Minggu, 23 Maret 2014

New Science: Alchemy

Science of the Heart






Part 1

Edisi 1.5


Setiap obyek di alam ini adalah zat Tuhan. Karena semua eksis di dalam Tuhan. Tuhan adalah Satu Medium dimana semua, tanpa kecuali, eksis di dalamNya. Tidak ada satu obyek pun di alam ini yang terlepas dari pengaturan Satu Zat yang menghubungkan semuanya. Tuhan, Dialah tempat setiap obyek di alam ini bergantung. Setiap obyek saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Setiap obyek mematuhi aturan atau hukumNya. Setiap obyek menjalani peran (karma)-nya masing-masing secara unik. Tidak ada satupun obyek yang terlepas sendiri tanpa pengaruh dari obyek lain dan tanpa mempengaruhi obyek lainnya. Karena semuanya ada dalam satu Tempat, satu Wadah, satu Medium, Satu Tuhan. Inilah kebenaran yang hakiki.

Keterhubungan antara satu obyek dengan obyek yang lain dikomunikasikan menggunakan sebuah bahasa yang berlaku di mana saja di alam ini. Bahasa Tuhan, bahasa alam. Bahasa alam adalah bahasa paling primitif, yang sudah ada sejak Tuhan menghendaki alam ini wujud. Melalui perantara bahasa alam inilah Tuhan menyampaikan hukumNya kepada setiap obyek. Dan setiap obyek mengerti apa yang harus dilakukan, dan mematuhinya.

Anda, pembaca blog saya sudah mengerti mengenai bahasa alam ini karena anda sudah membaca tulisan-tulisan saya sebelumya. Bahasa ini sudah dijelaskan dalam science. Ia termasuk bahasa fundamental yang mendasari keberadaan science itu sendiri. Siapapun yang mengerti bahasa alam, siapapun yang bisa mengerti ucapan alam, maka ia mengerti alam ini sepenuhnya. Kebenaran yang hakiki.

Hal ini bukanlah hal yang baru, namun ia terlupakan, terpendam di dalam kelalaian. Terisolir di sudut kegelapan ingatan kita yang tertinggal oleh waktu. Masa demi masa, zaman berganti zaman, ia semakin tak terilhat, terkubur, dan mengaburkan keseimbangan seluruh alam semesta, Ia tertutup oleh bayangan gelap tak-keseimbangan kemurnian cahaya. Seperti sambaran halilintar di langit yang gelap pada siang hari. Cahaya berkelebat, bercampur dengan kegelapan. Kehidupan tidak dapat membedakan cahaya dan kegelapan. Keduanya saling menutupi, tirai ilusi yang sudah mengaburkan pandangan manusia selama ribuan tahun.

Dibalik gelapnya langit, cahaya itu masih ada. Jauh dari kedalaman keterlupaan manusia kepadanya, ia tetap ada. Ia tidak bisa di hilang, ia adalah bagian dari alam, ia adalah bagian dari manusia. Tanpanya maka kita tidak eksis. Ia adalah kualitas kita. Sifat dasar, pola dasar yang menjadikan kita. Bagaikan seorang perancang pakaian yang merancang pakaian kehidupan, ia membuat sebuah pola dasar dari pakaian tersebut. Kemudian setelah pakaian tercipta, maka pola dasar itu masih ada di atas meja kerja sang penjahit, selamanya.

Inilah pola dasar. Archetype of the grand design of the cosmos, and of life. Pada awalnya, Sang Yang Maha menorehkan Wisdom-Nya, OM, maka pola dasar terbentuk, membentang dari satu sisi ke sisi lainnya alam kosmos ini. Sebentuk cahaya tercipta dan dari pola dasar itu terproyeksikanlah alam semesta dengan kesadaran Sang Penciptanya, penuh, murni, consciousness of purity, immortal awareness bahwa ia hidup dan akan menjadikan kehidupan padanya.

Pada awalnya hanya keseimbangan. Keseimbangan adalah cinta dan kasih Sang Maha. Ketenangan, keharmonisan, keterpaduan, seluruh kehidupan mengetahui pengetahuan yang hakiki. Seluruh kehidupan mendengar dan merasakan cinta kasih Sang Satu. Dia adalah kita, kita adalah Dia. Kita dan Dia adalah satu. Pola dasar itu adalah DNA seluruh alam. Ia menentukan sifat dan perilaku alam dan isinya/penghuninya. Pola dasar memiliki kesadaran Tuhan. Bagaikan sang penjahit tadi yang telah menorehkan segenap tinta cintanya ke atas maha karyanya yang menjadi pola dasar untuk seluruh karyanya. Maka pola dasar itu hidup. Namun terlupakan. Terpendam. Terkubur. Manusia melupakan asal-usulnya. Manusia lupa akan adanya hubungan langsung yang sangat erat antara manusia dengan pola dasarnya, dengan kesadaran Sang Tuhan. Sebagian mansuia tahu bahwa ia berasal dari Sang Pencipta, namun ia lupa hubungan yang bagaimana antara ia dan Tuhannya, dan apa yang dimaksud dengan ‘berasal dari Sang Pecipta’ tersebut. Ia hanya tahu karena ia diberitahu.

Alam semesta berperilaku alamiah. Setiap kejadian tidak terlepas dari desain alam. Tidak ada benar dan salah. Buruk dan baik. Semua adalah alamiah. Sesuatu yang ‘katanya’ adalah baik, dapat berakibat pada keburukan. Cinta adalah hal yang baik, namun dengan mencintai sesuatu, maka akan ada kesedihan, yaitu bila yang kita cintai tidak ada lagi di sisi ktia. Namun dengan rasa sedih itu, akan datang rasa cinta karena rasa sedih menggerakkan rasa kasih yang kemudian berbuahkan cinta. Renungkanlah, anda pasti pernah mengalami hal ini. Ini adalah sebuah siklus yang alamiah. Cinta dan sedih adalah dua kualitas dengan nilai yang sama. Semakin anda belajar, maka anda lebih banyak tau, pengetahuan itu membuka kebaikan dan keburukan secara bersama-sama. Baik dan buruk adalah sama. Salah dan benar juga sama. ‘Perbedaan’ yang memisahkan makna keduanya adalah ilusi yang dibuat oleh ego manusia. Yin dan Yang. Feminine dan Masculine, keduanya selalu ada secara bersamaan dan berdampingan. Salah satu tidak bisa dihindari, keduanya akan stabil dalam keadaan seimbang. Demikianlah desain alam ini.

Termasuk siklus perubahan tingkat kesadaran itu sendiri. Desain alam menghasilkan alam kosmos penuh bintang dan galaksi. Mereka berevolusi, berotasi, bergerak, berperilkau yang mempengaruhi satu sama lain pada semua aspek, baik material maupun spiritual bagi seluruh alam ini. Dengan pola dan desain ini juga terjadi pergerakan kesadaran, yang tadinya dalam kesatuan yang seimbang, menjadi terpisah, yang nantinya akan bersatu kembali. Kesatuan menghasilkan keterpisahan, yang kemudian menghasilkan kesatuan kembali. Demikanlah alam ini bekerja. Saat ini telah ada jarak keterpisahan antara pola dasar dengan manusia. Keterpisahan antara feminine dan masculine. Yin dan Yang.

Keterpisahan ini menimbulkan rasa kerinduan, rasa kasih antara sesama. Manusia tidak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Manusia tidak dapat hidup tanpa alam. Jika anda merenungkan hal ini, maka anda mungkin pernah mengalaminya, baik disadari maupun tidak disadari. Anda pernah merasakan siraman kebahagiaan yang begitu hangatnya di hati anda dikala anda mampu membantu orang lain yang sedang dilanda kesusahan. Memberikan sebagian harta anda kepada fakir miskin, anak yatim dan piatu, dan melihat senyuman kecil dari seorang anak yang berterima kasih atas pertolongan anda, adalah sebuah kebahagiaan yang tak terbayangkan dan hanya bisa dialami sendiri-sendiri untuk memahaminya. Suatu kebahagiaan dan kesedihan yang keduanya datang bersama-sama. Inilah cinta dan kasih Tuhan. Inilah bahasa alam.

Terjadi kerinduan dan kasih antara manusia dan manusia, manusia dan alam. Antara manusia dan kesadaran Tuhan. Manusia bisa menjangkaunya. Kita bisa membangkitan ingatan kita kembali kepada ‘kesatuan’ yang pernah kita alami dahulu, dengan mengerti ‘bahasa’ alam. Bahasa alam adalah pengetahuan akan kebenaran yang hakiki, yang berlaku dimana saja, baik materi maupun spiritual. Sebuah pengetahuan akan kesadaran Tuhan. Yaitu dengan menyadarinya, hingga kita berani mengakui akan kebenarannya.

Alam senantiasa berbicara dengan kita, namun sebagian besar dari kita tidak menyadari atau memahaminya. Hal ini karena adanya keterpisahan yang sudah disinggung di atas. Logika kita hanya mampu menerima bahasa yang dapat diterjemahkan ke dalam kosa-kata. Sedangkan suara alam tidak terdengar oleh telinga fisik kita. Alam adalah rasa. Ia berkomunikasi dengan kita dalam rasa. Seperti saat anda merasakan cinta dan kasih, Dan rasa seperti halnya otot, ia dapat dilatih untuk lebih kuat/peka terhadap suara alam, terhadap suara pola dasar – kesadaran Tuhan.


OM Shanti Shanti Shanti


Seseorang sahabat bertanya kepada saya saat mendapati saya yang suatu ketika sedang membaca buku fisika, dan pada saat lainnya membaca buku spiritual, “Teman, apa yang sesunggguhnya sedang engkau cari?” Pertanyaan ini membuat saya termenung sejenak, saya berpikir dan juga menanyakan hal yang sama kepada diri sendiri, apa sebenarnya yang sedang saya lakukan? Menulis blog semata? Jika saya pikirkan dengan segenap logika di dalam otak saya, maka saya tidak menemukan jawabanya, karena apa yang saya lakukan berasal dari hati, ada rasa yang menggerakkan niat saya untuk membaca dan menulis. Belajar dan berbagi. Ini adalah kebutuhan hati, bukan kebutuhan otak. Ada kedamaian dan kebahagiaan di sana. Ketakjuban kepada ciptaan Tuhan, dan rasa syukur yang sangat dalam. Rasa itu adalah bahasa alam, dan alam sedang berkomunikasi dengan saya. Setelah beberapa saat kemudian, saya menjawab pertanyaan sahabat saya itu dengan, “Sesuatu untuk kita semua.”

Kerinduan terhadap pola dasar tidak terjadi satu arah. Pola dasar adalah kesadaran yang hidup. Ia juga merindukan kita. Yin merindukan Yang. Feminine merindukan Masculine. Bagaikan sepasang kekasih yang terpisah jauh dan saling rindu untuk bertemu kembali. Dan bila berhasil bertemu kembali maka akan terjadi persatuan, pernikahan, buah pernikahan itu akan lahirlah anak, manusia baru, kita, yaitu manusia yang sadar akan kebenaran yang hakiki. Tidak ada satu bahasa pun di bumi ini yang mampu menceritakan dengan sempurna apa yang terjadi sesungguhnya. Bahasa manusia justru menambah lapisan kiasan, tirai dan tabir kesemuan terhadap arti sesugguhnya. Saya mempelajari Materi (fisika) dan spiritual, fisik dan mistik. Islam, Sufi, Hindu, Buddha, dan lainnya selama beberapa waktu semata-mata adalah untuk menyibak tabir bahasa, tabir kesemuan, dan merasakan secara langsung bahasa alam, maksud sesungguhnya dari semua pesan-pesan semua ajaran itu. Dan pada kesempatan ini, akan saya bagikan kepada pembaca saya, di sini.

Di alam quantum, manusia tidak ada. Manusia adalah sekumpulan atribut atau properti yang dibawa oleh partikel-partikel fundamental. Partikel adalah pembawa informasi terkecil. Informasi tidak dapat dihancurkan. Informasi akan selalu ada di alam ini. Informasi ini termasuk pula setiap kejadian pada waktu yang berjalan sejak partikel itu terbentuk. Dengan kata lain sejak peristiwa penciptaan. Setiap bongkah kecil kristal pada pasir atau garam merekam peristiwa alam sejak terbentuknya. Informasi itu dapat diakses dan dibaca. Bukan dengan teknologi komputer super canggih. Akan tetapi, dengan ‘kesadaran’.

Mereka yang tercerahkan, mengetahui akan kebenaran ini. Oleh karena itu, hal terpenting yang mereka ajarkan kepada umatnya adalah meditasi. Misteri terbesar alam ini bukan angkasa luar, bukan pada bintang dan planet, melainkan manusia itu sendiri. Meditasi adalah cara yang dilakukan untuk mengakses informasi pengetahuan di alam, dengan cara menyingkirkan tirai atau tabir yang menutupi kebenaran yang hakiki, melalui keteringatan (dzikr) kepada yang SATU.

Seperti melatih otot untuk lebih kuat, dengan melatih kesadaran, kesadaran akan menjadi kuat pula. Yaitu kesadaran penuh bahwa kita yang sesungguhnya tidak eksis di alam ini. Memisahkan khandha. Bahwa jasad, pikiran, rasa, kesadaran, adalah properti eksistensi kita yang berdiri sendiri, terpisah satu sama lain. Dengan terpisahnya khandha, maka kita sadar bahwa kita yang sesungguhnya tidak ada. Bahwa alam ini adalah fana, maya, tidak nyata. Kenyataan yang sesungguhnya bukan di sini. Pola dasar yang disinggung sebelumnya adalah salah satu dari khandha. Kita akan menemukannya, dan juga menjadi bagian yang terpisah dan merupakan salah satu property eksistensi kita di alam ini. Keterpisahan khandha akan menyadarkan kita dengan kesadaran yang penuh mengenai kebenaran yang hakiki. Inilah kesadaran Tuhan, atau Christ consciousness, Atman, Ruh.

Setelah kita ‘tau’ dan mencapai kesadaran di tingkat itu, maka kita akan menyadari adanya kualitas diri kita yang terlupakan, yang disinggung sebelumnya di atas. Mereka berkomunikasi melalui rasa yang hanya dapat dicapai dengan kesadaran. Mereka hidup dan berkomunikasi dengan kita. Mereka adalah energi pola dasar (archetypal energies) dari awal terbentuknya alam ini. Kesadaran Tuhan. Cinta-kasih.


OM Shanti Shanti Shanti


The sacred Feminine is longing for the Masculine. The Sacred Masculine is longing for the Feminine. We are longing for unification, the coming-together, by the consciousness of the ultimate truth.

Is there a scientific explanation for all of this? Yes.
This is Alchemy, the science of the heart. Because nature talks to us in the language only our hearts understand. The language is to be felt to be heard. The archetypal energies are to be felt to be seen. They exist in the knowing of the ultimate truth. The Knowing Heart. A God consciousness.

The archetypal energies exist in the deepest realm of the knowing heart.
These are the gods. The inner self which once surfaced together in the balance of our minds. We were once gods who took care of the entire planet with God consciousness.

Now, we are all coming together again.
All you have to do to be part of this is ‘to know’.

There is no God but God.
  

7 komentar:

Unknown mengatakan...

Ada perasaan yg tak tergambarkan ketika saya membaca tulisan ini, membuncah. Hingga tanpa sadar air mata saya menetes. (maaf jika terkesan berlebihan). Tapi itu yg saya rasakan. Saya merasa seperti menemukan jawaban dari teka teki yg selama ini saya cari,yg membuat saya gundah tapi tak pernah bisa menjelazkannya. Tuhan seperti menuntun saya kepada tulisan ini.
Terimaksih sudah menulis tulisan ini. Terimaksih sudah berbagi. Semoga tuhan senantiasa merahmati om. :-)

Erianto Rachman mengatakan...

Dear Seiza Kireina Hanafiah,
Terima kasih sudah membaca tulisan saya.
Saya bersyukur tulisan saya bermanfaat unutk Seiza.

Damailah di pikiran, damailah di hati, dan damailah dengan seluruh alam ini. Di situ ada rasa syukur. syukur adalah pintu untuk berkomuniasi dengan alam dan Tuhan. Tuhan berbicara dengan rasa kepada kita.

Ketika air mata menitik karena membaca tulisan ini, itulah rasa - ucapan dari Tuhan di dalam dirimu.

Ketika hati terasa sangat damai dan tentram saat mendengarkan lagu merdu, itulah rasa - ucapan Tuhan di dalam dirimu.

Saat kau merasakan kehangatan cinta kasih Tuhan ketika kau membantu orang lain, Itulah rasa - ucapaan Tuhan di dalam dirimu.

Latihlah 'rasa' itu dengan selalu berbuat baik tanpa pamrih dan selalu bersyukur. sehingga rasa akan semakin peka dan bisa lebih banyak mendengar alam ini.

This is the science of the heart.
The Knowing Heart.

Unknown mengatakan...

salam kenal mas Erianto, sudah lama saya menanti tulisan mas lagi, akhirnya ada yang baru juga dan setiap tulisan mas ini apa yg saya baca dan sedang saya pelajari berkesinambungan..kalau ibarat kata tuhan meberi jawaban apa yang saya cari dan saya bersyukur bisa menemukan blog mas ini sebab dari blog ini saya mendapatkan pengetahuan dari segi logika dan fisika..dari tulisan mas ini teman mas berkata kepda mas dengan kata-kata “Teman, apa yang sesunggguhnya sedang engkau cari?” pertanyaan ini sama dengan pertanyaan saya kepada diri saya sendiri...kadang saya menjawab saya sedang mecari Diri Sejati karena ada yang bilang barang siapa yang mengenal dirinya dia akan tau siapa Tuahannya...dan dari tulisan yang baru ini saya baca mas Eri selalu bilang kita harus bisa belajar tentang Rasa..ini yang saya inginkan bisa belajar tentang Rasa itu...dan membaca tulisan ini "Dia adalah kita, kita adalah Dia. Kita dan Dia adalah satu" ini seperti "Manunggal Kauwa Gusti"...mengenai quantum fisika saya baru ini saja bisa mengetahui apa yang waktu saya kuliah belajar tentang rumus-rumus quantum ternyata itu bisa direalisasikan...Salam "Misbah, saya menunggu tulisan Mas Erianto selanjutnya"

Erianto Rachman mengatakan...

@misbah el Munir:

Salam kenal kembali untuk anda.
Dengan kerendahan hati, saya mengucapkan terima kasih telah menjadi pembaca tulisan-tulisan saya.

Dari pesan yang anda tuliskan di atas, anda menyiratkan bahwa anda telah memahami perjalanan kepada kebenaran yang hakiki yang anda awali dari ranah science (fisika) harus dilanjutkan ke ranah spiritual. Karena di sinilah perjalanan anda dapatberlanjut. Saya merasa sangat bahagia karena anda, sudah sejauh ini, dan sudah memahaminya.

Anda sedang mencari pengetahuan yang menghubungkan anda langsung dengan Sang Pencipta. Pengetahuan ini bukan dibaca dengan mata, bukan didengar dengan telinga. Dan bukan disaksikan dengan mata. Namun pengetahuan ini hanya bisa dirasakan dengan hati nurani atau batin anda.

Jika anda ingin belajar memiliki “rasa” yang saya maksud di dalam tulisan saya, maka cobalah baca cerita di bawab ini. Percakapan antara seorang pengelana spiritual dan sang Guru;

Seorang pengelana sprititual bertemu seorang guru.

Sang guru berkata, “Untuk memulai pembelajaranmu, kamu harus memulai dengan membersihkan hatimu.”

Si pengelana bertanya, “Mengapa harus begitu, o Guru?”

Sang Guru menjawab,
“Seperti Yesus (Isa) yang illahi yang dilahirkan melalui rahim seorang perempuan yang suci,
Seperti kalimat-kalimat illahi yang diturunkan kepada Muhammad yang tak bisa membaca.
Maka, pengetahuan illahi yang kau cari hanya akan dibukakan ke dalam hati yang bersih.”

“Hati yang bersih adalah hati yang terbebas dari ego atau nafsu dan semua kemelekatan dengan keduniawian.”

Semoga anda mengerti maksud cerita di atas.

Catatan:
Spiritual itu sesungguhnya juga science. Ini adalah Science of the Heart. Pembersihan hati juga termasuk di sini.

Salam,
ER

Unknown mengatakan...

Terima Kasih banyak mas Eri atas ceritanya...salam,Misbah

Eko Novrianto mengatakan...

baru membaca sampai urutan 20.. sangat membuka pikiran dan hati. smoga menjadi pembersih dihati dan selalu menjadi tuntunan. salam

Anonim mengatakan...

Terima kasih atas pencerahannya Om Eri.

Rasa.. ya, rasa itu pernah saya alami. Saat saya makan sore di sebuah warteg, tiba-tiba hati tersentuh saat melihat bapak² tua di sebelah saya hanya makan dengan nasi segunung dan sayur, tanpa lauk. Saat saya tanya kenapa nggak pakai lauk, Beliau menjawab "cukup ini saja Mas". Akhirnya saya persilakan Beliau memilih menu yang Beliau inginkan dan saya bilang saya yang bayar, Beliau ambil lauk dan makan dengan lahap. Saat nasinya habis, saya tawarkan untuk nambah lagi. Beliau mengiyakan dan nambah nasi segunung lagi, tentunya dengan tambahan sayur dan lauk lagi. Bahagia saat melihat Beliau makan dengan lahapnya.

Saat makanan habis, saya tanya apakah Beliau merokok, Beliau jawab "kalau pas ada rokok ya saya ngrokok Mas". Akhirnya saya belikan rokok sebungkus, kemudian Beliau pamit.

Saat perjalanan pulang dari warteg tsb, saya merasakan suatu rasa yang luar biasa memenuhi ruang² di dada. Sebuah rasa yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.. Mungkin, itulah rasa dari Tuhan yang Om Eri maksudkan...