Selasa, 30 September 2008

The Property of Things



Are 'We' Real?

Prerequisite reading: "REALITY", "The Biggest for the Smallest, for the Ultimate", "Braneworlds"

Bila sebuah teori dikemukakan, maka langkah selanjutnya adalah mengujinya. Pengujian sebuah teori bertujuan untuk mengkukuhkan bahwa teori tersebut benar. Pengujian dapat dilakukan melalui eksperimen di laboratorium, yaitu dengan menciptakan suatu kejadian yang disepakati mampu mewakili atau men-simulasi suatu peristiwa sehingga di dapat hasil yang akan menentukan apakah sesuai dengan teori atau tidak. Cara lain adalah dengan observasi, seperti observasi benda-benda langit oleh astronom untuk mencari obyek yang diramalkan oleh teori tersebut.

Besar-kecilnya sebuah sarana laboratorium maupun teleskop bintang yang dipersiapkan untuk menguji teori bergantung pada seberapa pentingnya teori tersebut untuk diuji kebenarannya. Apa yang dapat dimanfaatkan oleh manusia seandainya teori itu benar? Seberapa penting kebenaran suatu teori untuk manusia?

Saat ini, sebuah laboratorium terbesar dan termahal adalah Large Hadron Collider (LHC) yang dimiliki CERN di Swiss. Jika dilihat dari biaya pembuatannya yang memakan dana sebesar € 6.4 Milyar, maka bisa dipastikan bahwa apa yang akan diuji-coba di laboratorium raksasa ini sangatlah penting artinya. Terpenting yang pernah dipikirkan oleh manusia.


Atom dan Partikel

Para fisikawan teoretis partikel meyakini bahwa partikel dikatakan 'fundamental' bila ia tidak dapat dibagi menjadi partikel yang lebih kecil lagi. Dulu, ketika orang pertama kali menemukan atom, mereka percaya bahwa atom adalah materi terkecil yang tidak dapat dibagi lagi. Akan tetapi kemudian mereka mengamati bahwa atom memiliki properti, seperti massa dan muatan listrik. Atom suatu unsur juga bereaksi terhadap atom unsur lain. Aksi-reaksi antar atom ini memiliki pola tertentu yang berhubungan erat dengan properti dari masing-masing atom itu. Kemudian, ada pula atom yang dapat meluruh menjadi unsur lain yang lebih ringan, atau dapat dikatakan atom tersebut berubah propertinya. Hal ini sangat mengundang pertanyaan di kalangan ilmuwan, bila atom beraksi satu sama lain dan dapat meluruh menjadi atom lainnya, maka tentunya atom memiliki struktur.

Para ilmuwan kemudian tergugah untuk mengetahui lebih dalam. Dua buah atom yang sama ditabrakkan. Hasil yang didapat adalah bahwa atom memang ternyata bukan materi terkecil. Atom dapat dibagi lagi. Atom memiliki struktur internal yang yang terdiri dari partikel-partikel, yaitu inti atom, yang terdiri dari Neutron (yang bermuatan netral) dan Proton (bermuatan positif). Serta Inti atom dikelilingi oleh sejumlah electron (bermuatan negatif).

Mereka kemudian mengetahui bahwa muatan listrik pada atom ditentukan oleh jumlah electron yang mengelilingi inti atom. Electron adalah partikel yang menentukan properti muatan listrik.

Sedangkan Proton kemudian diketahui bahwa ia bisa dipecah lagi. Proton tersusun oleh partikel yang lebih kecil, yang disebut Quark. Hingga kini, Electron, Neutron dan Quark dipercaya sebagai partikel fundamental, yaitu tidak bisa dibagi / dipecah lagi.

Bila anda sudah membaca tulisan saya mengenai "Braneworlds", maka anda pasti bisa berkata bahwa 'string' adalah yang paling fundamental yang membentuk seluruh partikel fundamental yang ada. Anda benar, namun ada sedikit yang harus saya singgung sebelum ke sana. Kali ini saya akan mengulas mengenai "properti".

Sejak saat itu, lahirlah fisika modern yang khusus mempelajari mengenai aksi-reaksi antar partikel, disebut Mekanika Quantum. Teori-teori kemudian dikemukakan dan orang mulai melakukan pengujian dan observasi, hingga terciptakan LHC yang begitu besarnya untuk meneliti obyek paling kecil di alam semesta ini. Mengapa Mekanika Quantum se-penting itu?

Perjalanan pembuktian teori-teori dalam Fisika Quantum terbukti berhasil menelurkan banyak ciptaan-ciptaan yang berguna bagi manusia, seperti laser, x-ray, komponen elektronik, juga bom atom (yang tentunya sangat disayangkan karena dipergunakan sebagai senjata penghancur masal), dan lain sebagainya. Namun yang terpenting dari itu semua adalah sebuah usaha untuk menjawab teka-teki penciptaan alam semesta. Bagaimana alam semesta ini tercipta? dari mana asal-usulnya? Menjawab pertanyaan-pertanyaan inilah yang sedang diusahakan oleh ilmuwan fisika.


Partikel Perantara

Fisika partikel percaya bahwa setiap materi dan energi diwakilkan oleh sebuah partikel fundamental. seperti electron sebagai pertikel yang bertanggung jawab atas muatan. Kemudian atas dasar pemikiran ini, lahirlah partikel-partikel teoretis sebagai partikel perantara (boson) seperti photon untuk cahaya, graviton untuk gravitasi, W dan Z untuk gaya nuklir kuat dan nuklir lemah (baca selengkapnya mengenai gaya-gaya fundamental di artikel "Braneworlds").

Pelibatan boson dalam perhitungan matematis memang bisa menghasilkan hasil perhitungan yang baik. Partikel boson sangat penting artinya karena merekalah yang bertanggung jawab penuh atas aksi-reaksi antar partikel. Namun tidak semua partikel rekaan itu dapat ditemukan di alam, bahkan sebagian besar masih merupakan momok bagi fisikawan. Penumbukan partikel yang dilakukan di dalam LHC sangat penting untuk mecari pertikel-partikel boson ini. Mereka percaya bahwa bila partikel ditumbukkan, maka pecahan yang dihasilkannya akan berupa hujan partikel yang terdiri dari boson serta seluruh partikel penentu properti dari partikel yang ditumbukkan tersebut.


Partikel Fundamental dan Properti

Sampai di sini, apakah anda juga sampai pada pemikiran yang sama dengan saya?

Ide menumbukkan partikel adalah untuk mengetahui partikel-partikel fundamental yang membentuk partikel yang ditumbukkan itu. Apakah definisi fundamental itu? Jika setiap properti yang dimiliki sebuah pertikel adalah berupa partikel juga, maka apakah "properti" itu?

Di sinilah sebuah teka-teki besar ditemukan dan menjadi tantangan besar manusia untuk memecahkannya. Properti sebuah materi antara lain adalah muatan listrik dan massa. Seperti sudah disinggung di atas, jika properti 'muatan listik' diwakili oleh sebuah partikel bernama electron. Lalu apakah partikel yang khusus membawa properti untuk 'massa'?

Apakah electron memiliki massa? Jawabannya adalah, Ya.
Dengan demikian, apakah berarti electron bukanlah partikel fundamental? Electron haruslah tersusun dari partikel-pertikel yang jauh lebih kecil yang salah satunya adalah partikel pembawa properti 'massa'.

Lalu partikel apakah 'massa' itu? Para ilmuwan berteori bahwa 'massa' dibawa oleh partikel bernama Higs.

Jika massa dibawa oleh partikel higs, dimana higs berada?
Para ilmuwan berteori bahwa pertikel Higs bagaikan kabut yang menyelimuti partikel dan memberinya massa. Dengan kata lain, massa suatu materi/partikel ditentukan oleh volume partikel Higs yang menyelimuti pertikel tersebut.

Sekarang bayangkan sebuah partikel. Bayangkan pula bila kita bisa melucuti satu-per-satu sifat-sifatnya. Kita lucuti muatan listriknya dan magnetic-nya (electron dan photon), Kita lucuti partikel W dan Z -nya, dan kita lucuti massa-nya (Higs). Lalu apakah yang tersisa adalah partikel yang sebenarnya?

Jika saya melucuti seluruh pakaian dan benda yang menempel pada tubuh anda, maka saya akan mendapati anda telanjang bulat. Sekarang bayangkan bila saya melucuti semua properti pada sebuah pertikel, apakah yang tertinggal adalah partikel itu sendiri?

Jika YA, yang tertinggal adalah partikel itu sendiri, maka apakah ada partikel tanpa properti?
Partikel tanpa properti maka partikel itu tidak eksis.

Sebuah partikel materi adalah penggabungan dan kombinasi seluruh partikel-properti yang menyusunnya.


Sampai di sini, bagaimana anda memahaminya?
Jika sebuah partikel dikatakan eksis hanya karena propertinya saja, apakah kita boleh mengatakan bahwa partikel itu nyata?

Sengaja saya belum menyinggung mengenai gravitasi sebuah partikel. Gaya gravitasi adalah sebuah properti. Gravitasi di-hantar oleh partikel bernama Graviton. Seperti yang kita ketahui bahwa besar-kecilnya gaya Gravitasi bergantung pada massa (Graviton sendiri tidak ber-massa).
Lalu bagaimana sebuah partikel memiliki gaya gravitasi yang harus berkesesuaian dengan jumlah massa-nya?

Jika anda seorang programmer untuk sebuah game komputer, anda menulis program yang menggambarkan seorang tokoh. Untuk menghidupkan tokoh itu, anda harus menulis program properti untuk tokoh tersebut, seperti tinggi, besar-kecil ukuran tubuh, warna rambut, mata, bentuk wajah, suara, cara berjalan, pakaian, dan sifaft-sifat lainnya yang membuatnya berbeda dari tokoh lain di dalam game yang anda buat. Untuk menciptakan sebuah tokoh, anda menggabungkan properti-properti atau sifat-sifat. Bila saya lucuti seluruh properti atau sifat yang ada pada program tokoh yang anda buat, maka tidak ada yang tersisa. Tanpa properti, tokoh itu tidak eksis.

Apakah anda melihat bahwa analogi program komputer di atas memiliki kemiripan dengan partikel dan properti-nya?


Renungan 1

Tulisan saya ini adalah sebuah pemikiran.
Mungkinkah kita hidup di sebuah alam yang tidak nyata? bahwa wujud kita atau jasad kita tidak lain hanyalah kumpulan sifat-sifat saja, sedangkan "kita" tidak eksis?

Atau apakah memang "kita" eksis, namun bukan eksis di alam ini?
Apa yang terjadi bila jasad kita mati? Apakah yang terjadi dengan "kita"?

Apakah alam yang kita tempati sekarang adalah sebuah Holographic Universe? a suspended animation owned by a higher being?

What and where really are "we"?


REALITY is Perception

Jika memang "kita" yang 'real' ada di balik susunan materi jasad kita, maka hidup di alam ini semata-mata hanyalah aksi-reaksi antar partikel materi yang menyusun jasad kita saja. "Zat" inti yang kita sebut "kita" yang sesungguhnya itu terkurung di dalam jasad materi. Jika kita sebut 'zat' itu sebagai the true 'reality', maka alam ini bukan real.

Kembali membayangkan sebuah program game komputer dimana sang programmer menciptakan alam khusus agar tokoh di dalamnya bisa hidup, maka alam buatan tersebut juga tidak real. Juga ada berbagai parameter yang membatasi gerak tokoh; mengatur "persepsi" si tokoh agar ia bisa bereaksi berdasarkan persepsi yang telah ditentukan sebelumnya. Parameter adalah hukum.

Alam ini berperilaku mematuhi hukum alam yang sudah ditentukan. Tubuh kita mau-tidak-mau juga harus mematuhi hukum yang sama. Dan persepsi fisik mengatakan bahwa itu adalah real.



Renungan 2

Apakah ada persepsi yang benar-benar REAL? Persepsi siapa? yang mana? Apakah 'zat' yang real itu ada di dalam jasad ini dan sebagian orang menyebutnya sebagai ruh? soul?

Seperti yang saya singgung di atas, semua yang eksis di alam ini harus memiliki properti. Jika ada partikel atau 'zat' yang tidak memiliki properti maka ia tidak eksis - atau kalau kita masih ingin berpikiran positif - zat itu tidak eksis di alam ini.

Partikel atau zat yang tidak memiliki properti tidak mungkin dapat dideteksi oleh cara apa pun. Benarkah statement ini? Adakah cara untuk mendeteksinya?

Bisa saya bayangkan, bilapun LHC mampu melucuti seluruh partikel properti yang menyusun suatu partikel yang ditumbukkan, maka sebuah 'nothingness' -lah yang tersisa. Itupun hanya sesaat yang tidak mungkin terdeteksi dengan detector Atlas dan CMS pada LHC yang memiliki kemampuan memotret kejadian tumbukan 10 juta potret per detik. Karena zat tanpa properti atau nothingness tidak nyata di alam ini - menurut persepsi fisik alam ini.

Yah, karena sudah sampai di sini, sekalian saya ajak juga untuk membayangkan apa yang terjadi bila manusia yang dilucuti seluruh partikel properti penyusunnya. Sekali lagi, yang tersisa adalah tidak-nyata bagi alam ini. Atau bila anda yakin bahwa ruh itu real, maka kita akan menemukan the true reality, and everything else in nature is not real.

------------------

16 komentar:

Anonim mengatakan...

Yah.. ada hipotesa tentang keberadaan kita di realm yang lain, yang tidak terikat hukum2 universe yang kita diami selama ini,
but selama in belum ada experiment yang bisa membuktikan keberadaan realm lain tsb.. beserta hukum2 didalamnya
karena itu nothingness di realm ini mungkin benar2 nothing.

tapi hipotesa tentang suspended animation menarik juga, meski yang baru saya pahami baru sampai "sim world" ala Matrix atau 11th floor

Erianto Rachman mengatakan...

Thanks Protoss atas comment-nya.
Tulisan saya ini mungkin mendukung mengenai Holographic Universe. Alam ini adalah hologram sedangkan zat manusia sesungguhnya bukan berada di alam ini.

Agama Hindu memiliki konsep yang mirip seperti ini. Bahwa dalam kondisi 'Brahma', apa pun yang nyata di dunia ini tidak lagi relevan dan manusia akan berada dalam satu Realita yang hakiki.

Bagaimana dengan Islam atau agama lain? apakah punya kemiripan dengan ini?

Mirip dengan film Matrix? ;-)

donairlbox mengatakan...

Konsep agama Islam setelah membaca tulisan anda, terbesit dalam pikiran saya.
dunia fana yg dimana adalah hologram (tidak real), sedang kan yang nyata, realita hakiki adalah dunia akhirat.

Apakah begitu ya ?

Menarik juga jalan2 di blog mu,
Salam Kenal,
Donny A disini, masih ingat kan. dulu mas Eri yang undang aku masuk milis indo-startrek.
Sekarang cuma jadi lurker disitu.

Erianto Rachman mengatakan...

Hi Donny terima kasih atas coomment-nya.
Saya juga beragama Islam dan mengerti apa yang anda maksud. Alam "fana" bukanlah realita yang hakiki. Menurut saya sih memang begitu pengertiannya. Yang akan sangat menarik adalah saat manusia menemukan 'nothingness' setelah semua properti suatu partikel berhasil dilucuti. Bagaimana mereka akan menyimpulkan dan menyikapi temuan mereka itu? Batas antara fana dan akhirat adalah "belief".
Yup. Saya ingat anda. Thanks.

Anonim mengatakan...

Seandainya dunia ini adalah tidak real (hologram) berarti:
1. air sebagai nature element juga tidak real.
2. Kalau air tidak real, berarti manusia yang terbuat dari air juga tidak real.
3. kalau manusia tidak real, berarti "Brain" kita juga tidak real
4. kalau brain doesn't exist, berarti logika juga tidak real.
5. kalau logika tidak exist, pertanyaan ini tidak exist?
6. ..etc..etc.

lho piye tho mas? puyeng aku.

Anonim mengatakan...

Mas mohon pencerahannya, aku sering tanya pada diri sendiri, tidur itu apa ya ? Lalu mimpi itu apa ? ada gak hubungan antara mimpi tidur dengan mimpi melek? cara orang orang yg menafsirkan mimpi gimana ya? thank.

Erianto Rachman mengatakan...

Tulisan yang saya angkat memang mengajak kita pada wacana bahwa reality bisa relative pada setiap orang. nah, jika reality seperti ini bisa berbeda bagi masing-masing manusia, apakah ini disebut reality yang hakiki? Pertanyaan inilah yang menggugah saya untuk membahasnya di sini.
Seperti mimpi. Mimpi adalah hasil olah otak kita saat fisik kita dalam keadaan tidur. Mimpi anda dan orang lain tentunya berbeda. Mungkinkah hidup manusia di alam ini juga sebuah mimpi? Jika bisa dibayangkan seperti itu, apa yang terjadi bila suatu zat yang sedang memimpikan kita itu terbangun dari mimpinya? Maka semua yang real bagi kita sekarang ini tidak akan lagi relevan.
Kalau anda cari yang hakiki, maka reality bagi saya dan seluruh alam ini haruslah sama. Bila the true reality is ONE, maka semua makhluk harus BELIEVE in that ONE only.
SO what do you believe? Is belief part of science? can we formulate it?

kitting mengatakan...

Tulisan yang menarik, jadi ingat film The Matrix

Anonim mengatakan...

sedikit koreksi: dalam agama hindu tuhan itu 'Brahman' sedangkan Brahma itu dewa. memang dewa Brahma menciptakan alam semesta dan beliau mendapat tugas dari yang maha kuasa sebagai arsitek alam semesta.

Daus mengatakan...

Jika anda melucuti seluruh properti yang dimiliki sesuatu yang memiliki karakter tentu yang tinggal hanya konstruksi dasar tanpa atribut (nothingness yang exist). Tapi hal ini adalah jika anda mengasumsikan bahwa ada konstruksi dasar tempat atribut2 itu melekat.

Bagaimana jika atribut2 itu merekat satu sama lain sedemikian rupa tanpa memerlukan konstruksi dasar? Sepeti anda membelah2 pizza dan mencomot bagian2nya satu persatu? Apakah masih ada dasar paling dasar yang independen tempat atribut2 itu melekat?

Asumsi kedua sesuai prinsip komplimentari partikel dalam fisika quantum. Tapi yang pertama hanya sekedar hipotesis saat ini atau membutuhkan hukum fisika baru yang radikal dan belum ditemukan hingga saat ini

Mengenai hindu dan penjelasan "holographic universe" yang anda propose saya rasa gak punya korelasi sama sekali karena dalam hindu kondisi yang dimaksudkan murni "state of mind", ga berhubungan dengan realita (baca: hukum alam) yang dibicarakan disini

Daus mengatakan...

Jika anda melucuti seluruh properti yang dimiliki sesuatu yang memiliki karakter tentu yang tinggal hanya konstruksi dasar tanpa atribut (nothingness yang exist). Tapi hal ini adalah jika anda mengasumsikan bahwa ada konstruksi dasar tempat atribut2 itu melekat.

Bagaimana jika atribut2 itu merekat satu sama lain sedemikian rupa tanpa memerlukan konstruksi dasar? Sepeti anda membelah2 pizza dan mencomot bagian2nya satu persatu? Apakah masih ada dasar paling dasar yang independen tempat atribut2 itu melekat?

Asumsi pertama kedua sesuai prinsip komplimentari partikel dalam fisika quantum. Tapi yang pertama hanya sekedar hipotesis saat ini atau membutuhkan hukum fisika baru yang radikal dan belum ditemukan hingga saat ini

Mengenai hindu dan penjelasan "holographic universe" yang anda propose saya rasa gak punya korelasi sama sekali karena dalam hindu kondisi yang dimaksudkan murni "state of mind", ga berhubungan dengan realita (baca: hukum alam) yang dibicarakan disini

Erianto Rachman mengatakan...

Menurut saya justru sangat berhubungan. Holographic universe adalah ide yang penting untuk dipertimbangkan. Alam kita adalah fana (tidak real). Jika yang "real" di alam ini adalah state-of-mind, maka apakah mind itu suatu zat yang terukur? Bila tidak, mengapa ia ada?

Kakek Wijen mengatakan...

dihubungkan dg tulisan "GOD Theory" yang menyatakan kita adalah bagian dari GOD, maka mungkinkah Alam semesta ini (beserta semua lapisannya) adalah mimpi dari sesuatu ZAT yang hakiki ? (hanya sebuah pemikiran ngawur)....

Erianto Rachman mengatakan...

Sepertinya begitu. Kita adalah mimpi Tuhan. Sebuah proyeksi dari sebuah Maha Kehendak. We live in a holographic universe.
Alam ini tidak nyata, fana. satu-satunya yang nyata adalah Tuhan.

Yoga mengatakan...

^
^
Ya, oleh karena itu semua memang akan kembali kepada-Nya

"Innalillahi Wa Inna ilaihi rojiuun"

Unknown mengatakan...

Saya suka tulisan ini meski sebenarnya background pendidikan saya sosial bukan IPA. Nama saya Tata, menurut saya memang jika dikorelasikan antara sains dan religi akan cukup berat mencari "jembatan"nya. Sangat perlu keterbukaan dan kearifan dalam memikirkan dan menyikapinya.

Namun lebih jauh, sy berkenalan pada suatu metode yg mampu mengkonvergensikan itu semua, hanya saja jika metode tersebut divalidasi kembali lagi pada tuntutan adanya konvergensi sains sebagai alat ukurnya.

Namun sekali lagi sy suka tulisan ini dan berterimakasih pada Mas Erianto Rahman yg gape bener menulis materi yg sulit menjadi "nyaman" jika meminjam istilah orang Madura.