukan presentasi produk, perencanaan proyek, sampai ke negosiasi.

Awalnya memang cukup berat. Pertama, customer saya banyak di negara lain, kultur tentu berbeda, kemudian banyak sekali aturan-aturan atau dalam hal ini lebih tepat saya sebut 'koridor-koridor' dari perusahana yang harus saya jaga.

Banyaknya koridor, atau batasan itu membuat ruang bicara saya menjadi terbatas dan diskusi tidak mencapai hasil tertutup (closed). Masih ada hal-hal yang open dan harus didiskusikan lebih lanjut. Tentunya akibatnya adalah menjadi terlewat moment-nya.

Saya pernah mengutarakan hal ini kepada atasan saya, dan ada satu kalimat yang dia ucapkan ke saya yang merubah cara pandang dan gerak saya. Di berkata, "You're the Captain! We follow your move!"

Sejak saat itu, saya melakukan diskusi dengan customer dengan lebih banyak mencapai hasil tertutup (closed). Saya lebih berani menentukan sendiri bagaiamana produk saya harus dijual dan bagaimana harus diimplementasikan. Jika ada hal tertentu yang memerlukan eskalasi, saya bisa melakukannya on-the-spot dan dapat di-close saat itu juga.

Apa pun yang saya putuskan dan komitmen apa pun yang saya buat, seluruh perusahaan pasti akan mendukung saya.

Inti dari semua ini adalah sebentuk pembelajaran untuk saya dimana kita tidak boleh memandang rendah diri ini dan takut akan aturan-aturan / batasan-batasan / koridor-koridor yang ada. Semua itu bagi saya ilusi dan tidak harus dipatuhi. Karena sayalah yang berhadapan dengan customer, sehingga sayalah yang harus me-manage semuanya bersama mereka.

I am the Captain! Sayalah Kaptenya. Perusaahaan adalah kapal yang bergerak bergantung gerak dari sang Kapten.

Kita tidak bisa menanyakan arah haluan kapal kepada Juru Mesin, atau Juru Navigasi, Logistik, Koki, atau awak kapal lain. Tugas mereka adalah memberi informasi terkini mengenai kondisi kapal terkini, dan posisi kapal saat ini. Itu saja. Sedangkan arah tujuan adalah sepenuhnya di tangan Sang Kapten.

Saya sebagai Kapten harus memandang besar dan penting posisi saya, karena saya-lah wakil dari perusahaan. Saya tidak bisa membatasi diri hanya boleh berbicara di sesama level saya saja (Project Manager), tetapi saya berhak dan harus berbicara di semua level di dalam organisasi customer saya. Dari mulai Karyawan biasa sampai pimpinan perusahaan.

Filosofi ini saya bawa terus sampai sekarang. Dan saya selalu share ke teman-teman untuk tidak mengecilkan diri karena segala bentuk aturan / batasan. Dan harus membesarkan diri untuk dapat tampil dan menjadi pemberi solusi bagi orang lain.

Apa saja aturan / batasan itu di dalam hidup ini?

Adalah doktrin, dogma, kebiasaan, kultur keluarga sendiri maupuan masyarakat, dan segala bentuk tatanan hirarki sosial yang dibuat oleh manusia.

Semua itu adalah eksternal, dan tidak relevan bagimu.

Your life is your ship, your crew, your resources.
And You are The Captain!

(Hidupmu adalah kapalmu, awakmu, sumber dayamu.
Dan kau adalah Sang Kapten!)








Diary 124:
Apel Kebahagiaan


Tubuh kita menerima rangsangan dari luar melalui indera di tubuh kita. Dari indera dibawa ke otak untuk diproses.
Otak memerlukan Reference dalam mengambil kesimpulan akan apa yang di-inderanya. Sehingga, kemampuan otak merespon rangsangan dari luar bergantung kepada kekayaan Reference yang dimiliki otak.

Misal, Jika hanya dua reference rasa saja yang dimiliki otak; manis dan pahit. Bagaimana caranya otak menyimpulkan rasa buah apel yang baru saya dimakan?

Oleh karena hanya ada 2 reference, maka otak hanya akan mampu menjawab; Rasa buah apel itu manis atau pahit.

Otak tidak mampu menjawab asam, kecut, pedas, getir, atau gabungan antaranya. Karena otak tidak memiliki reference rasa-rasa lain selain manis dan pahit.

Lebih jauh lagi,

Selama ini manusia akan menggunakan ego-nya sebagai reference di otak guna memahami atau menyimpulkan suatu pengalaman dan mengambil keputusan untuk bertindak. Apakah ada reference lain selain ego?

Ada, yaitu hati.

Jadi, apakah sebaiknya manusia menggunakan hatinya saja dalam memahami dan mengambil suatu keputusan?

Boleh. Tetapi ada yang lebih baik.
Yaitu, gunakan keduanya secara bersamanaan. Ego dan Hati.

Kesadaran manusia dalam keseimbangan ego dan hati ini yang saya sebut sebagai Golden Consciousness.

Kekayaan Reference diperoleh dari Pengetahuan + Pengalaman = Kepahaman.

Jadi, apa rasa apel itu?

Setelah menggigitnya, anda mungkin akan bisa menjawabnya seperti ini;

"Apel ini rasanya manis bercampur asam, juicy, menyegarkan, membuat perasaan lapang, nyaman, dan membahagiakan."









~ Collection of Stories & Quotes ~





Manusia adalah makhluk mulia di alam, karena manusia memiliki semua sifat dualitas penciptaan. Manusia memiliki kedua kutub-kutub ekstrim; yaitu Feminine dan Masculine; baik dan buruk; benar dan salah; jin dan malaikat.

Kesadaran Emas - manusia menyadari kemuliaan ini dan mampu menyeimbangkan kedua kutub, menerima keduanya, sehingga mampu memahami sepenuhnya apa yang ada di dalam diri dan seluruh alam.

Alam semesta adalah jagat biologis sekaligus mekanis. Waktu sebagai struktur konstruksi alam, dan kesadaran sebagai realita.

As above so below, as within so without.
Macro cosmos is micro cosmos.
All is One, One is All. ONENESS.

KNOWING is power.
Knowing the Grand Design of Reality.

We speak to the land as the land speaks to us.
We ask the birds for daily news, talk to the wind for the perfect timing.

We humm with the Earth to be in the state of purity and peace.
The Earth cures us as we cure her. We exist in perfect frequency and harmony with the ALL.


The knowledge is written in the DNA, and being passed down from the mothers.
So seek within ye, ye shall find our Knowledge from tens of thousand years ago.


Knowledge from us the Dwellers of the Land of the Mystics.


(Dhwty)





Perjalanan spiritual itu seperti berlayar mengarungi lautan luas tanpa batas, dengan perahu.

Semua orang tahu itu. Mereka sudah berada di dalam perahu mereka masing-masing, tetapi mereka membiarkan perahu mereka tetap tertambat di dermaga.

Bila saya lepaskan tali tambatan perahu mereka, mereka marah dan panik.







Duniamu dibentuk olehmu sendiri.
Bagaimana kau bersikap menentukan bagaimana alam bereaksi padamu.

Maka, berbahagia, bersyukur, positif lah, hidupmu akan merespon yang sama.

Dia adalah seorang penyanyi, bagaimana saya bisa menjadi penyanyi seperti dia?
Bernyanyilah.

Dia adalah seorang pelari, bagaimana saya bisa menjadi pelari seperti dia?
Berlarilah.

Dia adalah seorang pria / wanita terhormat. Bagaimana saya bisa menjadi pria / wanita terhormat seperti dia?
Jadilah pria / wanita terhormat.

Sesuatu yang tampak jauh, akan terasa dekat setelah kau melakukannya.
Angan-angan selamanya hanya akan menjadi angan-angan bila kau tidak melakukannya.

Begitu pula dengan Tuhan.
Tuhan akan selalu terasa jauh jika hanya kau puja dan kau sembah, sampai kau melalukan apa yang dilakukan-Nya.

Pejamkan matamu, tarik nafas dalam, dan ucapkan, “Akulah sang pengasih dan penyayang.”

I bow to God in you.
Damai... damai... damai…






Ribuan tahun manusia dikendalikan oleh ketakutan. Rasa takut adalah bahan utama dalam mengatur manusia. Aturan keras yang bersifat memaksa sebagai alat untuk mengukur tingkat kepatuhan umat. Yang melanggar aturan pasti dikenakan hukuman berat dan menakutkan.

Kalau saja mereka paham, CINTA jauh lebih kuat ketimbang rasa takut.

"Bentuk aturan seperti apa yang didasari cinta?"

"Tidak ada."

"Lalu bagaimana mengatur umat tanpa aturan?"

"Tidak perlu diatur."

"Bagaimana bisa begitu???"

"Nah... manusia seperti kamulah - yang meragukan cinta - yang selalu akan menggunakan ketakutan sebagai alat pengendali sesamamu!"

Jadilah manusia yang PAHAM!








Seorang ibu berkata kepada anak perempuannya yang sudah berusia 28 tahun tetapi belum menikah,

"Kamu cepatlah menikah, nak... biar tugas ibu selesai..." 

Tugas? Tugas dari siapa?
Inilah dogma yang menghancurkan...
Kasihan si ibu... udah tua kok masih tidur…





Truth is not democratic.
Kebenaran hakiki tidak demokratis.

Kebenaran hakiki bukanlah kebenaran yang didapat dari musyawarah mufakat, dari kelompok tertentu, dari warisan budaya, dari ajaran tertentu, atau pun dari agama tertentu.

Kebenaran hakiki berasal dari Tuhan.

Dan kebenaran hakiki tidak divalidasi oleh manusia; orang tua, guru, pemimpin kelompok atau agama, bukan pula oleh nabi sekalipun. Validasi kebenaran hakiki adalah langsung oleh Tuhan.







Ada sebuah buku kuno yang sangat besar, tebal dan berat, berjudul, “Kebenaran Hakiki”.

Setelah kau baca habis buku itu dan merasa tercerahkan, muncullah buku “Kebenaran Hakiki Jilid 2”.

(There is an ancient book, big, thick, and heavy, titled “The Truth”.

After you are finished reading it and feel enlightened, a new book comes out, “The Truth Part 2”.)







Kalau membaca buku, bacalah dari awal sampai akhir. Pahamilah keseluruhan ceritanya hingga kamu paham pula sang penulisnya.

Sang penulis adalah seniman agung dan arif dengan bahasa puitis, yang karyanya hanya bisa dipahami bila kamu memahami sang penulis itu sendiri.

Jangan membaca sepenggal-sepenggal, atau sekedar mendengar pendapat pembaca lain.

Kisah cinta seharusnya akan mendatangkan haru bagi pembacanya, bukan amarah atau kebencian.

Sang Penulis.





Kau menengadah ke atas merasakan tetesan dan siraman air hujan ke wajahmu yang sudah lama kau nantikan. Semakin lama semakin deras... Bahagianya tak terkatakan.

Kau bersyukur.

Tetapi kemudian banjir datang dari hadapan, membuatmu kewalahan. Kau tenggelam dalam terjangan ombak tinggi menjulang, bagai tsunami.

Ingat-ingatlah wahai pejalan spiritual.
Hujan akan datang lebih dulu. Kemudan... ombak besar!







Mengapa tidak kau ambil kesempatan itu?
Karena banyak yang kupertaruhkan jika aku gagal.

Mengapa kau ambil kesempatan itu?
Karena tidak ada yang kuharapkan.

Dimana logikanya?
Silakan direnungkan sendiri…






"Wahai manusia, ada apa datang ke hadapanku?

Apakah kau ingin memintaku mengabulkan 3 permintaanmu, seperti semua orang yang datang sebelum kamu?"

"Wahai Sang Agung, aku tidak menginginkan Kau mengabulkan 3 permintaanku."

"Jadi, apa yang kau inginkan di sini?"

"Wahai Sang Agung, izinkanlah aku duduk di sebelah-Mu, dan menyaksikan Kau mengabulkan permintaan mereka semua yang datang ke hadapan-Mu.

"Mengapa, wahai manusia?"

"Wahai Sang Agung, karena dengan berada dekat bersama-Mu, aku tidak menginginkan apa pun lagi.”

Kebaikan tidak ada hubungannya dengan pahala atau surga.
Kalau paham, maka kebaikan yang kau lakukan, bukan karena hadiah atau imbalan.
Karena kau alamiahnya adalah makhluk yang baik.

Apakah kau butuh imbalan untuk bernafas?






Bila manusia diberi sebongkah batu permata, mereka akan menyembunyikannya, memasukkannya ke dalam kotak besi yang dikunci rapat.

Bagaimana menyembunyikan matahari, bulan, angin, hujan?

Bagaimana mereka menyembunyikan Tuhan?







Banyak orang yang mengharapkan saya memberikan ikan goreng, agar bisa langsung mereka makan.

Namun yang saya berikan hanya kail.
Mereka tidak puas. Minta ikan kok dikasih kail?

Bersama saya, kamu akan kelaparan, taruhannya hidup atau mati. Sampai kamu bisa menggunakan kail itu sendiri.

Dan saya tidak perduli siapa dirimu, hanya kail yang kau dapatkan.





“Wahai Sang Agung, izinkanlah aku memohon padamu.”

“Wahai Pencari, Permohonan apa yang hendak kau minta kepadaku?”

“Wahai Sang Agung,
Berilah aku cara mencapai Kebahagiaan.
Berilah aku cara memahami hidup ini.
Berikah aku cara memahami Tuhan.”

“Wahai sang Pencari, akan kuberikan satu cara yang dapat menjawab permohonanmu.”

“Apakah itu?”

“KEPAHAMAN.”




Ya Tuhan, aku tidak inginkan pahala-Mu ataupun surga-Mu.
Aku mendambakan Kerinduan-Mu.


Aku adalah anak kecil yang sangat bahagia atas segala permainan hidup ini.
Ya Tuhan, temanilah aku bermain.

Berilah aku nada-Mu, akan kusenandungkan.
Berilah aku syair-Mu, akan kunyanyikan.

Lihatlah langkahku ini, menuju kepada-Mu.
Lihatlah wajahku yang senantiasa tersenyum ini, adalah kepada-Mu.
Syukurku tak terbendung. Karena Kau menemaniku bermain selalu.





Selain dirimu adalah orang lain.
Kau tidak butuh izin siapa pun untuk melalukan yang kau yakini terbaik untukmu.
Tidak pada orang tuamu, pasangan hidup, anak, saudara, guru, dan lainnya.
Untuk yang terbaik bagimu, hanya ada dirimu dan Tuhan.
Just Do It!








Puasa adalah simbol, sebuah deklarasi ketidakmelekatanmu atas keduniawian.

Puasalah untuk itu, bukan untuk pahala, bukan karena kewajiban, melainkan untuk kerinduan-Nya.

Maka kau dibersihkan.








Di suatu waktu di dalam perjalanan spiritualmu, kau mengalami ucapanmu tidak bisa dipahami oleh orang lain.

Karena suaramu lebih cocok disajakkan ketimbang diucapkan.

Haruskah kau membuat mereka paham?
Haruskah kau menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh mereka?

Tidak, kau tidak perlu menjelaskan apa pun kepada siapa pun.
Dan bila kau mendambakan teman, yang sesuai akan datang kepadamu.







Hai para pejalan spiritual,
Dunia memang menaruh banyak tuntutan kepadamu.
Namun kau akan segera terlepas dari semua tuntutan itu.
Karena hanya satu tempat tujuan di dalam perjalananmu ini, yaitu ke KEBEBASAN.

Kau akan bebas, di saat kau sadar dan melepas semua harapanmu.
Kau akan bebas, di saat kau sadar dan menemukan diri sejatimu.
Berbahagia, dan tersenyumlah.
Bersyukurlah karena ini adalah jalan istimewa yang tidak semua manusia mampu berada di sini.

Damai... damai... damai…

Dari kepahaman spiritual lahirlah agama.

Bukan sebaliknya.







Ada yang berkata,

"Hati2 dalam memilih guru spiritual. Harus yang sesuai untukmu."

Guru tidak dicari. Guru akan muncul bila muridnya sudah siap.






Thinking Out Of The Box?

Sering dan banyak yang mengelu-elukan slogan “Thinking Out of The Box”. Apa sih itu?

Thinking out of the box, singkat saja TOOTB, sebenarnya adalah berpikir dengan kebebasan tanpa batas. Cara pikir ini akan mem-bypas banyak sekali aturan. Atau tidak mengikiti aturan, norma, kebiasan yang ada.

Yang normal akan menjadi ketinggalan, yang tidak normal akan menjadi bentuk normal baru.

Mudah? Tidak. Banyak orang yang tidak sanggup melakukannya. Justru sebagian besar orang pro pada status quo. Bahkan mereka yang mengelukan TOOTB pun belum tentu sanggup melalukannya.

KEBEBASAN adalah hal yang paling didambakan sekaligus ditakuti orang. Kontradiktif? Nyatanya memang begitu.

Siapa bilang orang berani membebaskan diri?

TOOTB hanya bisa dilakukan bila dirimu bebas dari segala belenggu atau batasan yang ada.

Begitu saja.

Jika ingin bebas, harus berani. Barulah bisa TOOTB.

Kalau belum berani bebas, silakan lanjutkan bermimpi saja.






Jika hidup ini adalah sebuah program simulasi komputer, maka anda bisa meretas (hack) hidup ini untuk membaca source-code nya dan memahami bagaimana ia bekerja.

Untuk meretas hidup, syntax-nya adalah “ask” (tanya).

Bertanyalah, maka kau akan mengetahui.







I listened to the wind.

Amazed, I asked my friend beside me, "Can I sing like the wind?"

I heard streaming water down in the river.

Awed, I asked my friend beside me, "Can I sing like the water?"

I saw butterfly flew by in front of me.

Astonished, I asked my friend beside me, "Can I sing like a butterfly?"

Harked the bird at a distance.

Facinated, I asked my friend beside me, "Can I sing like a bird?"

And he finally answered,

"Yes, you can. It is why I've been sitting beside you and listening to you.”








Ku bertanya kepada seorang yang tengah mencipta sebuah lagu indah dengan gitarnya.

"Apa yang kau lakukan saat kau sedang mencipta lagu ini?"

Dia menjawab,

"Bukanlah aku yang mencipta lagu ini.
Aku hanya memainkan nada-nada hatiku,
dan menyanyikan bait-bait syair hatiku.
Aku hanya seorang pemain gitar yang mendengarkan nyanyian hati.”







Awan

Awan selalu di atas. Tentram dan damai, cantik indah menghias angkasa menaungi bumi dari teriknya matahari.

Sebagian manusia tidak memahaminya, sesuatu yang terjadi nyata di depan mata.
Awan tidak menuntut. Ia tetap berarak di atas mereka.

Awan, jikapun harus turun, ia turun sebagai hujan, memberi manfaat bagi bumi. Mengisi kolam-kolam serta danau. Mengalir bersama sungai, menyuburlan tanah dan ladang, membersihkan liang-liang.

Sebagian manusia tidak memahaminya, sesuatu yang terjadi nyata di depan mata.

Hujan tidak menuntut. Ia tetap turun membasahi bumi dan mengalir di antara kaki-kaki mereka.

Begitulah Sang Tercerah berlaku.







Dapatkah kau memahami sebuah lukisan?

Memahami lukisan tidak membuatmu memahami obyek lukisannya, melainkan memahami sang pelukis melalui lukisannya.

Memahami alam ini akan membawamu memahami Sang Penciptamya.

Pahamilah Tuhan melalui ciptaanNya.








Seorang ibu memperhatikan anaknya yang masih balita yang sedang bermain sepeda.

Kerap kali si ibu berteriak kepada anaknya untuk berhati-hati, menghindari menabrak dinding, atau jangan mengayuh terlalu cepat, serta jangan mengayuh ke jalan besar.

Setelah anaknya tumbuh dewasa, ia tidak lagi bereriak-teriak kepada si anak. Ia hanya memperhatikan sesekali dari jauh. Atau bila anaknya itu pergi jauh, ia pun hanya mendoakan.

Karena si anak sudah paham dan tidak perlu dijaga / diawasi seperti sewaktu ia masih balita dulu lagi.

-----

Jadilah seorang yang dewasa - yang paham akan kebenaran hakiki. Kemanapun kau menghadap, kau tahu di situ ada kebenaran. Dan di manapun kau berada, kau tahu bahwa kaulah penjaga atas dirimu sendiri.

Jika kamu paham, kamu tidak perlu dijagain.







Recite! (Iqra!)
Pahamlah!

Inilah landasan dari segalanya; Kehidupan maupun Kematian, Nyata maupun Tak Nyata, seluruh alam, mausia, Tuhan.

Bagaimana memulainya?

Bertanyalah!

Ya Tuhan, terima kasih atas panas-Mu.
Terima kasih atas dingin-Mu.
Terima kasih atas kering-Mu.
Terima kasih atas basah-Mu.
Terima kasih atas susah-Mu.
Terima kasih atas senang-Mu.

Yang terpenting di hidupku adalah keberadaanku bersama-Mu. Di setiap nafasku.

Terima kasih atas Kepahaman ini.







Ya Tuhan, aku bersimpuh di sini, kecil, tak berarti.
Aku sekarang hanyalah sebutir debu, setelah remuk menerima beban Kebenaran-Mu.

-----
Tuhan telah membukakan pintu kehidupan kepada kita.
Kita hanya perlu menerima pintu yang telah dibukakan-Nya itu.
Kita tidak memilih pintu yang mana.







Tukang Pos

Ia adalah seorang Tukang Pos, bertugas membawa pesan yang bukan miliknya, berjalan jauh menembus panas, hujan dan derita.

Pesan diberikan kepada penerima.
Bila pesannya adalah berita baik, ia dipuji.
Bila pesannya adalah berita buruk, ia dicaci-maki.

Sesekali ada seorang yang memahami dan menerima berita apa adanya, memberinya tempat beristirahat dan segelas air.

Begitulah suka duka si Tukang Pos.

Sang Penyampai Pesan.

Sang Guru.







Candu Illahi

Tahukah kamu bahwa setiap kali aku tersenyum padamu maka aku akan mendapatkan belaian cintamu berlipat-lipat?

Tahukah kamu bahwa setiap kali aku menceritakan kisahku, aku mendapatkan aliran kasihmu ratusan kali lipat?

Tahukah kamu bahwa setiap kali aku menjawab pertanyaanmu maka aku dibanjiri kebahagiaan ribuan kali lipat?

Tahukah kamu bahwa setiap kali kita berjumpa dan membicarakan-Nya, maka aku ditenggelamkan dalam cinta kasih-Nya tak berhingga kali besarnya?

Tidak ada yang lebih penting di hidup ini selain Dia.

Siapa pun tidak akan bisa menukar-Nya dari ku.

Aku mencandu-Nya.

Maka, wahai kekasih, terimalah senyumanku, dengarkanlah kisahku, bertanyalah padaku, dan bersama kita berbicara di hadapan-Nya.

Kita bersama-sama mencandu-Nya.







Dia berbicara dalam bahasa rasa.

Maka diamkan mulutmu. Heningkan pikiranmu

Rasakan Dia. Begitulah kau bercakap-cakap dengan-Nya.


Your feeling is your prayer.






Cahaya illahi hadir di setiap saat.

Membelah langit siang yang terang, cahaya-Nya memancar terang dengan lembut.

Membelah langit malam yang gelap, cahaya-Nya memancar terang bagai siang, lembut masuk ke dalam terserap oleh semua makhluk hidup tanpa terkecuali.

Semua makhluk merasakan-Nya,

Pohon tertunduk sujud. Angin berhenti bertiup. Hewan terdiam tenang tak bersuara tak kuasa menikmati keberlimpahan Kasih-Nya.

Manusia yang paham menunduk terpejam dan merasakan setiap ruang di dalam tubuhnya menyerap Kasih-Nya.

Di setiap nafas, di setiap langkah, adalah siraman cahaya-Nya.

Kau tidak perlu menunggu satu malam yang nilainya 1000 bulan. Karena di setiap nafasmu kau merasakan Kehadiran-Nya selalu.

Jadilah manusia penebar Kasih Tuhan ke sepenjuru alam, di setiap langkahmu.







Bagaimana caramu mengetahui bahwa dirimu sudah betul-betul paham mengenai Tuhan?

Ada 2 Jawabannya, yaitu:

Kesaksian dan Pandangan Hidup.

Jika kamu betul-betul paham, maka:

Kamu mampu bersaksi akan hal yang kau pahami tsb, DAN;

Pandanganmu terhadap hidup, berubah seutuhnya, untuk selamanya.

Jika tidak berubah, maka kamu belum paham sepenuhnya, atau hanya pura-pura paham supaya terlihat paham.

——

Contoh satu kepahaman mengenai Tuhan, terdengar simple, tetapi hanya sedikit manusia di dunia ini yang paham:

“Tuhan itu Satu.”

Apakah kamu sudah betul-betul paham bahwa Tuhan itu SATU?

Silakan dicek sendiri.

Kesaksianmu dan Pandangan Hidupmu.







Sejak kecil saya tidak begitu saja menerima apalagi percaya pada berita atau kabar, atau pengetahuan apa pun yang saya dengar. Saya selalu berupaya mevalidasinya langsung dari sumbernya.

Bagi saya, kisah berantai hanya menghadirkan separuh dari kebenarannya, separuhnya lagi adalah bumbu penyedap.

Maka, janganlah kau berupaya untuk berada di antara aku dan Tuhan.
Kebenaran hakiki mengenai Tuhan tidak berada di tanganmu atau di tangan siapa pun, apa pun bentuknya.
Upayamu sia-sia.

Jika kau bertanya apakah sebutan hubunganku dengan Tuhan; Tak terlukiskan.

Jika kau bertanya bagaimana pandanganku terhadap Tuhan; Dia adalah kekasihku.

Jika kau bertanya bagaimana caraku berkomunikasi dengan Tuhan; Dia selalu ada di jaga-ku dan di pejam-ku.

Dan jika kau bertanya dimana Tuhan; Dia ada di semuanya, karena tiada apa pun Selain Tuhan.







Manjanya Dirimu...

Tidak pernah kusadari sebelumnya, betapa manjanya dirimu.

Kau meminta perhatianku hingga ku terpana memandang kosongnya ruangku.
Kau panggil aku hingga ku tertunduk tak berdaya.
Kau menuntut waktuku sepenuhnya hingga ku terjerembab di lantai rumahku, terkulai tak bertenaga.

Air mataku mengalir deras merasakan sepinya hari-hariku.
Aku merintih pilu menyadari kerinduanmu padaku.

Aku berbisik,
Aku berada di sini untukmu, memberikan perhatian penuh padamu.
Aku memenuhi panggilanmu.
Aku di sini sekarang merindukan yang merindukanku.

Kau berbisik,
Kerinduanku, hadiri undanganku.
Hidupmu adalah bersamaku.

Hatiku bagai tertusuk sebilah pedang yang panas membara, namun sejuk di dalam hatiku.

Ya Tuhan...
Betapa manjanya diri-Mu.







Matahari dan bulan tidak akan bisa kau sembunyikan. Jelas nyata terlihat. Tinggal melihat ke langit, tuh dia!

Itulah kebenaran hakiki.

Tapi kamu suka sekali mendesak saya untuk meyakini yang kamu sendiri tidak pernah melihatnya atau mengalaminya, kejadian yang terjadi pada orang lain yang tidak kau kenal, ribuan tahun yang lalu.

Mengapa kau melalukan usaha yang sia-sia itu?

Coba dongakkan kepalamu ke atas, tuh matahari!







Apakah kau merasa bahwa kau sekarang berada di tempat yang tepat, di waktu yang tepat, dan bersama orang-orang yang tepat?

Bila ya, maka kau berada di jalan terbaik hidupmu. Kau harus bersyukur.
Bila tidak, maka perbaikilah.
Berbaiklah, jujurlah, dan setialah pada dirimu sendiri.

----------

Do you feel that you are now in the right place, the right time, and with the right people?
If you do, then you are in the right path of your life. You should be grateful.
If you don't, then go fix it.
Be kind, truthful, and loyal to yourself.







Saat kepahamanmu benar, Tuhan akan langsung me-validasinya.
Tetapi tidak saat kepahamanmu salah.
Berlatihlah untuk merasakan-Nya.







Kulihat dirimu meminta ampunan kepada Tuhan.
Kemudian kau bertanya padaku akankah Tuhan mengampunimu.
Ampunilah dirimu sendiri. Jika sudah, maka Tuhan juga sudah mengampunimu








Tuhan tidak pernah berkata pada saya, “Jangan!” atau “Tidak boleh!” atau “Dilarang!”

Tetapi saya selalu merasakan;
Jika tindakan saya sesuai, baik, atau benar, Dia sangat dekat. Dan jika tindakan saya tidak sesuai, Dia jauh.

Maka saya selalu merasakan Tuhan di setiap nafas, agar semua gerak saya sesuai untuk saya dengan-Nya.




Aku hanya percaya pada yang datang langsung dari Tuhan kepadaku.
Karena hubunganku dengan Tuhan adalah Langsung tanpa perantara.




Begitu manusia memberikan nama pada Tuhan,
yang Satu itu menjadi banyak,
dan manusia pun terpecah belah dan saling bermusuhan.




Aku akan mengikuti siapa yang mengajarkan kebenaran hakiki dan cinta kasih.
Ternyata tidak seorang manusia pun.
Hanya Tuhan yang patut ku ikuti.
Hubunganku dengan Tuhan, langsung tanpa perantara.




I don’t follow anyone.
Before me there is only God.
If you put something between you and God, it is like a bird in a cage.
A bird is born to fly. Free, without boundaries.
Be a messenger of the Divine Love.





Semuanya sudah sempurna.

Tumbuh, rimbun, berkembang, berbunga, berbuah.

Tak sanggup kata terucap. Hanya syukur, damai, bahagia.

Sudah cukup lama kau memenjarakan Tuhan.

Bebaskan Tuhan dari penjaramu!








Menunggu mukjizat Tuhan?
Lihat ke cermin.




Pernahkah kau alami, bicaramu adalah ucapanNya?
Pernahkah kau alami, perbuatanmu adalah tindakanNya?
Pernahkah kau rasakan, hidupmu adalah kewujudanNya?




Semakin banyak kau berdiam diri, semakin banyak yang kau pahami.




Nikmati selagi sempat.
Jiwa dipanggil pulang.
Tiada lagi waktu luang.




Saya pikir hanya dari atas (vertikal),
ternyata yang dari samping (horizontal) juga membuat kewalahan.
Terima kasih Tuhan.




Yang Arif adalah mereka yang bisa melihat lebih banyak.
Maka, pejamkanlah kedua matamu.




Kereta api ini bergerak, bersama atau tanpamu.
Aku sudah bergerak, aku tidak bisa menunggumu.
Perjalananku adalah yang terpenting dari segalanya.




Apakah cinta tanpa syarat?
Adalah bila cinta itu bermakna singular. 
Yaitu cinta tanpa antonim. Cinta yang bukan lawan dari benci.
Cinta yang tidak berimbalan.
Cinta karena kerinduan tak berbatas.
Kepada siapa kau mencintai seperti itu?
Kepada Sang Perindu.




Tidaklah mungkin aku jenuh membimbingmu,
Karena Tuhan pun tidak pernah jenuh membimbingku.
Senyumlah, karena Dia pun senantiasa tersenyum kepadamu.
Sayangilah semua, karena Dia pun selalu menyayangimu.




Kadang bila hal-hal dalam hidupmu tampak tidak berjalan seperti yang kau inginkan, mungkin mereka sesungguhnya berjalan ke arah yang SESUAI untukmu.




Hembusan udara adalah nafasmu.
Setetes embun adalah darahmu.
Sebutir nasi adalah jasadmu.
Kerinduan Tuhan-lah yang menghidupkanmu
Apa lagi yang kau tuntut?




Unconditional love is not easy. And almost not for human.
Only who has transcended the self, understands it.




Kau naik ke kereta api bersamaku.
Sekian lama kemudian kau turun.
Aku tunggu naikmu kembali.
Hanya ada cinta di sini.




Cinta tidak akan menyakitimu.
Harapan, persepsi dan ego yang menyakitimu.




Tuhan berbisik, bukan berteriak. 
Maka berlatihlah merasakan bisikan Tuhan untuk berkomunikasi dengan-Nya.




Kebebasan sesungguhnya adalah bila kau sudah melepas semua harapanmu.




Kacaunya hidupmu, karena kamu melihat hidupmu melalui sedotan.




Mereka mengajarkan baik dan buruk - yang Dual.
Mereka tidak mengajarkan yang Singular - Tuhan.
Begitulah mereka membentuk duniamu.




The prison is so beautiful, most people choose to stay inside. 
There is nothing out here, complete stillness, subtle, just Nothing. 
This is where I chose to be.




Kau bisa mengendalikan penuh hidupmu dan berbahagia jika kau memahami satu hal ini; bahwa semua di alam ini adalah ENERGI.




KNOWING is the key to LIFE and GOD.
KEPAHAMAN adalah kunci KEHIDUPAN dan TUHAN.




Kita berencana, melakukan, dan menentukan hasilnya bersama Tuhan.




Langkahmu di jalan Tuhan akan mempertemukanmu dengan cinta Illahi, yaitu cinta kasih hakiki tanpa batasan apa pun.

Sesampainya di sana, kau tidak mampu lagi membenci manusia lain, siapa pun mereka, apa pun latar belakangnya, ras, adat, budaya, bangsa, dan terutama; agama.






Erianto Rachman

Tidak ada komentar: