Senin, 10 April 2017

Magic Egypt

Part 1: Where questions meet answers. Where everything is validated.



"If you don't open your heart to Egypt,
then Egypt will break you apart, rip your heart open, and enter it."

(Jika kau tidak membuka hatimu untuk Mesir,
maka Mesir akan mematahkan hatimu, membukanya, dan memasukinya.)

(Beverly Kobie, Aswan, Egypt 2017)



Edisi 4.5


Suatu hari saya menerima email dari sahabat saya di Canada, DR. Carmen Boulter yang menceritakan mengenai Magic Egypt Tour 2017 (19 - 31 Maret 2017), yang dirancangnya dan menawarkan saya turut serta. Saya menyambut berita ini dengan gembira dan mengabarkannya pula ke sahabat saya yang lain, Hilmy Hasanuddin dan EC. Mereka setuju untuk ikut.

Ini bukan tour biasa, karena DR. Carmen Boulter adalah tokoh yang cukup dikenal di Mesir sebagai pembuat film The Pyramid Code, dan telah tinggal di Mesir selama 3 tahun, juga 30 kali mengunjungi negara ini, ia merancang tour ini sedemikian rupa - mendapat izin khusus dari Kementrian Situs-Situs Kuno Mesir (The Egyptian Ministry of Antiquity) untuk dapat melakukan meditasi di tempat-tempat khusus pilihannya. Tidak ada tour lain yang melakukannya. Tour ini dikelola oleh Memphis Tours yang berdiri sejak tahun 1955.

Selain dari itu, ia pun memilih peserta tour dengan caranya sendiri agar kami dapat menghargai petualangan spiritual kami.
Ini adalah tour spiritual.

Beberapa bulan setelah itu, kami siap berangkat, Jumat, 17 Maret 2017.

Artikel ini saya tulis berdasarkan kesan, pengalaman dan sudut pandang saya pribadi. Saya tidak dapat mewakili sudut pandang atau kesan dari sahabat saya yang lain. Tulisan saya ini mungkin bisa dijadikan referensi bagi anda yang ingin melancong ke Mesir. Namun bagi saya pribadi, kunjungan saya adalah sebuah 'panggilan'. Hati saya terbuka untuk menyingkap mengapa saya harus ke negeri ini. Ini adalah perjalanan Spiritual saya.

Mengapa harus Mesir? Karena Mesir telah membuka mata saya akan sebuah peninggalan kebudayaan manusia dari zaman Golden Age. Mengapa ini penting? Karena mereka meninggalkan pesan-pesan sangat penting yang menjawab banyak pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab di masa kini. Dan hal tersebut menguatkan atau mem-validasi banyak pemahaman saya mengenai hidup dan Tuhan - Pengetahuan illahi (The Divine Knowledge). Knowing atau kepahaman terhadap pengetahuan illahi adalah kunci untuk mengakses energi alam semesta dan kunci meraih tingkat kesadaran yang tinggi. Jadi, hal ini sangatlah penting bagi saya.

Saya tidak mungkin dapat menulis lengkap semuanya di sini. Tulisan saya memiliki hubungan dengan tulisan-tulisan saya yang lalu (Books of Origin Part 1, Part 2, The Children of Suf, The Magician Part 1, Part 2, Part 3, Sacred Science) dan sebaiknya anda juga menonton film The Pyramid Code dari DR. Carmen Boulter.

Selain itu, kami telah mengambil tidak kurang dari 7000 gambar, dan 300 video, yang tidak semuanya dapat saya tampilkan di sini.


Welcome to The Land Where God is Projected.
(Het Ka Ptah)

(Selamat datang di Tempat Tuhan Berwujud)



Egypt at a Glance
Sekilas Mengenai Mesir

Nama asli Mesir adalah Het Ka Ptah. 
Het = Place = Tempat
Ka = Projected Spirit = Ruh yang terproyeksikan/terwujudkan
Ptah = Creator God = Tuhan Sang Pencipta

Maka Het Ka Ptah artinya adalah "Place where the projection of Ptah manifested" atau "Place where God is projected". Dalam bahasa Indonesia, "Tempat dimana Tuhan terproyeksikan" atau "Tempat dimana Tuhan berwujud."

Kemudian bangsa Yunani kuno mengadopsi Het Ka Ptah menjadi Hi Gi Ptos, yang disingkat menjadi Aegyptos, dan kemudian menjadi Egyptos, dan sekarang menjadi Egypt.
Sedangkan kata Mesir sendiri berasar dari Arab, Misr.

Mesir terletak di utara benua Afrika berbatasan dengan Libya di Barat, Sudan di Selatan, Israel di Timur Laut, dan Saudi Arabia di Timur yang dipisah oleh Laut Merah. Gurun Sahara membentang dari Mesir hingga Libya. Laut mediterranean terletak di utara. Wilayah hijau / subur di Mesir terpusat di sepanjang sungai Nil dari Utara ke Selatan.

Sejarah Mesir sangat kaya dan panjang karena menurut catatan resmi (mainstream) wilayah Mesir sudah didiami manusia primitif sejak 40,000 tahun BCE (Before Common Era, atau Sebelum Masehi).


Di sebelah kiri adalah peta Mesir kuno. Agar dapat melihatnya dengan jelas, anda bisa click pada gambar, lalu click kanan pada gambar dan save image pada komputer anda. Kemudian bukalah file gambar tersebut dengan aplikasi/program apa saja. Anda dapat melihat gambar peta ini dalam ukuran aslinya yang cukup besar, ataupun melakukan zoom-in.


Peradaban awal Mesir berkembang secara terpisah di utara (Lower Egypt) dan Selatan (Upper Egypt). Upper Egypt di lihat dari arah hulu sungai Nil, sedangkan Lower Egypt adalah Hilir sungai Nil yang kemudian bermuara di laut mediterranean. Dua peradaban ini saling berinteraksi dalam perdagangan. Di antara komoditi utama yang diperdagangkan adalah Frankincense (Kemenyan), Myr.

Kemenyan dan Myr berasal dari getah pohon, yang setelah ditadah, menggumpal dalam bentuk resin. Kemenyan dan Myr kemudian dijadikan minyak yang akan menghasilkan wewangian yang sangat harum. Kemenyan dan Myr jauh lebih berharga dari emas di masa itu. Pengeksploitasian secara berlebihan tanpa diimbangi dengan pelestariannya menjadikan Kemenyan dan Myr sebagai barang langka. 

Saya menyempatkan mengunjungi toko penjual minyak-minyakan ini dan mencium satu per satu wewangian itu. Namun ada satu minyak yang lebih langka dibanding Kemenyan dan Myr, yaitu Lotus Biru (Blue Lotus). Lotus Biru banyak terukir menghiasi dinding-dinding kuil dan makam di Mesir yang menandakan betapa pentingnya lotus biru tersebut bagi peradaban Mesir Kuno. DR. Carmen Boulter menjelaskan lotus biru digunakan oleh pendeta dan raja-raja Mesir dalam upacara spiritual sebagai ramuan penunjang/penghantar manusia ke kondisi trance, mirip ramuan Ayahuasca dari Brazil.
Minyak Lotus Biru ini saya beli dari toko tersebut sebagai koleksi saya.

Sungai Nil adalah sumber kehidupan Mesir. Sekali dalam setahun terjadi curah hujan yang sangat lebat di hulu sungai Nil di Afrika Tengah yang mendatangkan air dalam jumlah besar di sungai Nil, sehingga Nil mengalami banjir tahunannya sampai ke Hilir. Banjir tahunan ini membawa banyak humus dan mineral, menjadikan lahan sepanjang sungai sangat subur terutama di selatan (Upper Egypt). Sedangkan di utara - Lower Egypt terjadi penimbunan lumpur yang membentuk delta luas yang tidak menarik untuk ditinggali pada saat itu. Hanya setelah beberapa waktu kemudianlah delta tersebut membentuk wilayah subur yang sangat luas dan sangat menunjang peradaban Mesir - Old Kingdom.

Di bawah pemerintahan Presiden kedua Mesir, Gamal Abdul Nasser Hussein, dibangun bendungan besar di kota Aswan, Upper Egypt. Pembangunan selesai di tahun 1970 yang kemudian membentuk danau buatan yang diberi nama Danau Nasser. Pembangunan bendungan ini mengakibatkan banjir tahunan yang selalunya dialami oleh sungai Nil tidak terjadi lagi.

Terbentuknya Danau Nasser juga membawa dampak lain bagi peninggalan bangunan bersejarah. Kuil Abu Simbel terancam ikut tenggelam, jika tidak direlokasi ke tempatnya yang sekarang. Pada tahun 1964 - 1968 dilakukan operasi besar relokasi dua buah kuil Abu Simbel oleh UNESCO. (https://en.wikipedia.org/wiki/Abu_Simbel_temples)

Upper Egypt dengan kesuburan tanahnya menjadikan peradaban di wilayah ini berkembang lebih dulu ketimbang Lower Egypt. Berdirilah dynasty awal di Upper Egypt yang disebut sebagai Dynasty Zero.

Sejarah Pemerintahan Mesir dibagi 5 besaran, yaitu
  • Pre-Historic Egypt
  • Ancient Egypt (Mesir Kuno)
  • Middle Ages (Zaman Pertengahan)
  • Early Modern (Modern Awal)
  • Modern Egypt (Mesir Modern)


Dynasties of Ancient Egypt
Dinasti-Dinasti Mesir Kuno
  • Pre-Historic Egypt (... > 3150 BCE), berpusat di Abydoss, Tjenu (Thinis), Naqada, dan Nekhen)
    • Upper Egypt dan Lower Egypt.
    • Dynasty Zero (Upper Egypt)
  • Early Egypt (3150 - 2686) BCE
    • 1st Dynasty (3150 - 2890), Tjenu (Greek: Thinis, Upper Egypt), Lower and Upper Egypt are united.
    • 2nd Dynasty (2890 - 2686), Tjenu (Greek: Thinis, Upper Egypt)

  • Old Kingdom (2686 - 2181) BCE
    • 3rd Dynasty (2686 - 2613), Inbu-Hedj (Greek: Memphis, Giza, Lower Egypt)
    • 4th Dynasty (2613 - 2498), Inbu-Hedj (Greek: Memphis, Giza, Lower Egypt)
    • 5th Dynasty (2498 - 2345), Inbu-Hedj (Greek: Memphis, Giza, Lower Egypt)
    • 6th Dynasty (2345 - 2181), Inbu-Hedj (Greek: Memphis, Giza, Lower Egypt)
  • 1st Intermediate (2181 - 2061) BCE
    • 7th & 8th Dynasties (2181 - 2160), Inbu-Hedj (Greek: Memphis, Giza, Lower Egypt)
    • 9th Dynasty (2160 - 2130)Nenj-neswt (Greek: Heracleopolis Magna, Lower Egypt)
    • 10th Dynasty (2130 - 2040)Nenj-neswt (Greek: Heracleopolis Magna, Lower Egypt)
    • 11th Dynasty (2134 - 2061), Waset (Greek: Thebes / Luxor, Upper Egypt)
  • Middle Kingdom (2061 - 1690) BCE
    • Late 11th Dynasty (2061 - 1991)Waset (Greek: Thebes / Luxor, Upper Egypt)
    • 12th Dynasty (1991 - 1803), (Itjtawy, Faiyum)
    • 13th Dynasty (1803 - 1649), (Itjtawy, Faiyum)
    • 14th Dynasty (1705 - 1690), Hut-Waret (Avaris, Lower Egypt)
  • 2nd Intermediate (1674 - 1549) BCE
    • 15th Dynasty (1674 - 1535), Hut-Waret (Greek Avaris, Lower Egypt)
    • 16th Dynasty (1660 - 1600), Waset (Thebes) or Avaris ? (Upper Egypt)
    • Abydos Dynasty (1650 - 1600), Abydos ? (Upper Egypt)
    • 17th Dynasty (1580 - 1549), Thebes (Luxor, Upper Egypt), Paralel dengan 15th Dynasty.
  • New Kingdom (1549 - 1077) BCE
    • 18th Dynasty (1549 - 1292), Waset/Thebes/Luxor, lalu Amarna, lalu Waset/Thebes/Luxor (Upper Egypt)
    • 19th Dynasty (1292 - 1189), Wast/Thebes/Luxor (Upper Egypt), lalu TeInbu-Hedj/Memphis, lalu Pi-Ramesses (Lower Egypt)
    • 20th Dynasty (1189 - 1077)Pi-Ramesses (Lower Egypt)
  • Third Intermediate (1069 - 653) BCE
    • 21st Dynasty (1069 - 945)Djanet (Greek: Tanis, Lower Egypt)
    • 22nd Dynasty (945 - 720)Per-Bast (Greek: Bubastis, Lower Egypt)
    • 23rd Dynasty (837 - 728)Heracleopolis Magna atau Hermopolis Magna, atau Thebes ?
    • 24th Dynasty (732 - 720)Sa El Hagar (Greek: Sais, Lower Egypt)
    • 25th Dynasty (732 - 653), Inbu-Hedj (Greek: Memphis, Giza, Lower Egypt)
  • Late Period (672 - 332) BCE
    • 26th Dynasty (672 - 525)Sa El Hagar (Greek: Sais, Lower Egypt)
    • 27th Dynasty (1st Persian Period) (525 - 404)
    • 28th Dynasty (404 - 398)Sa El Hagar (Greek: Sais, Lower Egypt)
    • 29th Dynasty (398 - 380)Djedet (Greek: Mendes, Lower Egypt)
    • 30th Dynasty (380 - 343)Tjebnutjer (Greek: Sebennytos, Lower Egypt)
    • 31st Dynasty (2nd Persian Period) (343 - 332)

  • Classic Period (332 BCE - 629 CE)
    • Macedonian and Ptolemaic Egypt (332 - 30) BCE, Alexandria
    • Roman and Byzantine Egypt (30 BCE - 641 CE), Alexandria
    • Sasanian Egypt (619 - 629) CE, Alexandria

Nama-nama Pharaoh dapat dilihat di sini: https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_pharaohs


Middle Ages
Zaman Pertengahan


Early Modern Egypt
Modern Awal


Modern Egypt
Mesir Modern


Anda dapat melihat betapa panjangnya sejarah Mesir yang terungkap dalam catatan sejarah mainstream. Ilmuwan yang mendedikasikan diri mereka untuk mempelajari sejarah Mesir disebut Egyptologist. Dan pekerjaan mereka tidak akan pernah berhenti, karena hampir setiap tahun masih saja selalu ditemukan situs-situs bersejarah di sini.

Bila ada istilah mainstream, maka ada non-mainstream atau pandangan alternatif sejarah Mesir. Hal ini dikarenakan adanya oral knowledge atau pengetahuan lisan yang disampaikan dari generasi ke generasi. Pengetahuan ini berasal dari masa lampau yang terus dijaga turun-temurun oleh mereka yang disebut sebagai The Wisdom Keeper (Penjaga Kearifan) yang mendiami wilayah The Band of Peace. Bagi Egyptologist, apa yang mereka sampaikan tidak dapat diterima secara ilmiah dan harus dikesampingkan dari ilmu mainstream. Namun bila anda meluangkan waktu cukup lama bersama mereka, seperti saya bersama DR Carmen Boulter, maka sangat banyak keterangan mereka yang masuk akal serta cocok dengan apa yang saya pahami selama ini dari berbagai sudut pandang.

Pengetahuan itu membawa saya kembali jauh ke masa lampau dimana seluruh wilayah Afrika Utara yang sekarang berupa gurun pasir (Gurun Sahara) adalah tanah subur dengan hutan lebat dan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun, jauh sebelum banjir besar (Nabi Nuh, Antediluvian World). Pengetahuan ini mengungkap pesan-pesan dari simbol-simbol yang tidak mungkin terbaca oleh para ilmuwan mainstream. Bahwa Piramid-piramid di Giza dan lainya bukanlah makam. Bahwa Piramid-piramid tersebut bukan pula dibangun oleh para Pharaoh (Firaun). Bahwa Sphinx sebelumnya berkepala singa dan dibangun saat Mesir masih bercurah hujan tinggi. Dan lain-lain, dan lain-lain, -- yang menjadikan bangsa Mesir kuno jauh lebih kuno dari apa yang tertulis dalam buku sejarah formal, hingga dimungkinkan menempatkan rentang keberadaan mereka di beberapa kali siklus presessi (Precession of the Equinox) dan beberapa kali di zaman emas (Golden Age) yang lalu (?).

Hal ini pula yang membawa DR. Carmen Boulter berhipotesa mengenai asal-usul Mesir kuno yang diwariskan pengetahuan dari sebuah peradaban global manusia yang sangat maju di masa lalu.

Pengetahuan dari Sang Penjaga Kearifan yang lalu diemban oleh seorang tokoh yang bernama Ab'del Hakim Awyan yang telah wafat (westing) pada tahun 2008, sekarang diturunkan kepada putrinya Shahrzad Awyan.

Jika misi saya memang ingin menguak dan memahami Kearifan Kuno (Ancient Wisdom) guna lebih menguatkan kepahaman saya atas Pengetahuan illahi, maka Mesir adalah tempat yang tepat. Dan keberadaan saya di negeri dewa-dewi ini tidak terjadi secara kebetulan. Anda sudah memahami tulisan-tulisan saya. Perjalanan spiritual saya-lah yang membawa saya ke sini. Ada sesuatu yang akan diungkap kepada saya, di sini.

Dan bagi saya, sejak hari pertama perjalanan ini dimulai, hal ini dirasakan sebagai sebuah memori yang datang kembali. Ini bukanlah sebuah pengalaman, tetapi keteringatan.

Tanpa saya ungkapkan kepada siapa pun apa yang saya rasakan itu, suatu hari seorang anggota tour berkata kepada saya,

"You anticipate your future event,
but when it happens, you feel like remembering."

(Kau mengantisipasi kejadian di masa depanmu, 
tetapi saat itu terjadi, kau merasakan mengingatnya.)

(Shelley DeAngelis, Cairo, Egypt 2017)




18 March 2017: Cairo, The Arrival

Kami tiba sehari lebih awal. Kami menginap di Swiss Ibis Hotel yang menghadap sungai Nil. Kami memanfaatkan waktu ini untuk mengunjungi beberapa tempat.

Kesan pertama saya mengenai kota Cairo adalah seperti Jakarta di tahun 70-an, tampak sangat berdebu dan banyaknya sampah berserakan di hampir setiap sudut kota. Cat bangunan apartemen yang luntur dan dekil karena seringnya terkena debu pasir, serta banyak bangunan yang dalam kondisi belum sepenuhnya selesai dibangun namun sudah ditempati penghuninya - tampak dinding bata belum dilapis semen penutup, terpapar begitu saja, menambah lusuh dan kumuhnya penampilan kota Cairo secara keseluruhan.

Mungkin anda sudah mengetahuinya, bahwa Mesir baru saja melewati revolusi besar yang sempat mematahkan perekonomian Mesir. Kondisi Mesir tidak bisa dikatakan 100% aman saat ini, sehingga tour kami senantiasa mendapatkan pengawalan oleh pihak tentara Mesir (4 orang tentara bersenjata laras panjang), yang mengendarai mobil di depan bus kami, juga seorang tentara berpakaian preman yang membawa pistol di dalam bus.

Masyarakat berpenampilan sangat sederhana dalam pakaian khas mereka, galabeya dan sorban penutup kepala serta shall yang menutup leher hingga ke hidung melindungi dari angin berdebu. Pertengahan musim semi masih menyimpan dingin dan angin yang menyejukkan. Suhu pagi hari berkisar di 13' C, sedangkan siangnya di 22' C, waktu yang tepat dan nyaman untuk mengunjungi Mesir.

Kami mengunjungi Nomad Gallery di daerah Zamalek (lokasi elit di kota Cairo) yang menjual barang-barang kerajinan asli Mesir. Tempat ini sungguh nyaman, dan koleksinya bagus-bagus serta bernilai sejarah tinggi. Sebagian ada yang tidak untuk dijual karena memang benar-benar benda bersejarah yang seharusnya menjadi koleksi museum.


Kami memesan beberapa cartouche berbahan perak yang di-custom sesuai ejaan nama yang kita inginkan. Cartouche adalah huruf Hieroglyph Mesir kuno yang ditulis di dalam bingkai oval, menandakan nama tokoh penting.

Pemilik toko ini sekarang telah menjadi sahabat kami. Ia sangat baik dan bersahaja. Kami masih berhubungan dengannya hingga kini.



19 March 2017: Cairo, Mosques & Churches

Keesokan pagi harinya kami check-out dari Swiss Ibis Hotel untuk segera bergabung dengan grup tour kami di Mena House Hotel yang berlokasi di Giza hanya beberapa ratus meter dari kompleks Pyramid dan SphinxNamun kami sempatkan terlebih dahulu untuk mengunjungi dua tempat bersejarah di Cairo, yaitu Citadel, adalah komplek besar masjid-masjid kuno peninggalan Raja Mohammad Ali dan Raja Mamluk, juga ke kompleks Coptic Church - Gereja Koptik, termasuk Hanging Church (Gereja gantung) yang terkenal itu.
Coptic dalam bahasa Mesir adalah sebutan untuk umat Kristiani.

Di sini kami berkenalan dengan seorang pemandu wisata (Guide), yang sangat baik dan ramah. Kami pun bersahabat dengannya dan berjanji untuk selalu menjalin hubungan baik.



Kiri: Pemandangan dari halaman depan Mena House Hotel ke arah Piramid (panoramic view)
Kanan: Pemandangan Mena House Hotel (panoramic view)



Sungai Nil



Masjid Raja Mamluk



Kiri & tengah: Di dalam Masjid Raja Muhammad Ali
Kanan: Masjid Raja Muhammad Ali tampak luar.



Coptic Churches
Kiri & tengah: Church of Saint George.
Kanan Christian Cemetery.



Kiri: Pemandangan ke arah kota Cairo membelakangi Masjid Muhammad Ali (panoramic view)
Kanan: Masjid Muhammad Ali (panoramic view)


Sore harinya kami melakukan check-in di Mena House Hotel. Kami bertemu dengan DR. Carmen Boulter dan anggota tour yang lainnya. Sudah setahun lebih sejak kami bertemu dengan DR Carmen, yaitu Desember 2015 dalam kunjungan kami ke Gunung Padang, Cianjur, Indonesia. Kami pun berbincang sejenak melepas kerinduan.

Kami makan malam bersama dan saling berkenalan dengan seluruh anggota tour. DR. Carmen Boulter ternyata bersungguh-sungguh dalam mempersiapkan tour ini. Tidak hanya dalam hal lokasi yang akan kami kunjungi, juga siapa yang ikut serta dalam tour ini. Di antara kami tidak ada satu pun yang bukan spiritualist. Ada 4 orang guru spiritual dan Healer, 5 orang penulis, 3 orang pianist, seorang pemain saxophone, seorang seniman lukis, seorang seniman patung, total 16 orang. Dapat dibayangkan sekelompok manusia dengan gelombang energi yang serupa, membuat kami langsung akrab satu sama lain pada malam pertama kami berjumpa.

Perjalanan kami dimulai.


"I, Thoth,
give of my wisdom, 
give of my knowledge, 
give of my power.
Freely I give to the children of men."

(The Emerald Tablet of Thoth, Tablet III, 'The Key of Wisdom')



20 March 2017: Cairo, Museum

Seharusnya di hari pertama ini kami mengunjungi kompleks Piramid di Giza. Namun karena izin untuk private meditation di dalam piramid tertunda oleh The Egyptian Ministry of Antiquity (Kementrian Situs-Situs Kuno Mesir), maka kami menukar jadwal kunjungan kami dengan mengunjungi The Museum of Egyptian Antiquities, atau lebih dikenal sebagai The Egyptian Museum of Cairo atau singkatnya Cairo Museum, terlebih dulu.

Awalnya saya sempat bertanya-tanya, mengapa kunjungan ke museum ini dijadwalkan hampir satu hari penuh, tepatnya dari pukul 11 pagi hingga 3 sore? Saya tidak pernah membayangkan bahwa museum ini sangatlah besar dan luas dan mungkin membutuhkan waktu tidak kurang dari 3-5 hari untuk menghabiskan semuanya.

Perlu diperhatikan, peraturan sering berubah di Mesir. Hanya beberapa minggu yang lalu mengambil gambar di dalam museum adalah dilarang. Sekarang diizinkan, dengan membayar tiket khusus.



Kiri: Tampak muka Cairo Museum, Tengah: DR Carmen Boulter memberikan penjelasan,
Kanan: Saya dan Hilmy, dibelakang kami adalah hall yang memuat papyrus asli dari Book of The Dead.






Cairo Museum



Schist Disc
Sebuah benda yang paling enigmatik. Terbuat dari batu. Egyptologist mengatakan Schist Disc ini adalah sebuah vas bunga lotus. Namun banyak yang meragukannya. Dan sampai sekarang tidak ada seorang pun yang dapat mengemukakan dengan baik kegunaannya.


DR. Carmen memimpin jalannya tour di dalam museum, ia menunjukkan dan menjelaskan kepada kami hal-hal yang harus mendapatkan perhatian lebih atas artifak-artifak yang dipertunjukkan di museum itu.

Ia pun memulai menyampaikan penuturan khususnya kepada kami mengenai pesan-pesan dari bangsa Mesir kuno yang sangat kental dalam menyampaikan keseimbangan antara kualitas masculine dan feminine pada manusia. Pesan ini tampak hampir di seluruh ukiran pada bagian-bagian kuil dan makam kuno. Pengulangan pesan ini hanya memberi satu kesimpulan kepada kami betapa pentingnya keseimbangan masculine dan feminine bagi mereka. Dan yang lebih penting adalah betapa pentingnya pesan tersebut untuk kita - manusia zaman ini, karena dituliskan pada batu yang tidak akan mudah musnah sepanjang zaman.

Setiap manusia memiliki dualitas kualitas yaitu masculine dan feminine. Bangsa Mesir kuno mengutamakan keseimbangan keduanya. Dan keseimbangan inilah kunci dari pencapaian kesadaran tingkat tinggi, yang membedakan manusia dengan dewa-dewi. Bahkan setiap dewa-dewi dalam mitologi Mesir memiliki wujud masculine dan feminine-nya. Sebagai contoh; Thoth (Djehuty) god of knowledge (dewa pengetahuan) yang berwujud masculine, memiliki wujud feminine-nya yaitu Seshat.

Sungguh mencengangkan apa yang disampaikan DR Carmen. Ia menjelaskan banyak hal yang di luar dari apa yang biasa ditemukan di buku-buku sejarah, yang menunjukkan bahwa bangsa Mesir sudah mengenal pengetahuan yang membuat mereka mampu mengakses energi pasif (passive energy) yang ada di alam. Energi pasif adalah energi yang ada di sekeliling kita - energi universal yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk banyak hal. Terutama penyembuhan.

Salah satunya adalah sebuah kotak besar berwarna emas penuh ukiran gambar simbol dan hieroglyph di bagian luarnya. Kotak ini digunakan untuk menangkap energi pasif (passive energy) di alam dan memfokuskannya kepada seorang pesakit yang berada di dalamnya yang dimanfaatkan untuk penyembuhan. Pada gambar yang terukir di bagian luar kotak ia menjelaskan melalui simbol-simbol mengenai bagaimana proses penyembuhan itu terjadi. Kotak ini juga disertai perangkat lainnya seperti dipan penyembuhan (Healing Bed) serta Kursi penyembuhan (Healing Chair). 



Ada ribuan artifak di museum ini yang tidak mungkin dijelaskan semuanya.

Di dalam museum juga ada ruangan khusus yang meyimpan mumi para Pharaoh (Firaun), dan ruangan khusus yang menyimpan koleksi artifak-artifak yang terbuat dari emas padat dan murni. Namun di kedua ruangan ini pengunjung tidak diizinkan untuk mengambil gambar.


21 March 2017, Giza Plateau



Peta Giza Plateau


The Pyramids

Keesokan harinya adalah hari yang istimewa dan sudah saya tunggu sejak ketibaan saya di sini, yaitu mengunjungi piramid di Giza. Pukul 10 pagi kami sudah tiba di dataran Giza (Giza Plateau). Kami langsung berjalan kaki ke The Great Pyramid (Piramid Besar) yang menurut catatan mainstream adalah Piramid yang dibangun oleh Raja Khufu (Cheops) dari dinasti ke-4 (Old Kingdom), dan piramid ini dibangun sebagai makamnya. Namun sebagian besar pengamat menyetujui bahwa piramid bukanlah makam, juga Khufu bukanlah pembangun piramid ini.

The Great Pyramid pada awalnya terlapisi batu penutup (casing stones) yang halus berwarna putih terang. Casing stones ini sudah hampir tidak ada seluruhnya karena dilucuti oleh penduduk setempat untuk digunakan sebagai material pembangunan rumah, masjid, dan gereja.

The Second Pyramid (Piramid Kedua) berukuran lebih kecil dari The Great Pyramid dan pada awalnya terlapisi batu penutup (casing stones) berwarna merah. Menurut catatan mainstream, piramid ini dibangun oleh Raja Khafre (Chepren), anak dari Khufu - dari dinasti ke-4 (Old Kingdom). Juga wajah Khafre-lah yang diukir pada patung Sphinx. Namun Kedua pernyataan tersebut sangat diragukan.

The Third Pyramid (Piramid Ketiga) berukuran lebih kecil dari The Second Pyramid dan pada awalnya terlapisi batu penutup (casing stones) berwarna hitam. Piramid Ketiga in menurut catatan mainstream dibangun oleh Raja Menkaure, anak dari Khafre - dari dinasti ke-4 (Old Kingdom). Sekali lagi, hal ini saya ragukan.


KiKa: The Great Pyramid, The Second Pyramid, The Third Pyramid



Kiri: The Great Pyramid; tengah: The Second Pyramid; kanan: The Third Pyramid.


Jika anda perhatikan dengan seksama pada peta Giza di atas, anda dapat melihat Causeway yang membentang memanjang dari setiap piramid. Menurut studi alternatif, Causeway adalah saluran air buatan yang menghubungkan piramid dengan sungai Nil, sehingga ketika terjadi pasang naik atau banjir tahunan, air dari sungai Nil masuk dan mengalir ke dalam Causeway.

Jadi dapat kita simpulkan bahwa dulu, di kala piramid-piramid di dataran Giza ini dibangun, badan sungai Nil masih menyentuh ujung Causeway. Karena adanya perubahan iklim dan geologis, badan Sungai Nil bergeser menjauhi bibir Causeway hingga sekarang mencapai 8 km jauhnya. Berapakah waktu yang diperlukan bagi sungai Nil untuk bermigrasi 8 km ke Timur? Hal ini merupakan petunjuk akan seberapa jauh ke masa lalu kita harus menelusuri sejarah pembuatan piramid-piramid di dataran Giza. Apakah 6000 tahun? 10,000 tahun?  Tidak ada yang dapat memastikannya. Namun angka-angka ini menunjukkan usia piramid yang jauh lebih tua dari dinasti kerajaan tertua di Mesir sekalipun!




Kompleks Giza memuat sangat banyak bangungan bersejarah. Diperlukan paling tidak satu minggu atau lebih untuk menjelajahi seluruhnya secara kasar. Belum lagi banyaknya dinding-dinding batu berpintu yang tampak sangat misterius, serta terowongan-terowongan yang menurut keterangan pemandu lokal kami, saling terhubungkan satu sama lain bahkan ada yang berujung ke tempat yang sangat jauh di luar Giza. Makam-makan kuno yang cenderung lebih baru dari usia piramid-piramid banyak ditemukan di seluruh Giza.


Casing Stones



Pintu-pintu pada dinding batu - adalah kompleks makam kuno yang banyak tersebar di dataran Giza.
Pintu-pintu dilengkapi dengan hiasan gapura dengan tulisan Hieroglyph.


Khufu Ship (The Solar Ship)

Di belakang The Great Pyramid terdapat museum kecil tempat ditemukannya sebuah kapal layar milik Raja Khufu. Kapal ini terbuat dari kayu phon Cedar yang sangat besar. Ia ditemukan berupa potongan-potongan dan terkubur - tertutup di dalam kotak yang terbuat dari bilahan balok-balok batu besar. Setelah ditemukan, potongan kapal itu disusun kembali lalu lokasi tempat penemuan tersebut dijadikan museum sehingga pengunjung dapat melihat lokasi galian serta wujud kapal itu sendiri.


Kiri: Kapal Raja Khufu tampak sisi kanan, 
Tengah: Kapal Raja Khufu tampak sisi kiri
Kanan: Tempat kapal ditemukan




The Great Sphinx

Kami mengunjungi patung The Great Sphinx. Sphinx adalah nama pemberian dari Greek / Yunani kuno, sedangkan nama aslinya adalah Her-Em-Akhet, yang berarti Heru di Cakrawala (Heru On The Horizon).

Perlu saya singgung bahwa hampir semua nama-nama situs, bangungan, kuil, makam, raja-raja serta dewa-dewa di Mesir yang kita kenal saat ini sudah dialih-namakan atau dirubah dari bahasa aslinya ke dalam bahasa Yunani kuno (Greek). Bagi saya hal ini sangat tidak baik. Bangsa Yunani adalah bangsa yang giat belajar dari bangsa lainnya. Dan tentu saja mereka sangat tertarik untuk mempelajari peradaban bangsa Mesir yang sangat tua dan kaya.

Namun bangsa Yunani merubah semua nama-nama yang ditemukannya ke dalam bahasa mereka sendiri dan mempopulerkannya. Kepopuleran ini mengalahkan keaslian asal-usul pengetahuan itu sendiri sehingga saya sarankan kita harus berhati-hati dalam mempelajari apa pun yang kita jumpai dalam bahasa Yunani.

Penggantian nama berarti menutup atau menghalangi atau mengelabui keaslian pengetahuan itu sendiri. Contoh nyata adalah Sphinx. Sphinx tidak memiliki makna khusus, sedangkan Her-Em-Akhet memiliki makna yang dapat kita jadikan acuan penting; Apa/siapa itu Heru? Mengapa ia berada di cakrawala? Apa yang sebenarnya sedang dilihat oleh patung itu di cakrawala?

Sphinx adalah patung berbadan singa dan berkepala manusia. menurut catatan mainstream, patung ini dibangun oleh Raja Djedefre, anak dari Khafre di dinasti ke-4 (Old Kingdom) sebagai persembahan kepada ayahnya, Khafre. Namun sekarang orang sangat meragukan catatan tersebut.

Sphinx diduga kuat adalah patung berbadan singa dan juga berkepala singa, bukan kepala manusia seperti yang kita lihat sekarang. Posisinya adalah menghadap ke Timur. Jika kita perhatikan, pada saat matahari terbit, tampak beberapa saat gugus bintang aquarius (karena sekarang kita sedang berada di zaman Aquarius, The Age of Aquarius). Jika Sphinx menunjukkan suatu gugus bintang tertentu, maka gugus bintang tersebut adalah Leo. Namun gugus bintang Leo hanya tampak di cakrawala Timur 12,500 BP (Before Present, tahun yang lalu).

Bila anda merasa bingung, anda harus mengenal terlebih dulu siklus presessi dan 12 zaman zodiac (the Ages of Zodiacs). Oleh karena adanya siklus presessi 26,000 tahunan dan perubahan zaman zodiac setiap 2160 tahun, maka jika merunut mundur ke masa lalu, gugus bintang Leo akan tampak pada saat matahari terbit di 12,500 BP.

Sehingga, "Heru di Cakrawala" merujuk pada Leo (Heru?) yang muncul setiap pagi di Timur sesaat setelah matahari terbit, 12,500 BP.

Sphinx haruslah dibangun paling tidak 12,500 BP sebagai penanda dimulainya zaman zodiak Leo (The Age of Leo). Dan ini jauh sebelum zaman Raja Djedefre (Old Kingdom), bahkan lebih jauh sebelum zaman pre-historic Mesir. 

Sphinx ditemukan oleh bangsa Mesir kuno, lalu mereka melakukan renovasi beberapa kali terhadapnya, termasuk merubah kepalanya menjadi kepala manusia.

Tidak hanya itu, bila kita perhatikan dengan seksama, dinding luar Sphinx (Sphinx Enclosure) mengalami dua jenis erosi, yaitu erosi oleh angin yang tampak sebagai parutan horizontal, dan erosi oleh air yang tampak sebagai parutan vertikal. Erosi oleh air tersebut hanya dapat terbentuk sedemikian rupa bila batu tersebut terpapar curah hujan yang sangat tinggi sepanjang tahun. Maka Sphinx haruslah dibangun dalam kondisi alam Mesir yang masih beriklim tropis dengan curah hujan tinggi. Hal ini membawa kita sangat jauh ke masa lalu, -- menunjang hipotesa acuan kita yaitu 12,500 BP (?).


Kiri & tengah : Patung Sphinx dari samping.
Kanan: Diding batu Sphinx yang tampak tererosi oleh angin dan air.


Di depan patung Sphinx terdapat 2 kuil, yang dinamakan Temple of The Sphinx (Kuil Sphinx), dan Valley Temple of Khafre (Lembah Kuil Raja Khafre). Yang menarik di sini adalah, bila sangat jeli dalam melakukan pengamatan, kita dapat melihat perbedaan konstruksinya yang dibangun lebih awal, serta konstruksi yang dibangun kemudian. Lagi, menurut catatan mainstream seluruh komplek Sphinx dan kuil-kuilnya adalah milik Raja Khafre. Namun sebagian tidak sepakat mengenainya.



Gambar-gambar di atas adalah konstruksi batu penyusun kuil-kuil di depan Sphinx.
Anda dapat perhatikan bagaimana bebatuan itu dipotong dengan sangat presisi dan halus, lalu disusun dengan lekuk sudut yang sangat presisi, berhimpit satu sama lain bahkan jarum pun tak dapat masuk diantaranya. Jika anda perhatikan susunan batu yang sengaja dibentuk berbelok / menyudut agar dapat saling mengunci. Bayangkan bila pemotongan batu hanya dilakukan dengan pahat dan palu. Tidaklah mungkin dilakukan untuk potongan yang lurus, terlebih lagi untuk potongan yang berbelok dengan sudut tertentu.

Kemampuan dalam menghitung, memotong, membawa, dan menyusun bebatuan yang masing-masing berbobot puluhan hinga ratusan ton ini hanyalah dimiliki oleh mereka dengan tingkat kemajuan peradaban yang sudah sangat tinggi.

Dari Giza kami mengunjungi museum papyrus, dimana kami menyaksikan cara pembuatan papyrus secara tradisional serta karya-karya lukisan para seniman di atas kertas papyrus ini. Sepulang dari sana kami kembali ke hotel untuk beristirahat sejenak sebelum kembali ke Giza untuk melakukan Private Meditation di dalam The Great Pyramid.
Sebuah pengalaman yang mendebarkan...



Magic Egypt 2017 Group



Kiri: Hilmy Hasanuddin, Kanan: DR. Carmen Boulter dan saya








Bersambung ke Part 2


===============
Erianto Rachman

Pics are also provided by Hilmy Hasanuddin.


Tidak ada komentar: