Kamis, 30 Juni 2016

A Sufi's Diaries: Book 1







Diary 1:
An Insignificantly Important Question
(Sebuah Pertanyaan tidak Signifikan yang Penting)


Salah satu tindakan yang saya lakukan dalam masa pencarian saya; pada tahun 1994/5 di masa kuliah tingkat 2/3, adalah melakukan interview kepada beberapa pemuka agama.
Salah satu yang paling berkesan adalah wawancara saya dengan seorang uztad yang cerdas.

Saya: "Untuk apa alam semesta yang sangat luas ini diciptakan?"
Uztad: "Untuk bumi, untuk manusia."

Hmm... jawaban classic, pikir saya. Saya meninggalkan sang uztad dengan kehilangan hormat saya padanya.

Sesampai di rumah saya merenung, berhari-hari, berbulan-bulan, tak tahulah sampai berapa lama. Kemudian saya membuat analogi ini;
Seseorang mendirikan gedung pencakar langit. Besar dan tinggi, mencapai 200 lantai. Digunakan juga bahan-bahan / material terbaik yang akan menjadikan gedung itu bertahan ribuan tahun.
Di setiap lantainya dipasangkan permadani terbaik dan termahal di dunia. Tirai termahal dan terbaik, serta furniture dari kayu jati terbaik dan (lagi) termahal. Wallpaper sutera dan emas 24 karat, serta peralatan makan dari perak. Lampu termahal dari kristal, Intinya gedung yang super megah, gemerlap, dan mewah, tidak ada satu pun di dunia ini yang menandinginya.
Lalu di salah satu lantai gedung itu, di sudut dari permadani tebal itu, ada sebutir debu. One spec of tiny dust particle. so small, so insignificant.  
Nah, sebutir debu itu ada karena apa? 
Jawaban pola pikir Linear: "Debu itu ada karena adanya gedung itu." 
Jawaban pola pikir Non-Linear: "Gedung itu ada karena adanya debu itu."

---------------

Science VS Spiritual adalah Linear VS non-Linear.
Saat seorang yang berasal dari sisi linear mampu berpikir non-linear, maka ia sudah berhasil memahami keduanya; Science dan Spiritual.

Penjelasan:

Pemikiran Linear:
A --> B --> C --> D --> ... --> Z
A menyebabkan B. B menyebabkan C, dan C menyebabkan D terus sampai Z. sebuah rangkaian cause and effect.
Sehingga, Z hanya akan ada bila adanya A.

Pemikiran Non-Linear:
Z harus ada terlebih dahulu, barulah A, B, C, D, ...Y akan ada.
Atau boleh dikatakan, Z -lah syarat/alasan untuk keberadannya A, B, C, dst.

Pahami ini, renungkan. Kaji ulang pengetahuan anda.

Inilah ciri-ciri teman spiritualmu. Temukan mereka yang sudah memiliki pemahaman seperti itu. Jadikan mereka teman berdiskusimu. Hindari berdiskusi spiritual dengan mereka yang masih terpaku pada pemahaman Linear. Nanti anda akan capek sendiri.

---------------

Apakah yang Non-Linear di atas adalah kebenaran pamungkas?
Belum! Masih ada satu level lagi di atas itu semua. Saya namakan level Mystic.

Kebenaran pamungkasnya adalah:
"A sampai Z sudah ada sejak awal."

Temukanlah orang yang memiliki pemahaman seperti ini, lalu duduklah di sampingnya.








Diary 2:
Mysterious Incantation
(Mantera Misterius)


Guru mystic pertama saya adalah seorang wanita yang sampai sekarang sangat saya hormati dan saya cintai. Ilmu kebatinan yang dimilikinya sangat luar biasa, sampai sekarang pun saya masih merasa takjub.

Di awal-awal pencarian saya, saya berdiskusi dengannya, masih dengan pola pikir sedikit linear, kami berbicara mengenai alam semesta, hukum alam, dll. Tentu jawaban yang saya dapatkan dari beliau hampir senuansa dengan yang saya dapatkan dari sang Uztad beberapa tahun sebelumnya. Membuat saya frustrasi. :-)

Akan tetapi, saya sudah mulai passing over, atau menyeberang dari cara pikir linear ke non-linear. Saya berpikir,
"jika ingin tahu yang sebenar-benarnya, ya saya harus terjun masuk ke lautan yang kedalamannya tidak perlu saya pusingkan."
Maka saya mulai menerima ajarannya. Saya mencatat dan menghapalkan semua nasihat dan mantera yang diucapkannya, tanpa saya perlu ambil pusing maksudnya. Maka dimulailah. Di tahun 1998-2002 saya memulai pelatihan intens.

Apa yang saya dapat? Luar biasa!
Tetapi apakah bisa saya jelaskan dengan logis? Sewaktu itu tidak...

Di kurun waktu yang sama, saya juga sudah membaca beberapa buku fisika teoretis yang bisa saya temui di toko buku.
 Saya berusaha menjelaskan pengalaman mystic saya melalui science. Terjelaskan sedikit saja. Belum memuaskan.

Anyway, yang ingin saya share di sini adalah; salah satu mantera dari beliau yang harus diucapkan setiap kali memulai meditasi adalah kira-kira seperti ini (maaf saya tidak ingin menuliskannya secara eksplisit demi menghormati beliau, dan aslinya ini adalah mantera dalam bahasa Sunda);

".... Allah yang Agung, yang berdiam di dalam diri saya, yang bertapa di dalam diri saya..."

Saya pilihkan lagi kalimat mantera lainnya, yang berbunyi;

"....Terbukalah pintu ilmu yang bukti kuasa-Mu."

Sekarang saya sangat memahami mantera di atas! Jantung berdebar, badan merinding, bergetar dan menangis saat rahasia pengetahuan itu terdedahkan di hadapan saya. My Biggest Revelation mengenai pengetahuan ini sudah saya tuangkan ke dalam tulisan saya yang berjudul "A Morning Dew". Jika anda ingin tahu arti dari semua ini, resapi saja artikel tersebut.

Saya memiliki guru lain setelah beliau, akan saya share mengenai beliau pada kesempatan lain.

Di bulan Ramadhan ini, tepat tanggal 20 Juni kemarin (Full Moon), Ilmu dari beliau, ditambah dengan ilmu dari guru saya setelah itu, juga ilmu Reiki yang saya pernah pelajari, tergabung menjadi satu ke dalam satu rangkaian mantera baru yang muncul dengan sendirinya. Tanpa direncanakan, Matera itu datang dalam sebentuk cahaya ke dalam diri ini dan jadilah.

Saya dibantu oleh seseorang yang malam itu ikut meditasi bersama saya dari jauh. Seorang istimewa yang datang dengan sendirinya. Tanpa dirinya, maka pengetahuan itu mungkin tidak akan saya dapatkan di malam itu.

I found the 8th chakra!
Saya temukan chakra ke-8!
----------

Pesan saya melalui tulisan ini adalah;
Murnikan hatimu. Peningkatan kesadaran akan membawa kebahagiaan yang singular, dan menemukan Yang Maha Singular.
Pertemuan itu worth the trip! More than you can ever imagine.

Mengapa saya share ini?
Saya tidak tahu. Hanya ikuti hati saja.
Maybe as simple as 'because of you.'






Diary 3:
Divergent
(Yang Berbeda)

Judul yang menarik, 'Divergent'. Seperti judul film :-)
Tapi saya rasa memang begitulah yang dirasakan bila kau keluar dari cara berpikir linear yang kaku kepada non-linear.

Seminggu belakangan ini saya mengangkat topik mengenai cara pikir linear vs non-linear. Topik ini menurut saya cukup penting mengingat banyaknya pertanyaan serupa ini; 

"Bagaimana memahami spiritual dan memiiki kesadaran lebih?"

Dan semua soalan itu bermuara pada satu titik dimana terdapat dua kutub yang saling bertentangan, yaitu Linear dan non-Linear.


Dan mungkin ada pertanyaan lanjutannya;
"Bagaimana cara mengetahui bila seseorang atau saya sudah menggapainya?"

Memang kadang membuat seseorang frustrasi bila apa yang dipelajari dalam waktu relative lama tidak membuahkan hasil. Seharusnya ada semacam check-point beberapa kali sepanjang waktu pembelajaran untuk menilai diri sendiri sudah sampai dimanakah saya.

Tidak juga begitu. check-point itu juga adalah hasil dari cara pikir linear. Frustrasi pun adalah hasil dari pola pikir linear.
Pengalaman spiritual bersifat personal. Tidak ada satu pun manusia yang perjalanan spiritualnya sama. Jadi, anda tidak bisa melakukan perbandingan dengan sesama pelaku. Anda bisa melakukan perbandingan terhadap yang tidak melakukan.
So, keep going! Do not anticipate!

Saya ingin mengambil satu contoh sederhana dari pengalaman pribadi saya.

Perubahan pada diri yang akan tampak cukup jelas adalah dengan lebih melibatkan rasa atau feeling di dalam setiap tindakan kita. Anda akan (tanpa disadari) mengambil keputusan bukan dengan logika.

Suatu hari saya berencana untuk melakukan beberapa kegiatan; Ke pasar, bertemu teman, ke ATM, dan ke DHL (karena saya harus mengirim barang).

Jika berpikir logis, maka saya akan melakukan satu dari dua pilihan / pertimbangan; yaitu Melakukan kegiatan berurutan sesuai jarak lokasi yang dituju (yang terdekat lalu ke yang terjauh). ATAU berdasarkan prioritas. Logis kan? tinggal kita pilih saja.

Saya sudah bekerja selama bertahun-tahun melatih diri untuk melihat segala sesuatu berdasarkan priority dan logic. Seharusnya reflek saya akan selalu melihat segala masalah berdasarkan priority. Tetapi kali ini tidak demikian. Yang saya lakukan adalah ke pasar terlebih dahulu, lalu bertemu teman, dan terakhir adalah ke ATM. Sedangkan ke DHL saya tunda keesokan harinya.

Rute perjalanan saya sangat tidak efisien karena sebenarnya ATM lebih dekat dari rumah. Kedua adalah pasar, lalu DHL. Lokasi teman adalah yang terjauh. Dan saya pun pulang ke rumah malam hari karena menikmati bertemu teman lama.

Kenapa? karena feeling saya menginginkan begitu.
Lalu apakah saya benar?
Hey.. mengapa semuanya harus benar dan salah? Inilah ciri khas pola pikir yang linear.
Feeling saya merasa baik dan sempurna menjalankan urutan kegiatan seperti itu. Dan saya merasa bahagia.

Apakah perasahan berbahagia itu bisa dijadikan penilai bahwa apa yang kau lakukan itu benar? Ya! Namun yang harus dipahami adalah perasaan bahagia itu bukanlah bahagia yang dipicu oleh ego.

Saya merasa harus ke pasar dulu karena ada titipan yang harus saya beli. Lalu bertemu teman karena dia membutuhkan bantuan. Sedangkan ATM dan DHL adalah urusan pribadi saja. Feeling saya menggerakkan saya untuk melakukannya demikian.

Di atas adalah hanya satu contoh yang paling sederhana. Saya harap mampu menjadi contoh yang baik untuk direnungkan.

Berbahagia karena melihat orang lain bahagia.
Hati menjadi tenang dan tenteram jika orang lain juga tentram.
Kadang, menerima senyuman tulus dari orang lain seperti sedang dipeluk erat olehnya.

---------------

Secara perlahan, anda akan sedikit berbeda dengan orang lain di sekitar anda. Perlahan-lahan sikap anda berubah karena pola pikir anda berubah drastis. Ini bukan perubahan fisik tetapi seluruh pribadi anda luar dalam. DNA anda sedang di-re-program perlahan-lahan.. Anda akan terpisah dari lingkungan anda.

Anda menjadi divergent.
Mulai terjadi friksi antara anda dan orang terdekat.
Hidup anda yang tadinya penuh syarat, menjadi tanpa syarat. Anda menjadi sangat sederhana, simple dan tanpa beban. Bahkan anda siap mati kapan saja karena sudah begitu besar cinta Tuhan yang anda rasakan.
Tetapi ternyata perubahan anda itu tidak baik untuk orang lain!
Bagi mereka, anda menjadi orang aneh. Tidak normal. Tidak logis.

Bagaimana bisa seperti itu?
Lalu anda frustrasi lagi...

Tidak perlu cemas... Anda seperti sedang berendam dalam jacuzzi, hangat, menyegarkan disertai pijatan lembut gejolak air... juga aroma wewangian yang menenangkan jiwa....
Anda terlena dengan rasa bahagia itu.. Lalu orang lain menegur anda.

"Hei, ngapain sih lama-lama berendam begitu?"
Anda cukup dengan menjawab, "Maaf... di sini nyaman... mari ikut ke sini..."

Adalah manusiawi merasa terlena. it's ok. Ucapkanlah terima kasih kepada yang sudah mengingatkan anda. Mintalah maaf bila sudah menyakiti hati mereka.
Bila kondisi memungkinkan, jelaskan apa yang anda rasakan.
Karena bisa saja kebahagiaannya datang dari anda.

Just share your feeling. And keep on sharing.

----------

You were born as Healers.
Your hearts transmit energy, so strong and so widely reached.
Be transmitters of love and happiness.
Heal the world.




Sebuah Pesan

Pesan ini untuk semua, termasuk diri saya sendiri.


Sebagian dari kita mendalami spiritual (dan mysticism) dengan cara belajar dan meditasi yang bertujuan untuk mencapai suatu bentuk pencerahan. Kadang kita bertanya, apakah ciri-ciri dari seorang yang telah mengalami pencerahan hati itu?

Awal mulanya, secara pandangan fisik, kita akan memiliki hati yang lebih lembut, dan mudah tersentuh oleh kejadian-kejadian di sekeliling kita. Ada timbul rasa compassion atau iba.

Rasa iba itu bisa terhadap alam; misal lebih terusik melihat sampah di depannya dan ingin membersihkan, merasa terusik dan ingin beraksi bila melihat atau mendengar berita tentang kerusakan alam, dll.

Terhadap sesama manusia; merasa iba melihat anak jalanan, merasa kasihan melihat orang tua yang lemah, dll.

Terhadap sesama makhluk; merasa urung niat untuk menyiksa hewan dalam bentuk apa pun, merasa bersalah bila melihat ada orang lain yang menyiksa hewan, menembak burung, menebang pohon, dll.

Tetapi memang tidak semudah itu seseorang bisa berubah menjadi berhati lembut. Saya pun masih harus mengingatkan diri sendiri akan hal ini. "Mengingatkan diri sendiri" ini adalah sebentuk "Kesadaran" yang akan kita capai dalam perjalanan spiritual kita.
Bentuk kesadaran ini banyak yang mengistilahkan dengan "bisikan malaikat". Bukan. Inilah diri kita yang sebenarnya - inilah Sang "Aku".

Terbukanya hati berarti membuka kesadaran terhadap semua hal, termasuk baik dan buruk. Seorang meditator akan merasakan yang baik dan yang buruk secara bersamaan. Perjalanan ini full-package. Kita tidak bisa memilah-milah. Sehingga kita akan merasakan pertentangan yang sangat menyiksa. Dan di saat inilah kita memerlukan seorang sahabat (atau guru). Kemudian kita mengalami taubah, yaitu keberhasilan kita dalam mengendalikan dua kutub rasa itu, dan kita menemukan sanctuary di "tengah" hati kita.

Semakin lama kesadaran itu semakin kuat. Dan karena kita adalah makhluk spiritual, kesadaran itu menular pada alam sekitar, termasuk orang lain. Efek-nya adalah berlipat-gandanya kesadaran kita yang terolah di dalam diri kita.

Hati yang lembut menjadi lebih lembut. Jiwa menjadi lebih tenteram dan tenang. Kekhawatiran perlahan hilang.

Apa wujud perilaku kita sehari-hari jika telah mencapai tingkat ini? Kita akan semakin sabar dan tenang. Semakin sensitif dengan perasaan orang terdekat. Semakin peka terhadap pesan-pesan halus dari alam, Ingin menolong, lebih aktif berbagi, dll.

Tetapi itu bukan tujuan akhir. Karena akan selalu ada tantangan baru. Lagi, saya juga mengalami ini. Pikiran mulai mencari-cari cara "Pembenaran". Adalah berbahaya jika kita tergoda untuk melakukan pembenaran terhadap apa yang kita lakukan. Semuanya akan jadi benar karena kita yang membenarkannya. "It is right, because I say so!"

Tidak. Ya Tuhan, ampunilah saya yang tercela ini.
Kembalilah ke tengah hati, di sana ada sanctuary kita. Kebenaran yang hakiki ada pada sifat alamiah alam ini sendiri. Kebenaran itu adalah Sang Tuhan yang sejati.
Maka di tahap ini, serahkanlah semua pada Tuhan! Berserah dirilah secara total!

Kita berada di ranah yang cukup dalam, menembus dogma dan doktrin apa pun.
Tidak ada yang benar tidak ada yang salah, tidak ada yang baik tidak ada yang buruk. Yang ada hanya "Alamiah" (Kehendak Tuhan).

Sudah sampai dimanakah anda?







Diary 4:
Taubah


Bersyukurlah bila sudah mengalami taubah. Paling tidak sekali dalam hidupmu. Banyak yang mengartikan taubah atau tobat adalah sikap meminta ampunan dari Tuhan, seraya berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan itu lagi.

Namun kurang pas begitu.
Jika pada suatu ketika di dalam hidupmu kau merasa sedang ditimpa kemalangan, kau merasa sedang diuji. Entah itu terlibat hutang yang sangat besar jumlahnya, atau kehilangan semua harta-bendamu, atau ditinggal oleh orang yang sangat kau cintai, atau sudah lama tidak mendapatkan pekerjaan, dll.

Awalnya adalah penolakan (denial). Kau tidak ingin mengalah pada kondisimu. Kau tidak mau mengaku salah. Dan kau menyalahkan orang lain. Pada klimaksnya, kau menyalahkan Tuhan. Kau memaki-maki semua orang, kau membenci semua orang, dan klimaksnya kau memaki dan membenci Tuhan. Entah sumpah serapah seperti apa yang terlontar dari mulutmu kepada Tuhan.


Kejadian 1:

"Immediate Escape"
Kemudian, Mara-mu menemukan jalannya. Ia meraih bantuan dan ada orang yang mengulurkan tangannya untuk membantumu; memberikan pinjaman uang, atau mengajakmu melakukan suatu pekerjaan. Di sini kau sedikit merasa tenang karena merasa keluar dari masalah. Dan kau bergumam, "Aku menerima bantuan dari siapa pun yang pertama kali datang padaku. Apa pun bentuknya aku tidak perduli. Dari manusia, bukan dari Tuhan!"
Kau merasa Tuhan sudah tidak relevan lagi.

---------------

Kejadian 2:

"Reaching Rock Bottom"
Kau temukan dirimu dalam kondisi terpuruk sangat parah. Kau tidak punya harta lagi, tidak mampu menafkahi keluargamu, pernikahanmu diambang perceraian, atau memang sudah pada tahap berpisah hidup. Kau hanya mampu menatap kosong. Merasa hina-dina. Air matamu sudah habis. Suaramu sudah parau tertelan dukamu. Tidak ada apa-apa lagi. Kosong, sepi. Kau hanya bisa terdiam tanpa pikiran apa pun. apa pun.

"Cleansing"
Masing-masing manusia akan belaku berbeda. Sebagian orang mengenakan alas kaki, lalu mulai berjalan kaki. berjalan. Berjalan tanpa tujuan. Keriuhan jalan raya tidak lagi kau dengarkan. pandangan kosong. Kau terus melangkah tanpa tujuan. Entah sudah berapa jam waktu berlalu, entah sudah berapa puluh kilometer jarak yang kau tempuh. Kau terus berjalan sampai tak sanggup melangkah lagi. Kau berhenti dan duduk di tepian jalan tanpa sempat memilih-milih tempat yang baik untuk diduduki. Kau hanya duduk karena kakimu sudah tak sanggup melangkah.

"Revelation"
Matamu terpejam. Setelah sekian lama, kau mendengar langkah kaki. Kau menengadahkan kepalamu sambil mencari sumber suara itu. Seorang pengemis jalanan berdiri di hadapan, sambil tersenyum padamu.

"a Lift"
Kau membalas senyumannya. Seketika itu pula hatimu seperti dialiri air dingin yang datang dari atas kepala. Sejuknya sangat menyegarkan... Terasa ringan.. tubuhmu seperti melayang-layang. Ada rasa beban yang diangkat dari tubuhmu. Beban itu hilang.

"Reborn"
Kau menjadi manusia yang sudah tercuci, terangkat dari beban hatimu. Terlahir kembali. Mara dan ego-mu sudah hancur oleh senyuman seorang pengemis. Senyuman yang datang dari seorang yang seharusnya menderita? Ternyata pengemis itu jauh lebih berbahagia dari dirimu? Mengapa? Karena ia adalah seorang yang merdeka. Merdeka hatinya tanpa kemelekatan duniawi apa pun. Dan kau sekarang terlahir kembali sebagai seorang yang merdeka.

"A New Life, a New Beginning."
Hidupmu berubah total. Sekarang kau susun rencana untuk melepaskan kemelekatanmu. Kau adalah orang yang merdeka. Kau bersyukur kepada Tuhan. Kau sudah membuang jauh-jauh Pride-mu. Kau utamakan kerendahan hatimu

Kehidupan ini memang sangat indah. Keindahan itu selama ini tertutup oleh tirai egomu.


---------------

Di atas adalah peristiwa "Taubah".
Taubah adalah peristiwa turunnya ego dari otak ke dalam hati.
Taubah adalah peristiwa kalahnya ego. Kalahnya Mara.

Taubah menjadikanmu berpikir tidak lagi dengan otakmu, tetapi dengan hatimu. Taubah menyeberangkanmu dari segala yang bersifat duniawi ke wilayah spiritual. Taubah membuka tabir ilusi duniawi dan melihat kehidupan ini apa adanya. Taubah mengajarkanmu berpikir non-linear dan menerima alam ini apa adanya.

Taubah memperlihatkan Tuhan yang tanpa syarat.
Taubah mempersiapkan hatimu untuk terbuka lebih luas akan keberadaan Tuhan.

Tetapi ini belum selesai.
Ini barulah awal dari perjalanan spiritualmu.

Selamat menempuh perjalananmu.
Bertanyalah, maka kau akan mengetahuinya.







Diary 5:
Ikhlas, The Unspoken Deeds
(Ikhlas, Perbuatan yang tak Terucap)

Saya sangat sering berada di antara orang yang cukup taat dalam agama mereka. Dan saya kerap mendengarkan ucapan ini,
"Ikhlaskan saja, semua yang diikhlaskan dengan tujuan baik akan mendapat pahala dari Allah."
Bahkan ada yang menambahkan,
"Nanti juga kebaikanmu akan dibalas oleh Allah dalam bentuk rizki yang lebih banyak lagi."

Bagi saya, ikhlas itu tidak mengharapkan imbalan apa pun, termasuk pahala. Terlebih lagi mengharapkan balasan rizki yang lebih banyak.
Menurut saya, hal tersebut adalah sebuah salah kaprah.

Saya pernah menyinggung mengenai simbol yang satu ini, yaitu "pahala". Pahala adalah nilai ketidak-melekatan kita terhadap duniawi dari apa yg kita perbuat.

Dan saya selalu perhatikan, mereka yang mengharap seperti di atas, sesungguhnya ia tidak ikhlas dengan apa yang diperbuatnya. Hal ini ditunjukkan dari seringnya ia menceritakan hal tersebut, baik hanya sekedar bergumam kepada dirinya sendiri atau kepada orang lain.

Ikhlas adalah kondisi dimana apa yang ia perbuat atau ia berikan kepada orang lain tidak mengikat diri yang bersangkutan sama sekali. Putus, lepas. Dan dia terbebas merdeka dari apa yang ia lakukan/berikan itu.

Kemerdekaan yang didapat dari keihklasannya itu membuat hatinya sangat damai dan tenang. Ketenangan hati yang tidak dapat diucapkan. Kalaupun ada ekspresi yang ia tampilkan, Ia akan mengekspresikannya dalam wujud syukur. Syukur ini akan berupa lebih banyak lagi perbuatan-perbuatan lain yang ia lakukan dalam kondisi ikhlas.

Apa yang sesungguhnya terjadi dari kondisi hati yang tenang seperti pada cerita di atas? Tenang-nya itu adalah 'rasa' yang didapatkan bila seseorang melakukan sesuatu dengan cinta Tuhan. Sebuah cinta tanpa syarat. Tuhan tanpa syarat.
Sebuah rasa yang tak terucap.

Peace (kedamaian) dan Bliss (ketentraman/ketenangan), adalah rasa yang dicapai pada tingkat kesadaran yang sangat tinggi. Kesadaran yang timbul pada tingkat seseorang mampu bersaksi bahwa Tuhan adalah SATU (One) dan SEGALANYA (All-Being).
Bila kita merasakannya, maka tidak ada kata apa pun yang dapat terucapkan.

Ada yang bertanya kepada saya, "Bagaimana mencapai kesadaran yang lebih tinggi?"
Sekarang saya jawab; Bukan dari meditasi atau ibadah saja, tetapi esensinya adalah dari pemahamanmu yang sempurna akan kebenaran yang hakiki.

Pemahaman tersebut itulah yang akan menyadarkanmu. Ia hadir dalam rasa yang murni. Bukan rasa yang direkayasa. Bukan rasa yang dipaksakan. Kau akan mengenali rasa ini secara alamiah.

Belajarlah, jangan berhenti.







Diary 6:
The Calling, Punyaku Bukanlah Milikku
(Sebuah Panggilan)


Saya memiliki sahabat di masa kuliah. Kami sangat dekat karena kami sama-sama mencintai musik. Dia pemain keyboard otodidak yang handal. Daya seninya sangat tinggi, hidupnya bermandikan irama lantunan musik merdu. Dia adalah seniman musik sejati. Kami sering mencipta lagu bersama, rekaman bersama. Lagu-lagu yang kami ciptakan dan nyanyikan hanya untuk kami nikmati sendiri. Sekedar hobi.

Tahun 1998 saya direkrut oleh sebuah Home Band di kota tempat saya kuliah itu, sebagai pemain keyboard. Saya menikmatinya dan mulai sibuk dengan latihan dan tampil dari panggung ke panggung. Selain itu, tetap harus kuliah dan menunaikan Tugas Akhir saya. Kegiatan saya ini membuat saya menjadi jarang bertemu dengan sahabat saya. Tetapi kami tidak putus sama sekali. Namun perlahan kami benar-benar tidak pernah bertemu sampai saya graduate / wisuda, dan pindah ke Jakarta.

Selama di Jakarta, beberapa kali saya dikelebati ingatan akan sahabat saya. Tapi tidak saya perdulikan. Lagi pula saya baru memulai perjuangan hidup saya ini dengan tertatih-tatih, sehingga tidak sempat untuk mengingat teman-teman lama. Meditasi pun sempat terhenti lama, terutama setelah kelahiran anak pertama.

Anyway, di tahun 2007/8, saya tersengat ingatan akan sahabat saya kembali. Kali ini saya bertindak. Saya mencarinya, menelpon semua orang yang saya ketahui. Sudah hampir 10 tahun berlalu sejak terakhir saya bersamanya, semua catatan kontak pun tidak dapat dihubungi lagi. Kebetulan ada Facebook., saya pun berhasil menghubungi salah satu teman lama yang mengetahui keberadaan sahabat saya itu.

Dengan jantung berdebar dan kucuran air mata, saya menerima kabar bahwa sang sahabat pernah mengalami radang otak yang kemudian membuatnya kehilangan pendengarannya. Ia menjadi Tuli. Dan bila seorang Tuli, ia pun kehilangan kemampuan bicaranya (karena orang tuli tidak dapat mendengarkan suaranya sendiri).

Hati saya remuk. Sangat sedih. Bagaimana nasib seorang musisi yang kehilangan pendengarannya? Tragis... sungguh tragis... berhari-hari saya dirudung rasa menyesal karena tidak ada di dalam hidupnya justru di saat dia sangat membutuhkan kehadiran sahabat terdekatnya.
Dan saya menyesal tidak mengikuti panggilan hati saya saat datang ingatan mengenainya di dalam benak saya dulu.

Saya berbicara lama dengan teman-teman yang lain mengenai kondisi sahabat saya. Mereka menasehati saya untuk tidak menelpon, karena menelpon akan membuat dirinya low. hanya sms. Saya berniat menemuinya di kota itu.
Teman-teman menasehati bila bertemu harus berdua saja tanpa orang ketiga, sebab, sahabat saya selama bertahun-tahun ini belajar membaca gerak bibir lawan bicaranya, sehingga saya harus memastikan apa yang saya ucapkan diucapkan dengan lamban dan dilihat olehnya.

Saya juga mengambil tindakan lain, selama 6 bulan saya mempelajari dan menghapal bahasa isyarat dengan tangan. Hal ini saya lakukan untuk mengantisipasi bila hal tersebut diperlukan.

Lalu setelah saya berhasil berkomunikasi melalui sms, kami pun bertemu. Tahun 2010. Kami menghabiskan waktu bersama hingga pukul 3 pagi.. seperti masa kuliah dulu. Saya simpan tangis luapan kerinduan saya padanya agar ia tidak bersedih.
Dia menceritakan bagaimana terpuruknya kondisinya saat kehilangan pendengarannya itu. Ia hampir bunuh diri. Dua orang yang membantunya bangkit adalah ibunya dan istrinya (sewaktu itu belum jadi istri). Ia mengalihkan seninya dari musik ke fotografi. Setidaknya ia mampu memanage kehilangannya itu.

Sungguh seorang yang luar-biasa. Semangat hidupnya sangat hebat. Kesadaran bahwa "tidak ada yang milik kita". Semuanya dapat hilang kapan pun. Sikap kita dalam mengatasi kehilangan itu menentukan tingkat kesadaran kita - total surrender, dan ikhlas.

Saya meminta maaf padanya karena tidak menjadi sahabatnya saat dibutuhkan. Saya mendapat pelajaran sangat berharga di sini. Dan sejak itu saya selalu merasai bentuk panggilan-panggilan halus yang datang. Tidak akan lagi saya acuhkan seperti dulu.

Tahun 2013, sahabat saya tersebut meninggal dunia karena serangan asma. Meninggalkan istri dan dua orang anak.

Ya Tuhan...

---------------


Berselang waktu hadirkan kita bertemu
Genapi takdir berganti penuhi arti

Memikul sadar dari sang Satu
Resapi makna 'tuk buka diri

Parau tangis hiasi hari
Serapah perih mencabik hati
Geming sabar ku menanti

Akulah satelit yang arahkan liarmu
Kaulah ombak yang terus mengikis karangku
Gores luka membujur tubuh
Punyaku bukanlah milikku
Biarkan saja agar segera berlalu

Kerak gelap pun memudar
Seberkas terang silaukan visi 
Ratna sejati berbinar 
nyata indah berseri 

Tak apa kau acuh peduli 
Sungguh pun tak mengerti 
Tak sesal ku menyikapi
Kar'na kau berikan damai berseri 


----- "Penyampai Pesan" ------ 

(De Grote Postweg, Opay Roods)









Diary 7:
Cleansing
(Pembersihan)

Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada mereka yang datang kepada saya, baik itu telepon, chatting, sampai datang langsung ke rumah untuk berbincang dengan saya. Saya menghargai kalian semua, dan semoga bermanfaat.

Kali ini adalah mengenai beberapa persoalan yang garis besarnya adalah begini;
"Saya ingin hidup sejahtera, tenang tanpa ada rasa kepepet atau kekurangan apa pun, dan bahagia, untuk saya dan keluarga saya. Bagaimana caranya?"


Seperti melihat dunia dari balik kaca jendela yang buram dan kotor. Kau tidak mampu melihat dunia dengan jelas apa adanya. Kau hanya mengandalkan opini pihak lain dalam mereka-reka atau menebak dunia itu. Opini-opini tersebut adalah kerangka berpikir yang membatasimu.

Kau sudah terbiasa dibatasi oleh pendapat orang lain dan oleh dogma. Duniamu yang kau lihat dibalik jendela adalah dunia sempit berbataskan opini dan dogma.

Kemudian, berdasarkan keterbatasan pandangan tersebut, kau berharap dan berdoa akan suatu cita-cita yang bagimu adalah sebentuk masa depan yang sesuai untukmu.

Lengkaplah sudah penjaramu!
Kau batasi duniamu oleh opini, dogma, dan harapan semu yang tidak sesuai untukmu.

Aku berkata padanya, "Bersihkanlah kaca jendelamu itu. Tidakkah kau ingin melihat duniamu secara utuh, bersih, apa adanya dengan matamu sendiri?"

Kau bertanya, "Bagaimana caranya?"
Jangan jadikan opini orang lain sebagai kebenaranmu. Jangan jadikan dogma di masyarakat sebagai jati dirimu. Mereka bukan dirimu. Kau harus temukan siapa dirimu sebenarnya. Kau harus menemukan potensimu yang sebenarnya lalu mencurahkan energi maksimal untuk menggali potensi tersebut. Tanpa menyerah. Tanpa keraguan sedikit pun.

Duniamu adalah dunia yang sesuai untukmu, bukan sesuai untuk orang lain. Tidak perlu menjadikan dunia orang lain sebagai skala ukuran duniamu. Lepaskan belenggu itu. Sudah terlalu lama kau berada di penjara yang pintunya terbuka lebar.

Dan jika kaca jendelamu sudah dibersihkan, bersiap-siaplah melihat pemandangan dunia yang tidak sama dengan harapanmu.

Selama hidupmu kau berdoa agar sebentuk cita-cita yang kau inginkan dapat terwujud. Kau gambar keinginanmu itu dengan sangat detail, dari bentuk, warna, rasa, dll. Bagi saya, ini termasuk penjara. Bila saya melakukan ini, maka saya seperti mengajari Tuhan untuk berbuat. Saya membatasi Tuhan.

Biarkanlah Tuhan hadir bersama kita. Statement ini sudah tidak berlaku lagi; "Manusia berencana, Tuhan menetukan." Tetapi seharusnya adalah, "Kita berencana, melakukan dan menentukan bersama Tuhan."

Libatkan Tuhan di setiap detik dalam hidupmu. Biarkan Dia hadir dan bersama-sama membersihkan jendela duniamu. Menemukan jati dirimu yang sesungguhnya. Dan menerima siapa dirimu yang sebenarnya. Kemudian menerima duniamu apa adanya. Yang sesuai untukmu.

Kembali ke pertanyaanmu.
Apakah kesejahteraanmu itu? Apakah bahagiamu itu?
Adalah jalan hidup dirimu yang sesungguhnya, yang sudah kau usahakan maksimal, dan sesuai untukmu, dan kau menerimanya dengan syukur.

---------------

Setiap orang mengalami peristiwa cleansing ini. Dan setiap orang peristiwanya berbeda-beda. Saya sudah menyaksikan cukup banyak cleansing yang terjadi pada teman-teman saya. Termasuk diri saya sendiri. Rasanya sakit dan berat. Tak percaya. Sulit merubah pemahaman yang sudah tertanam selama hidup ini.

Tidak mudah menerima diri ini apa adanya.

Bahkan setelah kaca dibersihkan pun, banyak orang yang tidak menerima kenyataan yang dilihatnya.

Tetapi cleansing ini adalah peristiwa penting.
Bersyukurlah bila bisa mengalami dan menyadarinya.




You are already blind. So might as well walk!
(Kau sudah buta. Jadi, sekalian saja berjalan!)

Seorang dengan mata buta berdiri di sisi jalan. Dia ingin berjalan menuju ke sebuah tempat yang diceritakan orang-orang akan keindahannya.

Tetapi ia buta. bagaimana ia pergi ke tempat tujuannya?
Ada dua pilihan.

Pertama,
Ia menunggu sampai matanya sembuh dan mampu melihat, barulah ia akan memulai perjalanannya. Ia khawatir bila dipaksakan jalan dalam kebutaan maka kecelakaan yang akan menimpanya. Ia ragu dan takut.
Maka ia berdiam di sisi jalan ini. Menunggu.. dan menunggu.. hanya menunggu.

Cerita ini jadi tidak menarik.
Lupakan pilihan pertama, mari kita ke pilihan kedua.

Kedua,
Ia ambil tongkatnya dan mulai berjalan. Selangkah demi selangkah sambil menggerak-gerakkan tongkat di depannya dan berkata, "permisi.... permisi... " kepada siapa pun di sekelilingnya.

Sesekali dia duduk beristirahat, melepaskan penat, menikmati tegukan minum dan gigitan seiris roti bekal yang dibawanya. Ia mendengarkan suara sana-sini, hiruk-pikuk dan bergumam, "hmmm... tempat ini berbeda dari tempat saya sebelumnya. lebih ramai..."

Setelah kepenatannya terentaskan, ia pun melanjutkan berjalan lagi. Entah berapa lama ia berjalan... lalu kembali ia duduk. Kali ini ia duduk tidak untuk beristirahat karena lelah, tetapi ia ingin mengamati tempat itu. Ia bergumam, "Tempat ini lebih tenang dari sebelumnya. di sini ada bau tanaman. Mungkin ada toko penjual tanaman di dekat sini."

Beberapa menit kemudian ia berjalan lagi. Terdengar kicauan burung sesekali. Kali ini dia berbincang-bincang dengan banyak orang. Ternyata orang-orang itu menyenangkan juga. Ia mendengar tangisan seorang anak. Anak itu lapar karena bekal makanannya jatuh ke selokan. Lalu si buta memberikan bekal roti dan air yang dibawanya kepada anak tersebut.

Ia tiba di sebuah gang sempit. Sepi tak terdengar apa pun. Awalnya ia sedikit ragu, tapi "ah.. aku sudah berjalan sejauh ini, apa bedanya jika aku teruskan." Ia tepiskan keraguan yang sempat mampir di benaknya, dan terus melangkah dibantu tongkatnya.

Di tengah gang itu sebelah kakinya masuk ke dalam sebuah lubang ia terperosok jatuh, dan kakinya terjepit. "Aduh.. sakit.. ada apa ini?" pikirnya. Tongkatnya terlempar entah kemana.
Ia bangkit dan mencari-cari tongkatnya... tapi tidak ditemukan.

Lalu ia merasakan tangannya dipegang oleh seseorang. Dia adalah si anak yang diberikan makan tadi. "Pak, mari saya tolong. Tongkat bapak sudah patah. Saya akan hantarkan bapak ke rumah saya."

Maka si anak menuntun si buta itu ke rumahnya. Di sana ia pertemukan si buta dengan ayahnya. Sang ayah adalah seorang dokter mata. Sang dokter merawat si buta dan menyembuhkannya dari kebutaan. Tidak sempurna, tetapi ia bisa melihat sedikit-sedikit.

Ia sangat bersyukur dan mengucapkan ribuan terima kasih kepada Sang ayah dan si anak, kemudian berpamitan. Ia menoleh ke arah jalan dan melihat sebuah taman besar yang hijau. Tercium bau tanaman yang sudah pernah ia cium sebelumnya, juga kicauan burung yang juga kerap ia dengar di sepanjang jalan.

Tempat itulah tujuan perjalanannya. Tempat yang indah yang diceritakan banyak orang. Dan selama ini ia hanya berjalan memutarinya saja!

---------------

Kau itu sudah buta. jadi, sekalian saja berjalan!
Nikmati apa yang kau punya, sekaligus yang tidak kau punya. Sama saja kok. Perbedaannya hanya pada melangkah atau tidak melangkah.
Pilihan sangat sederhana itu menentukan masa depanmu.

Paling-paling resikonya hanya tersandung dan jatuh. Dan jika kau berbuat baik kepada sesama, apa pun kondisimu, dimanapun kau berada, akan selalu ada yang membantumu.

Jangan mengeluh. Jangan minta dikasihani karena kekuranganmu. Dan jangan egois.
Orang buta pun bisa memberikan bantuan kepada orang lain.

Kenali dirimu sendiri dan terimalah dirimu apa adanya. Terima kelebihanmu sekaligus kekuranganmu.

Jangan menyerah. Dan jangan mau didikte oleh orang lain.
Tunggu apa lagi? Melangkahlah sekarang!




~ Erianto Rachman ~

Tidak ada komentar: