Part 4: Curiosity Leads to Wisdom
"Wisdom is power and power is wisdom, one with each other, perfecting the whole."
("Kearifan adalah kekuatan dan kekuatan adalah Kearifan, Satu sama lain saling menyempurnakan.")
(The Emerald Tablet of Thoth, Tablet III, The Key of Wisdom)
Edisi 1
Dianjurkan untuk membaca Part 3 terlebih dulu.
22 March 2017, Desert Ride
Setelah melakukan meditas di Crystal Altar, Abu Gorab, yang sesungguhnya adalah salah satu ritus inisiasi yang dilakukan oleh para High Level Initiate di zaman Mesir Kuno, kami merasakan bertualang melintas padang pasir menunggangi unta dan kuda. Kemudian dilanjutkan dengan makan malam ala Mesir.
23 March 2017, Luxor
Keesokan paginya kami check-out dari Mena House Hotel, terbang ke selatan menuju kota Luxor (aslinya bernama Thebes). Penerbangan dari Cairo ke Luxor memakan waktu sekitar 2 jam. Kami tiba di bandara Luxor siang hari dan menuju Jolly Vile Hotel yang terletak di sebuah pulau di sungai Nil yang bernama King's Island. Hari sudah menjelang sore setibanya kami di Jolly Ville sehingga kami pun langsung makan malam dan beristirahat sambil menikmati pemandangan hotel yang berada persis di tepi sungai Nil, menyaksikan perahu-perahu tradisional (felucca) berlayar menyisiri sungai.
24 March 2017, Abydos
Pagi hari pukul 7, tour bus sudah menunggu kami di depan hotel karena kami harus berangkat lebih awal menuju Abydos yang berjarak kurang lebih 3 jam dari Luxor yang melintasi jalan aspal sepi, diapit padang pasir yang sangat luas. Tampak pula gunung-gunung batu bagai dinding tinggi menjulang sebagai saksi bisu dari jatuh-bangunnya peradaban maju di masa lalu. Abydos dan Dendera adalah tempat yang cukup jauh dari Luxor, sehingga demi keamanan perjalanan kami dikawal ketat oleh satu mobil bertumpangkan empat orang tentara dengan senjata berlaras panjang.
Ada kalimat yang bagus untuk saya kutip di sini,
"Sometimes we need to look backward in order to move forward."
(Sesekali kita perlu melihat ke belakang untuk dapat bergerak maju.")
Seperti yang pernah saya singgung sebelumnya, betapa pentingnya mengetahui kepahaman bangsa tertua di bumi ini, yaitu Mesir Kuno, untuk kita dapat mengetahui siapa sesungguhnya diri kita, dan apa tujuan kita hidup di dunia ini. Pertanyaan yang terdengar sangat sederhana ini membawa kita menyelami berbagai disiplin ilmu pengetahuan (science), termasuk spiritual. Kepahaman mengenai kebenaran yang hakiki menuntut kita untuk memahami bagaimana alam ini bekerja. Alam ini berperilaku sesuai hukum tertentu, yaitu hukum alam, yaitu pula Hukum Tuhan (Maat). Dan hukum alam tidak memilih. Hukum alam tidak dapat dipandang dari satu dispilin ilmu saja, melainkan dari semua ilmu tanpa ada satu pun yang dikecualikan.
Pukul 11 pagi kami tiba di Abydos. Abydos (nama aslinya adalah Abdju) adalah satu dari kota tertua di Mesir, karena di sini terdapat kuil dan makam raja-raja dari zaman pre-dynasitc, Dynasty Zero, Dinasti pertama, hingga dinasti ke-30 (dinasti terakhir di zaman Mesir Kuno). Setiap zaman itu menorehkan tanda-tandanya di Abydos. Namun karena pembangunan kota yang lebih baru dilakukan di atas kota lama, saling tindih-menindih, dan hal ini berlangsung terus selama ribuan tahun, sehingga tidak banyak sisa peradaban tua dapat diselamatkan dan dipelajari.
Abydos menjadi tempat yang sangat istimewa bagi raja-raja di zaman Mesir kuno dan disebut sabagai kota suci (The sacred city of Abydos), dikarenakan terdapatnya suatu tempat yang dipercaya sebagai makam dewa Osiris atau disebut dengan Osireion. Osiris adalah dewa penguasa alam akhirat yang perannya sangat penting bagi bangsa Mesir sehingga banyak yang ingin dimakamkan di sini, atau mendirikan kuil-kuil khusus.
Abydos menjadi tempat yang sangat istimewa bagi raja-raja di zaman Mesir kuno dan disebut sabagai kota suci (The sacred city of Abydos), dikarenakan terdapatnya suatu tempat yang dipercaya sebagai makam dewa Osiris atau disebut dengan Osireion. Osiris adalah dewa penguasa alam akhirat yang perannya sangat penting bagi bangsa Mesir sehingga banyak yang ingin dimakamkan di sini, atau mendirikan kuil-kuil khusus.
Satu yang menarik perhatian - karena masih berdiri dan terjaga, adalah sebuah kuil Raja Seti I. Seti I berasal dari Dynasty ke-19 (New Kingdom), ayah dari Raja Ramses I. Kuil ini awalnya tidak terlalu besar, kemudian dilanjutkan pembangunannya oleh Ramses I dan seterusnya di bagian luar dari kuil, menjadikan kuil ini sangat luas sekarang. Kuil Seti I ini sekarang lebih dikenal sebagai Kuil Agung Abydos (The great temple of Abydos).
Kuil Abydos tampak dari depan
Di dalam kuil Abydos
Perbedaan arsitektur dan ukiran di dinding kuil menandai perbedaan zaman dalam melakukan pembangunan perluasan/penambahan kuil tersebut. Kita bisa jelas mengetahui, semakin ke dalam, usia kuil semakin tua.
Ada satu relief di dalam kuil ini yang menjadi misteri karena ukirannya tampak seperti benda-benda yang tidak wajar di masa itu. Silakan lihat di bawah ini;
Ada satu relief di dalam kuil ini yang menjadi misteri karena ukirannya tampak seperti benda-benda yang tidak wajar di masa itu. Silakan lihat di bawah ini;
Pada bagian sayap kiri dari Kuil Abydos terdapat ukiran dinding daftar nama Firaun atau raja-raja di seluruh Mesir (The Kings List) dari Dinasti pertama hingga dinasti 19 yaitu saat kuil ini di buat oleh Raja Seti I. Namun ada beberapa nama raja yang tidak disebutkan atau dilangkahi karena dianggap tidak sah sebagai raja/Firaun. Mereka adalah Hyksos, Hatshepsut, Akhenaten, Smenkhkare, Tutankhamen, dan Ay. Pada kesempatan ini saya ingin menyinggung tiga dari mereka, yaitu Ratu Hatshepsut (Dinasti ke-18), Raja Akhenaten (Dinasti ke-18), dan Tutankaten atau Tutankamun (Dinasti ke-18).
The Kings List
Hatshepsut
Ratu Hatshepsut adalah Firaun perempuan yang paling lama memerintah (22 tahun) dan paling sukses dalam memerintah Mesir. Ia membuka banyak rute perdangaan dengan negeri lain dan menjadikan Mesir sebagai negara yang kuat dan makmur.
Ratu Hatshepsut mulai melanjutkan pemerintahan dan mengangkat dirinya sendiri sebagai Firaun setelah suaminya, Raja Thutmosis II, wafat. Seharusnya pemerintahan diteruskan oleh Thutmosis III. Namun karena satu dan lain hal, Hatshepsut menggantikan kedudukannya sebagai Firaun sampai usia Thutmosis III cukup untuk menjabat sebagai Firaun. Banyak yang menduga karena inilah sehingga nama Hatshepsut tidak masuk ke dalam daftar Kings List di Abydos.
Dugaan lainnya, menurut DR Carmen Boulter adalah; Kondisi Mesir saat itu sudah pada keterpurukan tingkat kesadaran mereka, dimana Masculine lebih dominan, dan keseluruhan tatanan kehidupan adalah Patriarki. Kesuksesan Firaun perempuan tidak dikehendaki sehingga nama Hatshepsut menjadi momok bagi sejarah Mesir dan dinilai tidak layak disandingkan dengan raja-raja lainnya di dalam daftar raja-raja Mesir.
Akhenaten
Raja Akhenaten juga tidak ada di dalam Kings List karena Akhenaten dinilai sebagai raja yang membelot dari dogma bangsa Mesir. Di masa Dinasti ke-18 ini, Mesir menyembah Tuhan yang bernama Amun. Para pendeta-pendeta tinggi (Pendeta Amun atau Amun Priests) sangat dominan di Mesir. Boleh dikatakan kedudukan mereka hampir sama dengan Firaun. Pendeta Amun menguasai tatanan hidup kerajaan dan menarik pajak yang sangat besar dari rakyat - sebanyak 50% hasil panen setiap tahunnya - harus diserahkan kepada pihak kuil - para Pendeta Amun.
Kekuasaan para Pendeta Amun tidak hanya sampai di situ, mereka juga menulis buku keramat yang dikenal sebagai Buku Kematian (Book Of The Dead), dimana mereka menanamkan doktrin kepada manusia - yaitu manusia dapat membeli kehidupan abadi (surga) - lulus dari prosesi penimbangan hati (Weighing of the Heart) dengan cara membeli boneka Shabti (Shabti Doll). Boneka-boneka ini dijual oleh Pendeta Amun dalam berbagai bentuk, kualitas dan harga. Semakin banyak boneka yang dibeli oleh seseorang, semakin besar kemungkinannya dia akan masuk surga.
Weighing of the Heart
Weighing of the Heart atau Penimbangan Hati adalah sebuah prosesi kematian. Namun perlu diingat bahwa dalam bahasa Suf (yaitu bahasa bangsa Khemit atau Mesir Kuno), tidak ada kata "mati". Mereka tidak mengenal adanya kematian. Mereka menyebut proses ini dengan kata "Westing" atau Terbenam ke Barat.
Bila anda mengalami kematian atau westing, pertama yang akan terjadi di alam kematian adalah anda akan disambut oleh Anubis, yaitu dewa kematian yang mengatakan, "Kau telah mati!". Kemudian anda akan dibawa ke hadapan dewa Osiris sebagai penguasa akhirat. Di hadapan Osiris, dilakukan ritual penimbangan hati. Hati anda ditimbang melawan setangkai bulu yang disebut dengan bulu kebenaran (Feather of Truth). Bila hati anda lebih berat dari bulu itu, maka anda telah menjalani kehidupan dunia yang melekat dengan kondisi keduniawian. Anda mungkin banyak menimbun harta dan melekat padanya, anda mungkin melakukan perbuatan yang merugikan orang lain, berhutang, dan lain sebagainya.
Kemelekatan adalah istilah yang kini lebih dikenal sebagai "dosa". Jadi, semakin banyak dosa anda selama hidup di dunia, hati anda akan menjadi berat. Kondisi ini membuat anda akan dikembalikan hidup di dunia dan memperbaiki apa yang harus anda perbaiki. Dan ini adalah ujian dunia yang akan terus anda hadapi berulang-ulang sampai anda dapat memperbaikinya. Inilah yang disebut sebagai neraka - sebagai proses pembersihan hati yang kotor / berat / melekat / penuh dosa.
Anda mungkin saja berpikir, dikembalikan ke dunia bukanlah hukuman atau neraka. Hal ini justru baik karena anda akan hidup lagi, lagi, dan lagi seolahnya hidup abadi. Tidak demikian. Memiliki hati yang berat atau kemelekatan duniawi adalah memiliki kesadaran yang rendah. Kelahiran anda di dunia akan menempatkan anda di lingkungan dengan kesadaran yang rendah pula. Anda pun akan dilahirkan kembali dalam kondisi kesadaran rendah dan mungkin penuh penderitaan, sampai anda dapat memperbaiki kesadaran spiritual anda. Bila anda tidak memperbaiki kondisi spiritual serta kehidupan anda, maka anda akan selalu terjebak di kehidupan dunia dalam kondisi yang rendah.
Namun bila hati anda lebih ringan dari bulu kebenaran, maka anda telah menjalani hidup yang baik, tanpa kemelekatan keduniawian. Anda pun tidak akan dikembalikan ke dunia, melainkan melanjutkan hidup anda di alam yang lebih tinggi, semakin dekat dengan alam dewa-dewi. Ada pula yang berpendapat bahwa; anda akan tetap dikembalikan ke dunia namun dalam kondisi yang lebih baik dari sebelumnya, karena anda telah mencapai tingkat kesadaran spiritual yang tinggi di kehidupan sebelumnya, anda dapat memilih untuk lahir dari siapa, dan dimana.
Raja Akhenaten dan istrinya Ratu Nefertiti melihat kondisi kekuasaan Pendeta Amun yang kurang baik bagi Mesir. Pendeta Amun tidak hanya memeras rakyat, namun juga mengendalikan kehidupan akhirat. Tetapi kekuasaan Pendeta Amun sudah terlanjur sangat kuat. Pengaruh kekuatan Pendeta Amun berada di Utara (Lower Egypt) dan Selatan (Upper Egypt). Untuk melancarkan misinya, Akhenaten memindahkan ibu kota kerajaan dari Thebes (Luxor) ke lokasi baru tepat di tengah di antara Memphis dan Luxor. Akhenaten dan Nefertiti membangun ibu kota baru Mesir di sini. Kota itu dinamakan Akhetaten (The Horizon of Aten, Cakrawala Aten) yang kemudian di kenal sebagai Amarna.
Tidak hanya mendirikan ibu kota baru, Akhenaten juga memulai agama baru. Ia melarang agama lama (Amun), menutup kuil-kuil Amun, dan menyatakan dirinya sebagai keturunan langsung dari satu Tuhan yang patut disembah, yaitu Aten, yang disimbolkan dalam bentuk lempeng lingkaran berbentuk matahari, (Sun Disc). Akhenaten juga meniadakan pajak panen dari masyarakat. Kondisi yang sangat berbeda ini menarik perhatian rakyat Mesir. Rakyat mulai berdatangan dan bermukim di Amarna, mengabdi kepada raja mereka dan memeluk agama Aten itu.
Kondisi ini jelas bersifat offensive atau penyerangan frontal terhadap Pendeta Amun. Singkat cerita, Pendeta Amun menyerang Amarna dan membumi-hanguskan segalanya. Akhenaten dibunuh. Namun karena ia adalah seorang raja, ia tetap dimumifikasi, tetapi makamnya sangat kecil dan tidak megah seperti makam-makam Firaun lainnya.
Dalam penyerbuan Amarna oleh tentara Pendeta Amun, Akhenaten merelakan dirinya bertahan di Amarna dan terbunuh agar dapat memberi kesempatan kepada Nefertiti untuk melarikan diri dan selamat dari pembunuhan itu. Kemanakah Nefertiti pergi? Bagaimanakah nasibnya? Tidak ada satu pun yang mengetahuinya.
Pada tahun 2016 yang lalu DR. Carmen Boulter menghubungi saya via Skype video call, dan menunjukkan satu video singkat yang membuat saya terpana menyaksikannya. Telah ditemukan sebuah gua di pedalaman Turki yang berisi sarcophagus dan patung-patung yang terbuat dari emas di dalam gua tersebut yang jelas berasal dari Mesir. Yang paling mendebarkan adalah, ia mendapatkan petunjuk bahwa inilah barang-barang yang dibawa oleh Nefertiti kala ia melarikan diri dari Amarna. Jika petunjuk ini benar, maka Nefertiti melarikan diri ke utara sampai ke Turki, lalu hidup dalam persembunyian sampai akhir usianya. Hingga kini penelitian masih tetap dalam perencanaan karena lokasi ditutup sementara oleh pemerintah Turki sampai ada berita terbaru.
Relief Akhenaten dengan Aten (Sun Disc) yang menyinarinya.
Patung Akhenaten
Tutankaten / Tutankamun
Akhenaten memiliki anak laki-laki (bukan dari isterinya, Nefertiti, melainkan dari saudara perempuannya sendiri, yang tidak diketahui namanya - tidak ada cartouche yang menyebutkan namanya, sehingga Egyptologists memanggilanya "The Younger Lady") yang diberi nama Tutankaten yang berarti "Living image of Aten" (gambaran hidup dari Aten). Tutankaten adalah putra mahkota yang semestinya memang menjadi raja berikutnya. Saat itu usia Tutankaten masih muda. Situasi ini dimanfaatkan oleh Pendeta Amun. Pendeta Amun tidak membunuh Tutankaten, melainkan dibawa ke Thebes (Luxor) untuk dinobatkan menjadi raja baru yang dapat dikendalikan.
Menurut catatan mainstream, Tutankaten mejabat sebagai Firaun di usianya yang masih 9 tahun. Ia memerintah selama 10 tahun didampingi penasihatnya, Ay. Selama pemerintahannya, Tutankaten melarang penyembahan Tuhan Aten dan mengembalikan Mesir kepada agama lama, yaitu Amun. Tutankaten kemudian mengganti namanya menjadi Tutankamun yang berarti "Living image of Amun" (gambaran hidup dari Amun). Ia juga dikenal dengan nama "King Tut".
Menurut catatan alternatif, Raja Tutankaten diganti namanya menjadi Tutankamun atas kendali Pendeta Amun, kemudian menjadikannya boneka yang mudah dikendalikan untuk mengembalikan Mesir kepada tatanan kehidupan lama di bawah kendali Pendeta Amun.
Tambahan: Ay
Tutankamun memiliki isteri bernama Ankhesenamun, yaitu sepupunya sendiri namun keduanya tidak memiliki keturunan. Tutankamun meninggal karena sebab yang kurang jelas. Sebagian menduga ia meninggal karena sebab alamiah - terutama karena penyakit yang dideritanya, penyakit yang khas diderita oleh anak hasil hubungan incest, saudara kandung. Ada pula yang menduga ia meninggal karena dibunuh. Apa pun sebabnya, ia meninggal dalam usia muda. Ankhesenamun merasa ketakutan atas kondisi ini, karena Ay sang penasihat sangat berambisi untuk menjadi Firaun.
Ankhesenamun tidak lagi mempercayai kaumnya sendiri (Mesir) dan mencari pertolongan dari negeri lain, yaitu bangsa Hittite. Ia mengirim surat kepada raja Hittite agar salah satu anaknya (pangeran) dapat menikahinya dan menjadi raja Mesir. Raja Hittite setuju dan mengirimkan salah seorang anaknya ke Mesir namun tewas terbunuh di tengah jalan.
Ay menikahi Ankhesenamun dengan paksa (?) dan menobatkan dirinya sebagai Firaun. Kejadian terbunuhnya pangeran bangsa Hittite ini menyebabkan hubungan Mesir dan bangsa Hittite rusak dan terjadi perang hebat di antara kedua negeri.
Inilah sebabnya nama Tutankamun dan Ay tidak berada di dalam Daftar Raja-Raja (Kings List).
Kuil Abydos dari udara
Peta Kuil Abydos
Agar dapat melihatnya dengan jelas, anda bisa click pada gambar, lalu click kanan pada gambar dan save image pada komputer anda. Kemudian bukalah file gambar tersebut dengan aplikasi/program apa saja. Anda dapat melihat gambar peta ini dalam ukuran aslinya yang cukup besar, ataupun melakukan zoom-in.
Christian Influence in Egypt (Pengaruh Kristen di Mesir)
Di dalam kuil Abydos ini saya diperlihatkan satu hal yang cukup penting untuk disinggung di sini. Masuknya Christianity membawa pengaruh terhadap kondisi fisik situs-situs kuno Mesir.
Christianity masuk ke Mesir pada awalnya dibawa oleh Mark The Evangelist. Agama kristen pada masa itu berkembang dengan mengadopsi paham Pharaohism. Artinya, mereka tidak secara murni membawa ajaran Kristen dari Roma, melainkan mentolerir ajaran Mesir lokal (Pharaohism) yang bersifat Gnostic. Agama Kristen ini kemudian yang disebut sebagai Coptic Christianity.
Gnosticism adalah suatu paham yang meyakini bahwa semua yang ada di alam ini bersifat illahiah, baik itu benda mati seperti gunung, sungai, sampai ke makhluk hidup sepeti tumbuhan, hewan dan manusia. Bangsa Mesir Kuno melihat alam ini dalam kesatuannya dengan Tuhan, sehingga semua yang ada di alam bersifat suci dan illahi. Penghormatan tinggi terhadap alam ini dipandang sebagai penyembahan manusia kepada alam yang terlihat disamakan derajatnya dengan Tuhan. Paham gnostic kemudian mendapat julukan paganisme (paganism).
Kekaisaran Roma sebelum memeluk agama Kristen adalah berpaham paganisme, dan memiliki banyak dewa-dewi. Kemudian setelah memeluk Christianity sepenuhnya, mereka mulai pula melakukan kampanye ke seluruh negeri jajahannya untuk memeluk agama Kristen, termasuk Mesir.
Mesir dijajah bangsa Romawi selama lebih dari 500 tahun, yaitu dari tahun 33 CE hingga abad ke-6 CE. Dibawah pemerintahan Kaisar Constantine, ajaran Gnostic dan Pagan di tekan dan pada akhirnya dinyatakan terlarang. Dalam kurun waktu ini, bangsa Romawi merubah kuil-kuil Mesir menjadi gereja atau bahkan hanya sekedar dijadikan kandang kuda. Tentara Romawi datang ke kuil-kuil dan menghancurkan ukiran-ukiran di dinding kuil - merusak wajah dewa-dewi serta ukiran-ukiran lain yang ada hingga sekarang hampir semua wajah relief atau gambar dewa-dewi di kuil-kuil Mesir sudah tidak berwujud lagi.
Para pendeta-pendeta Mesir awalnya memohon kepada tentara Romawi untuk tidak menghancurkan bangunan kuil. Sebagai jalan tengahnya, tentara Romawi hanya merusak ukiran-ukirannya saja, lalu sebagian menggantinya dengan simbol salib. Pendeta-pendeta Mesir pada akhirnya pergi meninggalkan kuil-kuil mereka sehingga tidak ada lagi yang dapat membaca Hieroglyph, dan bersamaan dengan menghilangnya para pendeta Mesir, seluruh pengetahuan Mesir Kuno diambang kepunahan.
Kepunahan pengetahuan Mesir Kuno juga diperburuk dengan penghancuran Perpustakaan Alexandria (The Librabry of Alexandria) yang agung itu. Perpustakaan yang terletak di kota Alexandria ini menyimpan banyak buku, naskah serta manuscript-manuscript kuno yang berusia sangat tua. Inilah satu-satunya sumber pengetahuan lengkap bangsa Mesir Kuno yang seharusnya dapat menjawab banyak misteri peradaban kuno mereka di berbagai bidang, seperti sejarah (termasuk sejarah bangsa Khemit), budaya, kultur, sosial, ritual, hukum, politik, teknologi, pengetahuan alam - science, hingga ke spritual dan Alchemy. Terrmasuk juga pengetahuan mengenai tafsiran relief dan hieroglyph pada kuil-kuil, makam, dan piramid-piramid.
Naskah-naskah tersebut merupakan catatan penting yang dapat melengkapi runutan sejarah manusia sebelum dan sesudah banjir besar (?).
Tambahan:
Cendikiawan Plato dari Yunani belajar ke negeri Mesir dan mendapatkan pencerahan dari guru/pendeta Mesir. Setelah itu ia pulang ke Yunani dan mendirikan Mystery School (Sekolah Misteri) - yang mengajarkan ilmu pengetahuan, falsafah serta kearifan agung yang dipelajarinya dari bangsa Mesir, termasuk kisah Atlantis yang terkenal itu. Anda dapat bayangkan, jika seorang Plato dapat menjadi Plato, maka kira-kira seperti apakah pengetahuan yang diajarkan oleh pendeta Mesir Kuno kepadanya? Lalu jika naskah-naskah atau catatan-catatan pengetahuan yang hebat tersebut sebagian sempat tersimpan di dalam Perpustakaan Alexandria, layakkah pengetahuan itu kita pelajari kini? Tentu layak!
Dan bila bangsa Arab juga sangat menghargai pengetahuan Bangsa Mesir / Khemit ini, sampai-sampai mereka harus datang dari Arab ke Mesir khusus untuk belajar, kemudian menyebut ilmu yang diajarkan sebagai Al-Khemit yang kemudian terkenal dengan Alchemy, maka jika sebagian catatan pengetahuan itu sempat tersimpan di Perpustakaan Alexandria, apakah layak kita pelajari pula? Tentu layak!
Sayang sekali hal tersebut tidak dapat kita lakukan.
Perpustakaan Alexandria mengalami 4 kali penghancuran yang melibatkan pembakaran koleksi buku dan naskah-naskah di dalamnya, yaitu oleh Kaisar Romawi Julius Caesar (47 BCE), oleh Kaisar Romawi Aurelian (275 CE, Christianity), oleh Kaisar Romawi Theodosius dan Pope Theophilus of Alexandria (391 CE, Christianity), dan Caliph Omar (642 CE, Islam).
Bagi saya pribadi, penghancuran Library of Alexandria adalah kejahatan kemanusiaan paling besar yang pernah terjadi di muka bumi ini, bahkan lebih buruk dari peristiwa Holocaust (pembunuhan 6 juta jiwa) oleh Hitler. Tidak ada kejahatan manusia di bumi yang dapat menyamai pemusnahan ilmu pengetahuan.
Tambahan kecil:
Beberapa tahun yang lalu mungkin anda pernah pula mendengar adanya berita gerakan radikal Islam yang mengusulkan penghancuran kepala patung Sphinx karena dianggap sebagai berhala. Hal ini menandakan betapa rendah tingkat pengetahuan dan kesadaran mereka, terlebih lagi mereka menggunakan agama sebagai dasar tindakannya. Bila hal itu terjadi maka tindakan tersebut akan saya nobatkan menjadi kejahatan kemanusiaan terburuk kedua setelah pemusnahan Perpustakaan Alexandria. Saya hanya dapat berdoa agar kita manusia dapat melihat dari kaca mata yang lebih baik dan menghargai sejarah kita sendiri.
Contoh perusakan yang dilakukan umat Kristiani pada zaman kekaisan Romawi yang menjajah Mesir. Hampir semua relief / gambar pada dinding kuil dirusak karena berhubungan dengan dewa-dewi yang diasosiasikan dengan paganisme.
Technology?
Ada satu lagi yang menarik perhatian yang berhubungan dengan teknik pembuatan kuil Abydos ini. Pada interior kuil, kita dapat melihat banyak relief. Dan banyak relief yang terkelupas. Sekilas pandang tidak ada yang menarik dari hal tersebut. Akan tetapi saya sempat hampir kehilangan rombongan tour saya karena ternyata hal sepele itu sangat mengganjal pikiran saya sehingga saya menghabiskan waktu cukup lama pada masalah itu.
Relief terkelupas? Bagaimana bisa terkelupas?
Saya segera mencari Vladimir dan bertanya padanya, dia pun mengakui hal ini sangat aneh. Karena jika relief atau ukiran pada dinding batu itu dipahat langsung di atas batu, maka ia tidak mungkin dapat terkelupas. Jika ia terkelupas, maka ada dua material yang berbeda - maka relief tersebut tidak dipahat di atas batu melainkan dipahat di tempat lain, lalu ditempel ke dinding kemudian.
Bila ukiran tersebut dipahat di tempat lain, dengan ukuran yang sangat tipis, bagaimana bisa hal tersebut dlakukan? Tidak mungkin! Kecuali ia bukanlah pahatan melainkan plaster! Ya, hanya itu jawaban yang paling masuk akal. Pada zaman Raja Seti I, bangsa Mesir sudah memiliki teknologi pembuatan plaster - semacam semen yang dapat mengeras menjadi batu. Plaster tersebut dicetak sesuai bentuk relief yang dikehendaki, lalu dibawa ke lokasi, kemudian ditempel ke dinding, potongan demi potongan.
Ada 2 masalah untuk hipotesa plaster tersebut:
Pertama;
Plaster itu haruslah dari kondisi liat lalu dapat mengeras menyerupai batu limestone. Apakah mereka menemukan bahan adonan khusus yang jika mengeras dapat menyerupai limestone? Di masa kita kini, kita mengenal bahan semen dan mortar. Kedua bahan liat ini jika mengeras akan tetap tampak seperti semen dan mortar. Tidak ada yang dapat berubah menjadi batuan apa pun.
Ataukah mereka mampu membuat batu limestone yang keras itu menjadi lunak, menjadikannya plaster liat yang dapat dicetak, lalu mengeraskannya kembali menjadi batu limestone? Sungguh ide yang radikal. Mungkinkah?
Kedua;
Bagaimana mereka menempel plaster beku itu ke dinding? Karena jika anda perhatikan dari sangat dekat, antara plaster beku dan batu tidak ada lapisan apa pun yang menunjukkan mereka direkatkan oleh bahan ketiga - seperti lem atau perekat lain. Kedua material tampak menyatu seperti senyawa pada bahan kimia.
Kami berdua saling berpandang-pandangan dengan penuh tanda tanya. Lalu kami melibatkan beberapa teman lainnya dalam masalah ini. Mereka memberi gagasan bahwa ada semacam teknik elektrikal yang digunakan oleh bangsa Mesir kuno guna merekatkan dua bahan sehingga menjadi satu senyawa.
DR. Carmen pun membenarkan adanya misteri ini, dan menguatkan adanya kemungkinan teknologi plaster dan perekatan di zaman Mesir Kuno yang kita tidak tahu. Dan entah sampai kapan kita akan dapat mengungkap misteri ini.
Atau mungkin ada penjelasan yang lebih sederhana. Yaitu; sangatlah mungkin sewaktu dilakukan restorasi pada kuil ini, para pekerja menyemen pecahan-pecahan relief sehingga tampak kesan bahwa relief itu terkelupas. Saya selalu berusaha obyektif dalam mengamati sesuatu. Dan penjelasan yang sangat sederhana biasanya adalah yang benar. Namun saya tidak punya otoritas untuk menyimpulkan itu. Biarlah ini terjawab di kesempatan lain.
Osireion
Di bagian belakang kuil Abydos telah digali dan ditemukan sebuah peninggalan yang jauh lebih tua dari kuil itu sendiri. Tempat itu dinamakan Osireion, yaitu dipercaya sebagai makam dewa Osiris. Makam ini berbentuk persegi panjang dengan kolam air di dasarnya yang mengambil air langsung melalui pipa-pipa kanal kuno. Keberadaan air itu masih ada hingga kini.
Tidak ada pengunjung yang diizinkan masuk ke dalam makam. Namun group tour kami sudah melakukan koordinasi dengan otoritas setempat sehingga kami mendapat izin masuk.
Arsitektur makam Osiris ini sangat berbeda dengan kuil Seti I. Tampak jelas dibangun di masa yang berbeda - jauh lebih tua dari kuil Seti I.
Ditengah makam terdapat pilar-pilar dari batu granit yang beratnya mencapai 55 ton, serta bentuknya yang tidak simetris dilengkapi mekanisme kuncian (interlocking) di antara satu blok dengan blok lainnya.
Di salah satu pilar terdapat grafiti kuno yang menggambarkan simbol Flower of Life.
Kesan saya begitu melihat dan turun memasuki makam ini berbeda dengan kesan saat memasuki Kuil Seti I. Osireion penuh dengan misteri dan energi. Banyak rahasia tersimpan di sini. Rasa yang saya terima sama misteriusnya dengan saat saya memasuki The Great Pyramid di Giza. Bagi saya, di Abydos ini, Osirieon-lah tempat yang paling misterius dan keramat dari yang lainnya dan patut diselidiki lebih jauh.
Osireion
Grafiti simbol The Flower of Life / Sacred Geometry.
Siapa yang meggambarkannya? Tidak ada yang tahu.
Konstruksi sususan batu granit yang tidak simetris disertai kuncian-kuncian.
Blok batuan yang beratnya dapat mencapai 50 ton ini dipotong dengan sangat halus dan presisi sehingga dapat saling menempel sempurna satu sama lain, bahkan kita tidak dapat menyelipkan selembar kertas pun di antaranya.
Thoth in Abydos
"To your face I confer the Flower of Life,
and the two staffs of the goddesses before your perfect countenance."
(Thoth to Seti I)
Berlanjut ke Part 5.
===============
Erianto Rachman
Sebagian Foto dan Video adalah hasil liputan dari Hilmy Hasanuddin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar